I'LL Teach You Marianne

24 bulan



24 bulan

"Setelah menjalani persalinan dengan operasi caesar, sebaiknya anda menunggu sedikitnya enam bulan hingga satu tahun sebelum hamil lagi. WHO menyarankan jarak yang ideal adalah 24 bulan untuk mengurangi risiko yang membahayakan nyawa ibu dan bayi. Jarak waktu ini sebetulnya juga disarankan bagi ibu yang melahirkan secara normal. Waktu 24 bulan ini dianggap ideal untuk jeda penyembuhan luka sehabis melahirkan. Operasi caesar adalah pembedahan mayor dan waktu pemulihannya bervariasi antara satu orang dengan yang lainnya. Semakin lama jeda waktunya, akan menekan risiko terjadinya komplikasi pada kelahiran berikutnya. Tubuh kita kehilangan banyak nutrisi selama persalinan lewat operasi caesar. Untuk itulah butuh waktu untuk mengembalikannya."     

Anne mencengkram kuat jemarinya saat mengingat kembali perkataan dokter Rebeca, dokter kandungan yang direkomendasikan dokter Caitlyn. Satu hal yang Anne syukuri dari pertemuannya dengan dokter Rebeca adalah tentang dirinya yang ternyata tidak hamil, padahal setelah datang bulan terakirnya ini Jack tak melepaskannya sama sekali.     

"It's ok, Anne. Ini demi dirimu dan bayimu kelak, dua tahun itu tidak lama. Selama waktu itu banyak hal yang bisa kau lakukan, jadi kau tak usah bersedih. Lagipula kau sudah memiliki Christian, kalau kau kesepian di Jenewa kau bisa pergi ke Luksemburg." Dokter Caitlyn berbicara dengan lembut pada Anne melalui video call.     

Anne menyeka air mata yang membasahi pipinya. "Iya kau benar dok, aku juga bisa datang ke London untuk menjenguk Asher selama masa penyembuhanku itu."     

"Rencana Tuhan untuk hamba-Nya itu sangat indah Anne, percaya itu. Tuhan pasti ingin yang terbaik untukmu dan Jack, aku yakin saat ini Tuhan sedang mempersiapkan little prince dan little princess yang lain untuk kalian berdua. Apalagi saat ini kau sedang mengemban salah satu tugas penting yang dipercayakan Linda dan Paul untukmu, karena itu aku minta kau jangan bersedih dengan hasil pemeriksaan hari ini,"ucap dokter Caitlyn kembali.     

"Iya dok, aku rasa juga begitu. Sepertinya Tuhan ingin aku mengurus Asher terlebih dahulu sebelum aku diberi kesempatan hamil kembali."     

Dokter Caitlyn tersenyum lebar. "Aku bangga padamu, Anne. Sungguh aku bersyukur sekali bertemu denganmu, kau adalah wanita yang sangat baik. Tuhan itu sangat menyayangimu Anne."     

Anne menyeka air mata yang tertinggal diwajahnya perlahan mendengar perkataan dokter Caitlyn, tak lama kemudian sambungan pembicaraan mereka pun terputus karena dokter Caitlyn harus mengurus pasien yang lain. Anne yang masih sedikit shock dengan pemeriksaan hari ini tak langsung pulang, ia memilih duduk lebih lama di ruang tunggu rumah sakit tempat dokter Rebeca praktek sembari terus menatap lalu lalang ibu-ibu muda yang sedang hamil dihadapannya. Setelah menghela nafas panjang perlahan Anne bangun dari kursi tempatnya duduk dan berjalan dengan tenang menuju pintu keluar, dua orang anggota the warrior yang mengantar Anne langsung menundukkan kepalanya saat melihat Anne keluar dari rumah sakit.     

"Antar aku ke Bon-Jenie."     

"Siap Nyonya."     

Anne langsung menutup kedua matanya begitu tubuhnya menyentuh sandaran kursi yang empuk dalam mobilnya, sementara itu dua orang pengawalnya langsung duduk di posisinya masing-masing dan bergegas memacu mobil menuju Bon-Jenie seperti yang diperintahkan sang nyonya pada mereka.     

Tak terdengar suara apapun di dalam mobil, kedua pria berbadan besar itu takut membuat sang nyonya terbangun dari tidurnya. Padahal sebenarnya saat ini Anne tak benar-benar tidur, ia masih memikirkan perkataan dokter Rebeca yang sebelumnya melakukan pemeriksaan padanya selama hampir 30 menit secara menyeluruh. Dokter Rebeca tidak hanya melakukan usg dari perut, dokter senior itu juga melakukan usd transvaginal pada Anne untuk memastikan dalam rahim Anne saat ini benar-benar bersih atau ada calon bakal janin. Setelah memastikan rahim Anne baik-baik saja dokter itu kemudian memeriksa bekas operasi caecar Anne yang sudah menjadi jalan lahir dua bayi.     

