Ciuman Pertama Aruna

III-42. Dengung Sialan



III-42. Dengung Sialan

"apa dia mantan istri CEO yang jarang terlihat??"     

"benar nggak sih?"     

"kalau iya mati aku," Jou memegangi kepalanya.     

"tenang cuma mantan istri,"     

-Dengungan sialan- bahkan Aruna bisa mengumpat di dalam hati.     

Dunia sedang tidak berpihak padanya sejak pagi. Bagaimana bisa dia yang tiap malam di peluk dan di manja, pagi harinya di cibir sebagai mantan istri saja. Apa mereka tidak tahu, CEO super sibuk itu tiap malam bertekuk lutut memohon bisa menikmati dirinya.     

"Siapa bilang aku mantan istri Mahendra," suara Aruna mengejutkan seluruh ruangan.     

Timi dan Dea saling melempar tatapan kebingungan mereka. Aruna bisa juga menunjukkan jati dirinya yang sering kali dia tepis dan seolah sebagai beban selama ini.     

Siapa pun dalam lingkaran kehidupan Aruna pasti tahu, gadis ini tidak mau dikenal sebagai bagian dari keluarga Djoyodiningrat. Apa lagi mengandalkan nama suaminya. Tapi hari ini dia mengatakan bahwa dia bukan mantan istri Mahendra, menggunakan intonasi suara yang mantap, seolah ingin membuka mata seluruh karyawan yang tengah berada dalam ruangan produk design.     

"Tapi CEO kita akan melangsungkan pertunangan?" salah satu dari mereka bertanya-tanya.     

Spontan dua alis Aruna menaut.     

"Aku rasa aku tidak salah baca, tiket masuk pesta tiga tahunan Djoyo Makmur grup menuliskan pengumuman engagement sekertaris Anna dan Mahendra Hadyan," yang satunya menunjukkan undangan.     

Sedangkan kak Jou, supervisor yang tadi memarahi Aruna terdiam seribu bahasa. Lebih banyak berpikir dan kelihatan memijat kepalanya.     

"Undangan itu tidak akan berlaku," suara Aruna penuh keyakinan berbumbu percikan api.     

"Ah' aku malah berpikir mungkin -kah CEO kita akan menikahi untuk kedua kalinya??"     

"Bisa jadi,"     

Seolah konfirmasi yang Aruna usung dengan serius tiada guna. Hal tersebut sebenarnya sangat wajar, mengingat bukti fisik berupa undangan yang mereka pegang tak mungkin terhapus kan.     

"Punya dua istri bukan sesuatu yang mustahil di kalangan orang kaya negara kita, dari pada punya simpanan berjibun di belakang," ucapan karyawan laki-laki ini sungguh sialan. Tedeng aling-aling (tanpa filter).     

Mata Aruna melebar seolah mata itu akan keluar dari wadahnya, Aruna bersungut-sungut mendengar kalimat-kalimat mereka. Dea mulai perapat membuat gerakan mengelus lirih punggung sahabatnya.     

"Saya ingat, anda pernah datang ke kantor ini dua kali kalau tak salah, saya juga melihat anda di pesta BlueOceans. Aku yakin dia benar-benar istri CEO," perempuan yang tampak lebih berumur mencoba memahami keberadaan Aruna.     

Aruna tiba-tiba menyesal selama ini dia jarang bahkan hampir tidak pernah mengunjungi kantor Mahendra, apalagi berlagak sebagai istri calon presiden direktur Djoyo makmur grup.     

"Tapi, bukan kah di akun-akun gosip menyebutkan, em.. maaf, kamu yang mengajukan gugatan perceraian. Karena keberadaan Tania dan kabarnya kamu juga punya kedekatan dengan Em.. Danu Umar," celetuk berbaju violet.     

"Nah, tepat sekali, dia sudah menikah tapi masih memberi harapan palsu pada Danu Umar. Bahkan sampai bikin Kehidupannya berantakan, wajar kalau sekarang Suami resminya memilih punya istri muda," ini suara Vira memberi bumbu pedas di balik diskusi dan kasak-kusuk yang hangat.     

"Diam kau Vira!" Aruna yang sudah membara hatinya, melangkah maju.     

Pada langkah ke tiga, Dea menarik tangannya, tangan Aruna yang demikian berat untuk di tarik sebab perempuan ini benar-benar sedang di puncak rasa peningnya mendengar ocehan dari karyawan suaminya yang sedang salah paham sebab undangan yang dia resahkan.     

Timi ikut menenangkan, "Sudah! Sudah!" kata Tian alias Timi, "kalian juga, kenapa tidak bekerja, malah menghakimi istri CEO, kalau benar belum terjadi perceraian, ku pastikan kalian mati kutu," ucapan Tian ada benarnya, semua ini sungguh abu-abu. Engagement yang tertulis pada tiket masuk pesta 3 tahunan benar-benar nyata bisa dibaca. Sedangkan, wajah di hadapan mereka tidak salah lagi, itu adalah wajah istri CEO Mahendra yang jarang terlihat. Perceraiannya pun juga belum ada kabar kejelasan.     

Para pekerja di hadapan Aruna berbalik menghadap komputer mereka masing-masing. Menyisakan Aruna yang di susupi kalimat penenang oleh Dea.     

