Ciuman Pertama Aruna

III-41. Mantan Istri



III-41. Mantan Istri

[Nona,] suara Herry menyusup.      

[Apa lagi sih Herry! Kau lama-lama mirip Hendra, banyak maunya!] Aruna kesal bukan main, para lelaki ini cerewet mirip Dea.      

[Maaf, saya di minta menjaga anda. Saya sekarang salah arah, malah berada ke kampus anda. Setelah ini saya akan menuju kantor DM grup] Herry membela diri.      

[Terserah kamu! Aku tak peduli!] Aruna menutup Handphone-nya dengan marah-marah.      

"Dea apa ini?" Aruna mendapati jel di letakkan pada pipinya.      

"Sebentar.. aku akan membuatmu cantik, yah walau dengan kemampuanku yang seadanya, minimal kamu bedakan, ya -kan," Aruna mengangguk mendengarkanku ucapan Dea.      

"Dea, apa tadi aku malu-maluin banget??" tanya Aruna.      

"Mau bilang enggak kenyataannya iya," tipe sahabat sejati, berbicara apa adanya, "tapi.. jangan di ambil pusing, bahkan mereka tak akan bisa berkata-kata kalau kamu ketahuan istri CEO DM grup," logat Dea di akhir kalimat ketika menyebutkan kata 'CEO DM grup' seperti sebuah narasi film horor, membuat Aruna akhirnya mengurai senyuman.      

***      

Caffe bergaya minimalis menyajikan pria ber-style rapi dengan kaos berkerah. Anantha sedang menunggu seseorang di temani oleh seorang perempuan yang akhir-akhir ini di paksa dan terpaksa menjadi pengekor setia.      

Yang memaksa bukan Anantha akan tetapi atasannya Aliana. Perempuan tersebut tentu saja Nabila. Konon perhelatan yang di gemborkan Alia tentang mendapatkan kanio kering Anantha, tidak ada yang berkenan apa lagi berani menyambutnya. Jadi dengan segala tipu muslihat Aliana memojokkan salah satu anak buahnya agar kian dekat dengan Anantha.      

"kamu, duduklah di meja berbeda, kalau tak nyaman denganku,"      

"em.. e.. iya.." perempuan mana yang akan mempertahankan posisi duduknya, ketika baru saja meletakkan tas, sudah di usir. Lagi-lagi keberadaan Nabila berakhir sia-sia, mereka minum minuman ringan yang di sajikan waiters caffe tersebut pada tempat duduk masing-masing.      

Tak lama lelaki yang memiliki janji bertemu Anantha datang, lelaki bersetelan Jas yang beberapa kali ke kantor baru Anantha bertujuan menawarkan proyek menggiurkan. Anehnya Anantha menemukan nama Rey Barga pada sisi kanan letak namanya di sematkan di kertas perjanjian kerjasama.      

Nama Rey Barga sudah tertanda tangani, Anantha masih ingat tanda tangan tersebut. Kini giliran nama Anantha Kesatria Lesmana yang masih kosong.      

Anantha tertangkap memainkan bolpoin di tangannya. Sebelum akhirnya dia letakkan bolpoin tersebut dan menutup kembali berkas yang harusnya dia tanda tangani sebagai bagian dari kerja sama.      

Secara mengejutkan gerakan menyodorkan berkas di sambut ucapan seseorang yang tidak asing di telinganya, "sudah aku duga," kata pria yang namanya berjejer dengan Anantha pada berkas yang dia tolak barusan.      

"Kau lelaki yang berprinsip," dia menatap Anantha, dan tautan mata dua pria ini tak terelakkan lagi, "senang bertemu saudaraku, saudara yang menghilang begitu saja, tanpa memberiku kesempatan menjelaskan,"      

"Apa yang perlu kamu jelaskan," kata Anantha dengan nada gerah, jelas sekali dia tak nyaman melihat Rey yang muncul secara tiba-tiba.      

"Kita bersahabat bukan," kata Rey.      

"Dan kau merusaknya dengan berani menculik adikku untuk mendapatkan keinginanmu!" gertak Anantha.      

"Ini hanya-lah kesalah paham," Rey membela dirinya.      

"Coba kau renungi, dari sisi mana aku harus menganggapnya kesalahpahaman," Anantha mengangkat bahu dan tangannya muak, dia mulai memundurkan handphone serta terlihat memanggil waiters tanda lelaki yang muak ini akan pergi.      

"Tunggu sebentar," pekik Rey mencoba mencari simpati, "Aku yang akan membayarnya, pergilah!" Rey mengusir waiters.      

"Kuakui aku salah, memanfaatkan adikmu sebagai bahan taruhan," sempat-sempatnya dia mendesahkan nafas pasrah, "Dan menggunakan perusahaan kita untuk mendesak Aruna," kata Rey sehalus dia bisa.      

"kau bilang perusahaan kita?? Ha! Kau mengakuisisinya, kau menipuku mentah-mentah," Anantha tertangkap akan menyerang Rey yang masih duduk damai di kursinya, sedangkan Anantha telah berdiri dan akan meluncurkan baku hantam.      

Tetapi serangan itu di tangkis oleh orang Rey yang sepekan ini menawarkan kerja sama menggiurkan. Ajudan Rey yang bernama Ozak, entah nama asli atau palsu. Spontan berdiri meringkus lengan kiri Anantha.      

Nabila yang tampak panik ikut berdiri mendamaikan Anantha, "kak sudah kita pergi saja," kata Nabila mengelus lengan kanan Anantha.      

