I'LL Teach You Marianne

Just sorry



Just sorry

Anne berdiri tanpa suara menatap ke arah sebuah ruangan berukuran 3x3 meter bernuansa serba putih yang saat ini dihuni Leon, pada saat ini Leon duduk di lantai dengan posisi sedang memeluk kedua lulutnya menatap lurus ke dinding putih yang ada dihadapannya tanpa bersuara selama hampir 20 menit.     

Setelah berteriak-teriak dengan menyebut nama Steffi berkali-kali dikantor polisi Leon tiba-tiba tertawa dan bicara sendiri sambil menunjuk-nunjuk dinding tempatnya berada, perilaku Leon pun sontak membuat rekan satu selnya merasa tidak nyaman. Mereka lalu meminta agar Leon dipindahkan karena terus berbuat hal yang tak masuk akal, para polisi yang tak bisa membuat Leon tenang akhirnya membawanya ke rumah sakit jiwa untuk dilakukan pemeriksaan. Setelah berada dalam pengawasan dokter ahli jiwa dari rumah sakit yang ditunjuk, akhirnya Leon dinyatakan mengalami gangguan jiwa dan harus mendapat perawatan intensif dirumah sakit tak bisa dicampur dengan para tahanan lain karena ditakutkan akan membuat kekacauan lebih besar lagi.     

"Sepertinya kematian Steffi membuatnya sangat terpukul, karena itu ia menjadi hilang kewarasan seperti ini,"ucap Erick pelan saat berada didepan ruangan Leon.     

Alice mengendikkan bahunya. "Biarkan saja, ini pantas dia dapatkan. Penjahat sepertinya memang pantas mendapatkan karma seperti dari Tuhan."     

"Alice,"geram Jack pelan.     

"Kenapa? Memangnya ada yang salah dengan ucapanku? Tidak ada, Tuan. Selain sudah membuat kak Anne terluka dia juga melukai wanita selingkuhannya yang dijadikan istri itu, kerakusan dan ketamakan pria itu pada akhirnya membuatnya tak mendapatkan apa-apa. Miris memang, tapi itu pantas dia dapatkan,"ucap Alice kembali, meski bukan dirinya yang menjadi salah satu korban Leon tapi Alice sangat membenci pria itu.     

Semua orang yang ada didepan ruangan Leon terdiam, termasuk Jack yang sebelumnya memberikan peringatan pada Alice. Semua ucapan Alice benar, Leon pada akhirnya tak mendapatkan apa-apa karena berusaha merusak hubungan pernikahan seorang wanita yang ia campakan. Sangat tragis memang seorang Leonardo Ganke berakhir seperti ini dan Anne merasa sedih melihatnya tak berdaya, Anne yang tahu seperti apa masa kecil Leon dari sang nenek merasa iba melihat pria pertama yang ia cintai berakhir di rumah sakit jiwa.     

"Kalau begitu lebih baik kita tinggalkan pasien, dia harus beristirahat. Kasihan, sejak semalam dia belum tidur,"ucap seorang dokter ahli kejiwaan memecah keheningan.     

Luis tersenyum. "Baik dok, kalau boleh tahu dimana letak kantinnya? Sepertinya aku memerlukan kopi saat ini."     

Dokter pria paruh baya itu tersenyum. "Mari saya tunjukkan."     

Luis menganggukkan kepalanya, ia kemudian menyentuh pundak Erick memberinya kode agar meninggalkan tempat itu. Erick yang paham dengan kode yang diberikan Luis kemudian berjalan pergi dari tempat itu bersama Alice meninggalkan Jack dan Anne yang masih berdiri menatap Leon.     

Kisah cinta segitiga yang selama bertahun-tahun ini mengganggu kehidupan rumah tangga Jack dan Anne kini selesai karena sang pengganggu utamanya saat ini sudah tak mempunyai kekuasan apapun untuk mengusiknya lagi, ada rasa senang yang tak dapat Jack ungkapkan saat ini.     

"Babe..."     

Anne menghela nafas panjang saat tangan Jack menyentuh pundaknya. "Tinggalkan aku Jack, aku ingin ditempat ini sedikit lebih lama."     

"Kau yakin?"     

Anne menoleh ke arah Jack dengan senyum yang dipaksakan. "Leon tak akan menyakitiku, percayalah."     

"Baiklah, aku akan memberikan sedikit waktu lagi untukmu."     

"Thanks."     

Jack tersenyum, perlahan ia menggerakkan tangannya ke arah tengkuk Anne menariknya mendekat ke arahnya. Jack memberikan sebuah kecupan di bibir Anne dengan lembut. "Aku tunggu di kantin."     

Dengan langkah yang sedikit berat Jack kemudian pergi dari lantai 5 tempat dimana ruangan Leon berada, meninggalkan Anne sendiri bersama Leon. Saat ini Anne dan Leon dipisahkan pintu yang terbuat dari kaca anti peluru yang kuat yang tak akan mungkin mudah dihancurkan, karena itu Jack merasa sedikit tenang meninggalkan wanitanya bersama pria yang pernah ia cintai. Jack sadar hubungan Anne dan Leon tak bisa semudah itu dihilangkan, ada hal lain yang mengikat mereka berdua. Fakta lain yang Jack tahu adalah karena Leon merupakan cinta pertama Anne yang saat ini masih sangat bodoh dan polos.     