"Tenang Aruna, kalau mereka tahu kamu adalah segala-galanya di mata suamimu, mereka bahkan tidak akan bisa menatapmu," Ah' ucapan Dea sungguh obat mujarab. Menghentikan hati terbakar yang seolah ingin menjambak lagi rambut Vira.     

Karena hatinya masih mode buruk Aruna pamit pada Timi, ingin mencari udara segar sejenak. Anehnya tidak ada yang berani mengomentari keinginan Aruna. Termasuk Kak Jou si supervisor penanggung jawab utama mahasiswa magang, tertangkap meletakkan kepalanya di atas meja kerja, melengkung pasrah layaknya daun layu.     

.     

Perempuan berpenampilan standar ini berjalan mencari ruang kerja suaminya, dia masih ingat jelas ke mana dirinya harus melangkah.     

Karena saat ini perempuan yang emosinya sering kali meletup-letup tersebut sedang punya rencana, dirinya perlu membuat perhitungan pada karyawan yang berspekulasi bahwa dirinya akan di madu.     

Aruna seolah ingin mengadu dan ingin membuat perhitungan pada suaminya, kenapa undangan berisikan nama Mahendra dan Anna belum juga di bereskan.     

Aruna perlu mengancam Hendra, cukup menggunakan satu trik jitu 'nanti malam tidak akan ada mandi bersama', Hendra akan menuruti semua maunya.     

Aruna sendiri tidak tahu kenapa dirinya akhir-akhir ini jadi begini, kesulitan mengendalikan emosinya sendiri. Dan dia akui dia kian manja.     

Ketika perempuan ini berjalan santai menuju ruang kerja suaminya. Dia tahu ada seorang yang bertugas menerima tamu Mahendra, perempuan bernama Tita buru-buru mendekatinya.     

"Maaf, bos kami.." suara Tita menghentikan laju langkah Aruna. Giliran Aruna berbalik dan menampakkan wajahnya, "oh, nona? Anda mencari Pak Hendra?" Aruna mengangguk.     

"Jadwal beliau hari ini keluar kota, jadi tidak ada di ruangannya," kata Tita memberi penjelasan.     

"Nona!" suara lelaki berlari merusak komunikasi dua perempuan. Ternyata Herry datang, dia ngos-ngosan, seolah di kejar sesuatu atau mengejar sesuatu, "Haaah," desahnya sembarangan seperti melempar lelah, "Akhirnya aku menemukan anda."     

"Kau pengganggu!" cela Aruna.     

"Saya mencari anda seperti orang kesetanan, anda malah ngatain saya??" Herry tak habis pikir di hina pengganggu.     

"Aku akan menunggu suamiku di ruangannya," kata Aruna, sekali lagi ada wajah bingung. Tita menggaruk sudut lehernya melihat Aruna berjalan menuju ruang kerja Mahendra.     

"Herry," kata tita menarik lengan Herry, "dia bilang suamiku? Ah' aku bingung, bukankah pak Hendra dan nona itu sudah bercerai," wajah tita mengerut bingung.     

"Kata siapa? Malah saat ini aku menduga istri tuan sedang hamil, dia menyulitkan ku tiap hari, marah-marah tiap saat," kata Herry yang lagi-lagi di bikin pusing perempuan yang akhir-akhir ini mood nya naik-turun tak terprediksi.     

"Herry tunggu," Tita menghentikan Ajudan bosnya yang terlihat berlari memburu langkah perempuan yang kini menyusup pada ruang kerja CEO.     

"Apa?" tanya Herry.     

"beri tahu nona, Tuan belum tentu ke kantor hari ini, karena beliau resmikan pembangunan Dream City di kota sebelah, aku yakin acara seremonial seperti itu memakan waktu panjang," jelas Tita.     

***     

Suasana di depan pintu menjulang perpustakaan yang kabarnya paling artistik se-Asia Tenggara riuh ramai oleh gelombang besar awak media, pejabat publik, bahkan masyarakat umum yang sengaja di undang memadati pelataran perpustakaan.     

Pita memanjang berwarna merah membentang di hadapan Mahendra dan Riswan, termasuk pada sisi kanan Riswan. Berdiri istrinya; Camilla.     

---     

Ketiganya kini tengah bertepuk tangan setelah sambutan panjang lebar Riswan usai dan di susul sambutan pendek Mahendra yang tampil setelah di paksa Riswan membuat sambutan.     

"Cukup aneh, saya yang seharusnya berada di balik layar, sebab hanya berperan sebagai kontraktor utama proyek pembangunan Dream City di beri kesempatan dan kehormatan berbicara di sini," kata Hendra pada sambutannya.     

"Ah' apanya yang Aneh," Riswan sempat menyerobot ungkapan Hendra.     

"Tanpa DM construction tempat ini tidak akan terwujud, bukan hanya kendala dari berbagai pihak yang amat mengganggu dan hampir menghentikan terwujudnya Dream city, keuangan pun juga Anda bantu. Mulus tanpa ini itu," ungkapan Riswan sungguh dari hati. Dengan mata berbinar-binar mengamati tiap-tiap sisi yang tersaji di sekitarnya. "Dua tahun luar biasa," pekiknya di akhir cara Riswan menatap mata Hendra penuh rasa terima kasih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.