"Aku tidak pernah berniat mencelakakan adikmu, aku hanya terpengaruh dengan taruhan yang menggiurkan, selebihnya sekedar salah paham. Percayalah kita masih bisa memperbaiki persahabatan kita, dan perusahaan yang kita bangun bersama," Rey mencoba menahan kepergian Anantha.      

"Dasar bedebah," hina Anantha dengan penekanan kuat pada ucapannya, "Kau pikir aku bisa mengelabuhiku lagi, kau saja berani menjadikan adikku taruhan dan membuatnya berada dalam situasi berbahaya."      

"Itu semua di luar rencana, andai Hendra tidak datang. Hal semacam itu tidak akan terjadi," Rey berkelit.      

"Kau pikir aku tidak tahu?? kau pikir aku bodoh?? ha! Dasar munafik!" tak habis-habisnya Anantha membuat hinaan, "Aku tahu yang terjadi dan aku bukan lagi pria bodoh yang bisa kamu kelambui, bahkan aku akan segila Hendra kalau tahu adiku di perlakukan buruk! seburuk latar belakangmu! Barga? Aku lupa, ternyata kau berasal dari keluarga Barga," Hinaan terakhir Anantha sebelum mendorong tubuh Ozak dan menarik Nabila pergi bersamanya.      

Barga adalah keluarga yang pernah di jadikan kambing hitam Tarantula atas kasus sengketa tanah termasuk korupsi dan tak mampu berbuat banyak ketika di jadikan alat, sebab sahamnya paling rendah.      

Ayah Rey menerima di jadikan kambing hitam dengan iming-iming saham dan tentu saja itulah yang kini membuat posisi Barga tetap penting pada perusahaan tarantula grup, walaupun kepemilikannya tak seberapa. Di balik itu semua yang paling miris adalah kelakuan kakak lelakinya yang sering keluar masuk bui akibat pennyalah gunaan obat terlarang.      

Rey baru menyadari betapa menyenangkannya memiliki sahabat yang menjelma layaknya saudara setelah dia kehilangan Anantha. Sahabat yang dia rajut dalam tugas penyamaran. Secara pribadi Rey merasa kehilangan Anantha. Akan tetapi dalam struktural kapasitas dirinya sebagai bagian Tarantura Grup dan dirinya sebagai pebisnis, dia tak di perkenankan menggunakan hatinya.      

"Barga, betapa sialnya aku di lahirkan di keluarga ini," dia mengumpati dirinya sendiri, "baiklah, kalau jalan hidupku memang di takdir kan sialan, aku berdamai saja dengan itu," pria ini menyajikan senyum aneh. "kau lanjutkan pengintaianmu!" perintahnya.      

***      

"Hai Tian, kau dapat tambahan dua anak," ungkap supervisor yang memperkenalkan dirinya atas nama Joumair dan meminta anak-anak magang memanggilnya Kak Jou.      

"Jangan kaget, andai salah satunya dari mereka cukup merepotkan," Jou terlanjur underestimate terhadap Aruna. Aruna mencucuh mendengar ucapan Jou.      

Giliran Jou duduk beberapa karyawan bergantian mengamati Aruna dan Dea yang tengah berdiri gugup. Sedangkan lelaki atas nama Tian tampak menenggelamkan diri dalam kesibukan. Lelaki yang belum kelihatan wajahnya tersebut terlihat membatu Vira dan temannya, entah siapa namanya dan satu lagi anak design kelas sebelah yang Aruna juga lupa namanya. Mereka sibuk membuka leptop masing-masing dan pria yang di panggil dengan nama Tian membimbing ketiganya.      

"Bukankah kamu istri.. em.. aku merasa tidak asing," perempuan yang duduk pada meja putih memanjang, tertangkap mengamati Dea dan Aruna. Perempuan dengan rambut kecokelatan tersebut melempar dugaan.      

"Yang berhijab? Siapa namamu?" karyawan lain berbaju violet bertanya pada Dea. Mereka yang hadir pada pernikahan pimpinan corporate secretary mana mungkin melupakan wajah di balik riasan pengantin dan nama yang tertulis dalam undangan.     

"Dea," jawab Dea lirih.      

"Oh.. Kau? Kau istri Pak Surya?" tanya si rambut kecokelatan. Dea mengangguk mengiyakan. Karyawan lain yang belum mendapati anggukan Dea. Segera mencuri tanya ke yang lain.      

"Wo.. Istri Pak Surya," bisik salah satu dari mereka.      

"Wah, harus jaga ucapan ini,"      

"Perilaku juga," bisikan ini lirih. Semua orang tahu Surya punya tempat tersendiri di kantor ini. Dia layaknya wakil dari pimpinan kantor pusat DM grup.      

Mendengar kasak-kusuk yang kian berdengung seperti gerombolan lebah terganggu. Tian mendongakkan wajahnya, "Nona," kata pria itu, memungut perhatian Aruna dan Dea. Sebab suaranya bukan dengungan.      

"Timi?" Aruna terkejut.      

"Dea?" dan tiga orang yang pernah berada dalam satu lingkaran persahabatan melempar senyuman, saling mendekat.      

"Wah, kita kerja bareng lagi nih," Tian yang sumringah, tapi yang lain mengerutkan kening.      

Kenapa Tian memanggil gadis aneh tersebut dengan sebutan Nona?      

.      

"apa dia mantan istri CEO yang jarang terlihat??"      

"benar nggak sih?"      

"kalau iya mati aku," Jou memegangi kepalanya.      

"tenang cuma mantan istri,"      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.