I'LL Teach You Marianne

Milik Jack



Milik Jack

Setelah si general manager itu pergi Jack langsung mengambil kursi dan duduk disamping Anne yang saat ini pipinya sudah bersemu merah yang membuatnya terlihat semakin cantik sehingga membuat Jack lapar dan ingin memakannya sekarang juga, sudah hampir satu minggu terakhir ini Jack tak menyentuh Anne karena datang bulan sialan yang mengganggu aktivitas malamnya.     

"Kalau kau merasa tak nyaman di restoran ini kita bisa mencari restoran lain, babe,"ucap Jack datar dengan jemari tangan yang sudah bercokol di pinggang langsing Anne, Jack seolah sedang menunjukkan pada semua orang kalau Anne adalah miliknya.     

Seorang pelayan yang berdiri disamping meja mereka tersenyum mendengar perkataan Jack.     

"Aku sedang memilih makanan Jack dan lepaskan dulu tanganmu dari pinggangku."     

Jack menyeringai. "Tidak akan pernah, lagipula memang disinilah letak tanganku yang sebenarnya."     

Anne menghela nafas panjang, perlahan ia menyodorkan buku menu yang sedang ia pegang kepada Erick dan Alice yang sejak tadi diam melihat betapa posesifnya Jack pada dirinya. "Kalian saja yang memilih, aku akan memakan apapun menu yang kalian pilih,"ucapnya pelan sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi membiarkan Jack menguasai tubuhnya secara sempurna.     

Damn, lagi-lagi pelayan pria yang sejak tadi menjadi nyamuk itu tersenyum karena ucapan Anne dan kali ini Jack bersumpah untuk mengingat wajah pelayan kecil itu.     

Erick tersenyum dan meraih buku menu yang ada didepannya, ia kemudian mulai berbicara dan memesan menu yang sangat asing ditelinga Anne. Namun anehnya dari semua nama makanan yang Erick sebut tak ada satupun yang di interupsi oleh Jack, sepertinya Jack menyetujui semua menu pilihan Erick.     

"Baik Tuan, silahkan tunggu. Kami akan menyiapkan pesanan anda, permisi."     

Erick dan Alice menganggukkan kepalanya secara bersamaan merespon perkataan pelayan itu, sementara Anne dan Jack hanya diam. Keduanya seperti sedang bertengkar melalui tatapan mata.     

Tak butuh waktu lama semua makanan yang dipesan Erick pun datang, berbagai menu makanan lezat sudah tersedia diatas meja. Menu makanan Anne dan Jack sama berupa irisan daging sapi terbaik yang berasal dari jepang yang disiram dengan saus lemon yang segar dipadu dengan caecar salad yang fresh langsung membuat bibir Anne langsung berdecak, sementara Alice memesan toasted sesame ginger salmon yang wanginya sangat menggugah selera yang membuat Erick iri dan menyesali pilihannya yang hanya memesan steak daging sapi biasa.     

Setelah pelayan selesai menyajikan makanan diatas meja mereka pun mulai menikmati makanan yang sudah terhidang, Jack menikmati makanannya menggunakan satu tangan karena ia masih keras kepala tak mau melepaskan pinggang Anne.     

Anne sendiri yang sudah fokus pada makananannya tak memperdulikan Jack, kali ini ia memuji Erick setinggi langit karena mampu memesan menu makanan yang luar biasa enak. Sungguh Anne sangat menikmati makananya saat ini. Ia bahkan kembali memesan tambahan irisan lemon besar pada pelayan dan langsung menyesapnya tanpa merasa asam sama sekali.     

"Kak."     

"Nyonya."     

Suara Erick dan Alice terdengar bersamaan mengomentari apa yang Anne lakukan saat ini, menyesap potongan lemon yang airnya masih tersisa sedikit pasca ia peras diatas irisan daging sapi terbaik itu.     

"Ada apa?"tanya Anne pelan tanpa rasa bersalah.     

Alice menelan salivanya dengan cepat. "Tidak asam?"     

"Apanya?"     

"Lemon itu."     

Anne menggeleng cepat. "Tidak, kalian mau coba?"     

Dengan kompak Alice dan Erick menggelangkan kepalanya dengan cepat. "Tidak, terima kasih."     

Anne terkekeh, ia kemudian meraih irisan lemon kedua dan lagi-lagi memerasnya kuat-kuat diatas irisan dagingnya dan caecar saladnya yang masih ada setengah. Setelah dua iris lemon itu airnya habis Anne kembali menikmati dagingnya dengan lahap, sungguh sebuah cara makan baru yang tak pernah dibayangkan Erick dan Alice. Sementara Jack hanya bisa tersenyum geli melihat kengerian Erick dan Alice melihat cara makan istrinya, tanpa bicara Jack kemudian memindahkan irisan daging diatas piringnya ke piring Anne yang hampir habis.     

"Jack..."     