Begitu Jack menghilang dibalik lift yang membawanya ke kantin menyusul yang lain Anne kemudian berjalan lebih dekat ke arah kaca pemisahnya dengan Leon, dengan tangan bergertar Anne menggerakan tangannya ke arah kaca.     

"Leon, apa kau bisa mendengarku?"ucap Anne pelan, Anne yakin suaranya mampu Leon dengar. Pasalnya di kaca pemisah mereka saat ini ada sekitar lima lubang kecil-kecil yang menjadi sumber ventilasi sekaligus tempat untuk berkomunikasi dengan pasien didalam.     

Leon tak merespon perkataan Anne, ia masih dalam posisinya.     

Melihat tak ada respon yang diberikan Leon membuat kedua mata Anne terasa panas, meski Anne adalah orang yang sudah mendapatkan luka besar dari Leon tapi tetap saja Anne tak mau mengharapkan akhir seperti ini menimpa Leon.     

"Steffi, terakhir kali aku berbicara dengannya dia menitipkan pesan padamu."     

Mendengar nama Steffi disebut langsung membuat Leon bereaksi dan hal ini benar-benar diluar gudaan Anne, dengan cepat Leon berjalan mendekati Anne ke arah kaca lalu meletakkan kedua tangannya di kaca dengan tatapan garang pada Anne. Sebuah tatapan yang tak pernah Anne lihat sebelumnya, bahkan selama mereka menikah sekalipun.     

"Steffi, dia sudah memaafkanmu. Dia mengatakan sudah meminta pada Tuhan untuk kembali menjadi istrimu dikehidupan selanjutnya,"ucap Anne kembali.     

Hening, tak ada jawaban atau respon lain dari Leon. Kedua matanya yang merah masih menatap tajam pada Anne dengan bibir yang terbuka lebar, sepertinya Leon ingin berbicara namun suaranya tercekat ditenggorokannya, terlihat sangat tersiksa dan membuat Anne semakin iba padanya.     

Tanpa Anne sadari air matanya menetes membasahi pipinya, padahal dulu pada saat Anne diceraikan Leon secara tidak hormat di Jerman beberapa tahun yang lalu Anne sudah bersumpah untuk tak menangisi Leon lagi. Akan tetapi kali ini Anne sepertinya sudah melanggar sumpahnya sendiri.     

"S T E F F I..."     

Anne menganggukkan kepalanya dengan cepat begitu Leon menyebut nama Steffi. "Iya Steffi, istrimu. Dia sudah memaafkanmu, Leon. Jadi kau tak perlu seperti ini, kau tak perlu menyiksa dirimu. Kembalilah seperti dulu, seperti Leon yang aku kenal. Steffi pasti tak suka melihatmu seperti ini, Leon."     

Perlahan air mata Leon mulai menetes membasahi wajahnya dengan ekspresi yang belum berubah, terlihat mengerikan namun hal itu justru membuat Anne senang karana ternyata Leon masih belum sepenuhnya berubah. Kesadarannya masih tersiksa, harapan Anne pun semakin besar saat ini.     

"Kau tak perlu menyiksa dirimu, aku juga sudah memafkanmu, Leon. Nenek Chaterine pasti sedih jika melihatmu seperti ini, jadi aku mohon jangan siksa dirimu lagi."     

Mendengar nama sang nenek disebut membuat air mata Leon semakin deras, sudah lama sekali ia tak mendengar nama sang nenek disebut. Suara isak tanginya bahkan kini terdengar, sepertinya Anne benar. Kesadaran Leon belum sepenuhnya hilang.     

"Maafkan aku, Anne. Aku bersalah padamu,"ucap Leon pelan menggunakan bahasa Jerman dengan sangat jelas. "Kau pantas berbahagia dengan suamimu."     

Anne mentup bibirnya menggunakan kedua tangannya, ia tak percaya Leon akan berbicara seperti itu padanya apalagi mengingat bagaimana sikap Leon beberapa saat yang lalu. Senyum tulus diwajah Leon semakin membuat Anne terharu, belum pernah seumur hidupnya ia melihat ekspresi seperti ini dari Leon dari pria yang pertama kali membuat hatinya berbunga-bunga pada saat ia melihat Leon untuk pertama kalinya.     

"Pulanglah Anne, bukan disini tempatmu."     

"Leon..."     

Leon menggerakkan tangannya di kaca berusaha menyentuh wajah Anne dari balik kaca. "Kau adalah kesalahan terindah dalam hidupku, sekali lagi maafkan aku."     

Anne menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, berusaha menahan tangisnya agar tak semakin keras terdengar. Kalau saja sikap Leon seperti ini dulu mungkin saja Anne tak akan berpaling darinya, begitu lembut dan hangat.     

Dengan menggunakan tangan kirinya Leon menyeka air matanya. "Pulanglah, aku lelah. Aku ingin tidur."     

"Baiklah, aku pulang. Kau jaga dirimu baik-baik ya, setelah ini kau bisa keluar dari tempat ini, Leon."     

Leon tersenyum dan menganggukan kepalanya, Anne menyeka air matanya dan mulai melangkah pergi dari depan ruangan Leon. Sesak yang sejak tadi menghimpit dadanya hilang, Anne merasa senang Leon masih seperti dulu.     

"Tunggu aku Steffi..."     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.