I'LL Teach You Marianne

Doa manusia hina



Doa manusia hina

Sesampainya di rumah Edmund Immanuel, Leon dan Wayne disambut dengan kemarahan yang sangat besar dari Edmund serta ayahnya Jhonny.     

"Kau ini benar-benar ceroboh, Leon. Bukankah aku sudah berpesan padamu untuk terus memastikan anak buahmu bekerja dengan baik, tapi kenapa malah seperti ini? Kau tahu, Jack bukanlah pria bodoh. Dia pintar, dia pasti akan cepat menemukan kita!"pekik Edmund dengan keras, kedua matanya membulat sempurna saat berbicara.     

Leon menatap Edmund tanpa rasa takut. "Aku sudah melakukan tugasku, bahkan pada saat mereka akan berjalan ke rumah Jack aku juga sudah menghubungi mereka untuk tak membuat kesalahan."     

"Tapi ini apa, hah? Ini bukan hanya sebuah kesalahan, Leon. Ini namanya gagal total, benar-benar gagal." Jhonny Immanuel yang sejak tadi diam ikut bicara.     

Leon diam, ia kemudian mengeluarkan ponselnya dan menghubungkannya dengan laptop milik Edmund yang tersambung pada proyektor.     

"Lihat itu, semua pembicaraanku dengan kedua orang bodoh itu. Kalian bisa membaca sendiri, aku bahkan berkali-kali meminta mereka untuk langsung pergi dari rumah itu jika ketahuan. Bukan melakukan tembakan,"ujar Leon dingin saat Wayne menunjukkan percakapannya dengan kedua algojo yang saat ini sudah tewas karena terkena tembakan anak buah Luis.     

Edmund dan Jhonny saling pandang setelah membaca chat antara Leon dan dua orang algojo yang kini identitasnya sedang dicari polisi di Luksemburg itu.     

"Apa kau sudah mengamankan semuanya? Maksudku bagaimana dengan jejak kedua orang itu?"tanya Edmund kembali.     

"Tenang, sudah ada anak buahku yang menghandle semuanya di Luksemburg. Begitu kedua orang itu mati semua tanda pengenalnya dihancurkan, termasuk semua peralatan elektronik yang ia gunakan. Sehingga saat ini aku yakin sekali polisi tak akan bisa mencari barang bukti dari kedua orang bodoh itu,"jawab Leon penuh keyakinan.     

"Kenapa kau seyakin itu? Kalaupun memang dia tak memiliki tanda pengenal masih ada sidik jari, para polisi itu pasti akan mengecek mereka dari sidik jari,"sahut Edmund datar menunjukkan kekesalannya pada Leon yang belum hilang.     

Leon tersenyum. "Justru itu yang aku mau."     

"Apa maksudmu?" Edmund dan Jhonny kompak bertanya.     

"Kedua pria itu adalah salah satu warga negara yang kewarganegaraannya di cabut pasca mereka memproklamirkan diri menjadi salah satu bagian dari kelompok teroris di timur tengah, dengan kata lain kedua orang itu tak punya identitas asli. Apabila para polisi mencari tahu nama mereka menggunakan sidik jari maka yang akan keluar adalah nama asli mereka yang tentunya sudah tak diakui oleh negara manapun, jadi kalian berdua tenang saja. Aku pastikan kita tak akan terseret dalam kasus ini,"jawab Leon panjang lebar penuh percaya diri.     

Jhonny menghela nafas panjang, terlihat tenang. "Baguslah, setidaknya kau masih berguna sedikit. Tidak terlalu bodoh."     

Mendengar ada orang lain yang menghina tuannya kemarahan Wayne Scott pun datang, ia hampir saja mengayunkan tangannya untuk memberi pelajaran pada lelaki tua itu kalau saja tak ditenangkan Leon yang langsung mengedipkan satu matanya.     

Setelah ketegangan berakhir Edmund kemudian mengajak Leon untuk melanjutkan pembicraan mereka, menyusun rencana baru untuk meneruskan rencana yang sudah hancur berantakan. Saat ini mereka memutuskan untuk memberikan ketenangan terlebih dahulu pada Jack, menunggunya lengah untuk kembali diserang.     

Barisan orang patah hati itu bersatu untuk memisahkan pasangan suami istri yang sudah direstui Tuhan, mereka lupa kalau Jack dan Anne bukanlah pasangan yang baru satu atau dua tahun menikah. Hubungan mereka bahkan terjalin sejak lama sekali sebelum keduanya sadar sudah memiliki perasaan satu sama lain.     