"It's ok, itu milikmu. Melihatmu makan membuatku kenyang,"ucap Jack pelan memotong perkataan Jack.     

Kedua mata indah Anne membulat sempurna. "Kau serius?"     

"Sure, makanlah."     

Dengan lahap Anne pun memakan daging milik Jack yang sudah berpindah ke atas piringnya, sejak Erick memesan makanan dengan saus lemon segar itu Jack sudah setuju. Ia yakin sekali Anne akan menyukainya, karena itu ia tak memprotes atau menginterupsi ucapan Erick sebelumnya tadi. Melihat cara makan Anne membuat Erick dan Alice kehilangan selera makan, mereka hanya mengacak-acak makanannya saja tanpa benar-benar memakannya. Hanya orang yang sedikit gila yang akan memakan daging dengan lemon yang begitu asam kecuali.     

Wajah Erick dan Alice menegang, kedua saling pandang satu sama lain beberapa saat sebelum akhirnya menatap tajam pada Jack.     

"Apapun yang ada dalam pikiran kalian saat ini lebih baik dihilangkan jauh-jauh, karena istriku sedang datang bulan saat ini." Secara tiba-tiba Jack bicara seolah mengerti apa yang ada dalam pikiran sekretaris dan asisten terbaiknya itu dengan sebuah senyum jahil yang mengembang.     

"M-maaf Tuan, saya tidak bermaksud untuk..."     

"I know, lebih baik kau habiskan makananmu itu, Erick. Kau tak tahu bukan betapa besar pengorbanan sapi-sapi itu untuk menjadi besar dan sehat supaya dagingnya bisa kau nikmati?"     

Ucapan sarkas bernada perintah itu lantas membuat Erick dan Alice kembali meraih garpu dan pisau mereka untuk melanjutkan makan tanpa berani membantah, melihat Erick dan Alice yang langsung makan membuat Anne terkekeh geli. Jack benar-benar titisan Hitler yang tak bisa dibantah.     

Setelah tiga puluh menit berada di restoran Jack kemudian mengajak Anne dan yang lain pergi tentu saja setelah ia membayat semua makanan mereka menggunakan salah satu kartu saktinya, black card tanpa limit dengan namanya yang terukir jelas dibagian bawah.     

"Jackson Knight Clarke." Philippe August yang sejak tadi menatap ke arah Jack karena kesal padanya setelah ucapan sarkas Jack sebelumnya memekik kecil dari balik meja kasir setelah melihat black card milik Jack yang dibawa pelayan.     

"Kenapa? Apa anda mengenalnya, sir?"tanya sang pelayan dan kasir secara bersamaan.     

Wajah Phillipe August menegang. "Tak ada orang yang tak mengenalnya di restoran-restoran mewah seperti tempat kita ini, dia adalah salah satu pengusaha paling berpengaruh di seluruh Eropa. Pewaris tunggal dari dua keluarga berpengaruh di Swiss dan Luksemburg."     

Baik pelayan dan kasir itu membuka mulutnya lebar-lebar, mereka tak mengerti kemana arah pembicaraan general manager mereka itu.     

"Sudahlah, itu tak penting. Yang jelas pria itu adalah pria yang paling kaya dan berbahaya, jadi jaga sikap kalian,"ucap Philippe August kembali serak seolah sedang bicara pada dirinya sendiri.     

Pelayan dan kasir itu menganggukkan kepalanya perlahan, keduanya pun kembali fokus pada pekerjaannya. Menggesek black card milik Jack dengan hati-hati.     

Dari tempatnya duduk Jack bisa melihat wajah general manager yang sebelumnya sudah kurang ajar itu menjadi pucat, rencana pembalasannya berhasil. Rasakan itu, siapa suruh berani mengajak Anne ke ruang cctv tanpa meminta izin darinya. Sejak makanan datang saat-saat seperti inilah yang Jack tunggu, membuat orang mati kutu setelah tahu siapa dirinya yang sebenarnya.     

Ketika pelayan itu datang kembali untuk mengembalikan kartunya Jack mengeluarkan empat kembar uang pecahan usd 100 dan memberikannya pada sang pelayan sebagai tip, sungguh sebuah nomimal yang sangat besar untuk tip. Bahkan sang pelayan sampai mematung tak percaya, uang tip yang baru saja ia terima itu adalah nominal paling besar yang ia terima selama berkarir sebagai pelayan.     

"Sampaikan salamku pada general managermu itu, katakan padanya untuk mempelajari lagi etika dengan baik sebelum melayani tamu,"ucap Jack pelan pada sang pelayan pada saat beranjak bangun dari kursinya, Jack yakin si general manager yang ia anggap lancang itu pasti mendengar suaranya karena memang tadi Jack sengaja meninggikan suaranya dengan harapan pria berdarah Perancis itu mendengarnya.     

Sungguh balas dendam yang elegan dan mematikan ala Jack bagi seorang pria yang berani mencari kesempatan untuk mengganggu wanitanya, miliknya yang berharga.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.