Perlahan Anne menyentuh perut bagian bawahnya, tepat di bagian luka bekas operasi caecarnya berada. "Aku percaya padamu, Tuhan. Aku yakin hal ini adalah yang terbaik untukku." Anne bergumam lirih dengan mata yang masih terpejam.     

Meski suara Anne sangat kecil akan tetapi kedua pria dengan pakaian hitam itu bisa mendengar dengan sangat jelas kalimat yang diucapkan oleh nyonya mereka yang berada di kursi belakang, karena kehilangan sedikit konsentrasi Felix sang driver membanting setir ke kanan dengan sangat cepat demi menghindari tabrakan dengan sebuah mobil sedan berwarna hitam lainnya yang melaju dari arah berlawanan. Akibat kejadian itu Anne yang tak memasang sabuk pengaman pada tubuhnya sempat terhempas kedepan sampai-sampai ia harus menggunakan tangannya untuk menahan kursi yang ada didepannya supaya ia tak terjatuh.     

"Nyonya, anda tidak apa-apa?"tanya Liam yang duduk disamping Felix dengan cepat.     

"Aku baik-baik saja,"jawab Anne berbohong, padahal saat ini kakinya terasa sangat sakit karena kejadian yang sangat cepat itu. "Apa yang terjadi? Kenapa Felix tiba-tiba membanting setir?"     

Felix yang masih mencengkram kuat setir ditangannya perlahan menoleh ke arah Anne dengan takut-takut. "Maafkan saya, Nyonya. Saya kurang hati-hati sehingga tak bisa mengendalikan setir mobil dengan baik saat ada mobil sedan di depan kita datang dari arah berlawanan."     

"Kau menghindari sebuah mobil yang datang dari arah berlawanan?"     

"Iya Nyonya, maafkan saya. Seharusnya hal semacam ini tak perlu terhadi,"jawab Felix kembali dengan penuh penyesalan.     

Anne menggelengkan kepalanya. "Tidak, ini bukan salahmu. Hmm lalu bagaimana kondisi mobil yang hampir bertabrakan dengan kita itu?"     

"Saya akan memeriksanya, Nyonya,"jawab Liam singkat, setelah membuka sabuk pengamannya pria itu langsung turun dari mobil untuk memeriksa kondisi mobil yang sebelumnya hampir menabrak mereka.     

Belum sempat Anne mengiyakan perkataan Liam, pria itu sudah berada diluar mobil meningalkannya dengan Felix yang terlihat masih sangat gugup karena sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal. Padahal sebenarnya ia bisa menghindari hal semacam itu kalau saja ia fokus pada jalanan tidak seperti tadi.     

Hampir 20 menit Liam berada diluar dan selama itu juga Anne terus berusaha untuk tenang dan tak menunjukkan rasa sakit yang menggigit di kakinya, Anne tahu kalau saat ini driver peribadinya itu sangat menyesal karena itu Anne tak mau menambah rasa sesalnya semakin besar jika mengetahui dirinya terluka. Lagipula Anne yakin sekali kalau luka dikakinya hanya luka kecil bukan luka besar meski rasa perih yang menggigit saat ini tengah mendera pergelangan kaki kirinya itu.     

"Bagiamana Liam? Apa semua baik-baik saja? Apa kita harus berurusan dengan polisi atau membawa pengemudi mobil itu ke rumah sakit?" Anne langsung memberondong Liam berbagi pertanyaan begitu pria itu masuk kedalam mobil.     

Liam menggelangkan kepalanya. "Tidak Nyonya, kita tak perlu melakukan hal semacam itu. Pengemudi mobil itu juga tidak apa-apa sama seperti kita."     

"Syukurlah, ya sudah kalau begitu kita pulang saja ya. Aku sudah kehilangan selera untuk berbelanja saat ini."     

"Baik, Nyonya,"sahut Liam dan Felix bersamaan.     

Tak lama kemudian mobil yang dikendarai Felix pun melesat dengan kecepatan tinggi meninggalkan sebuah sedan hitam yang berada di sisi berseberangan dengan mobil yang sebelumnya dikendarai Felix.     

"Siapa mereka?"tanya sang penumpang dalam mobil sedan itu dengan suara berat.     

"Sepertinya mereka adalah orang-orang dari Jackson Knight Clarke, Tuan."     

Pria dengan perban di bagian matanya itu menggelengkan kepalanya perlahan. "Bukan, namanya adalah Jackson Patrick Muller, teman lamaku,"ucapnya serak dengan senyum penuh arti. "Orang pertama yang ingin aku temui setelah ini adalah pria itu, tolong ingatkan aku."     

"Siap Tuan."     

Guk     

Suara gonggongan seekor anjing golden retriver membuat pria yang menggunakan perban itu meminta drivernya untuk segera pergi dari tampat itu, ia sudah tak sabar ingin merebahkan tubuhnya diranjang empuk di rumah barunya di Jenewa.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.