Sementara itu di kamar hotel yang berada di samping kamar Leon tinggal, saat ini seorang wanita yang baru saja menyeka darah yang keluar dari hidungnya tengah tersenyum lebar pasca melihat berita di televisi perihal teror yang didapatkan keluarga Clarke di Luksemburg, wanita yang tak lain adalah Steffi itu tersenyum setelah mengetahui tak ada korban yang terluka kecuali sang pelaku teror di kediaman keluarga Clarke.     

"Terima kasih sudah membantuku Tuhan,"ucap wanita itu pelan sambil menatap wajahnya di kaca.     

Wajah pucat nan sendu tergambar jelas pada kaca itu, si pemilik wajah yang dulunya segar bugar kini terlihat sangat lemah pasca penyakit leukimia menggerogoti tubuynya.     

"Tenang Anne, selama nyawaku masih ada aku akan berusaha membantumu dari jauh. setidaknya dengan ini Tuhan akan meringankan sedikit hukuman padaku."     

Tanpa sepengetahuan Leon ataupun Edmund, Steffi yang tinggal disebelah kamar Leon berhasil mengetahui semua rencana yang Leon buat untuk menculik Christian. Karena itu dengan penuh keberanian Steffi menyusup masuk kekamar Leon malam hari pada saat Leon sedang mamanggil dua pelacur untuk memuaskan hasratnya, Steffi berhasil mendapatkan ponsel Leon dan memberikan perintah pada kedua algojo itu untuk langsung menembak saja jika merasa terancam. Steffi yang sudah tahu kondisi rumah Jack di Luksemburg sengaja memberikan perintah seperti itu agar anak buah Jack langsung menembak mereka supaya terjadi kekacauan, setidaknya dengan terjadi kekacauan seperti itu maka Jack akan lebih waspada. Dan apa yang diharapkan Steffi terjadi karena saat ini berita penyerangan itu sudah menyebar hampir diseluruh negara eropa, bukan hanya negara kawasan Schengen saja.     

Di vonis dokter usianya tak lama lagi membuat Steffi nekat menerobos masuk kamar Leon yang masih menjadi suaminya untuk mengacaukan rencana pria gila itu, Steffi yang sudah menyadari kesalahannya berusaha membalas sedikit jasa Anne dimasa lalu. Meskipun pada akhirnya Steffi menjadi pelacur pasca dijebak oleh Leon namun ia merasa tenang karena tak terbebani dengan ambisinya menjadi nyonya Ganke yang meluap-luap lagi.     

Steffi merasa nasibnya menjadi pelacur memang sudah digariskan Tuhan, seandainya waktu itu Anne tak menyelamatkannya pun mungkin saja saat ini ia sudah menjadi pelacur. Karena itu Steffi tak menyesali pekerjaan barunya pasca ditendang Leon, setidaknya dengan menjadi pelcur dia tahu kalau Leon ternyata lebih bajingan dari para laki-laki yang sudah membayar jasanya untuk melayani mereka diranjang.     

Setidaknya menurut Steffi para lelaki hidung belang itu masih memiliki nurani untuk memberikannya uang setelah diberi kenikmatan oleh dirinya, tak seperti Leon yang tak pernah menganggapnya ada sebagai wanita.     

"Uhukkk uhukkk.."     

Kucuran darah segar kembali keluar dari mulut Steffi pasca ia batuk, bukannya menangis dan takut Steffi justru tersenyum saat menyadari kondisinya yang semakin parah.     

"Lima hari lagi, Tuhan. Aku mohon perpanjang hidupku lima hari lagi saja, tidak lebih. Aku harus melindungi wanita yang sudah menyelamatku itu beserta keluarganya, aku ingin membalas jasanya padaku, Tuhan. Aku harus melindunginya dari orang-orang jahat itu, aku mohon kabulkan permintaan manusia hina sepertiku kali ini saja, Tuhan,"ucap Steffi lirih dengan bibir yang berwarna merah karena sisa darah yang tertinggal.     

Secara perlahan kesadaran Steffi pun hilang, wanita itu terkapar di karpet yang sudah berubah warna karena darah Steffi. Sebuah senyum terpancar diwajah Steffi saat ia hilang kesadaran.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.