Ciuman Pertama Aruna

III-47. Hujan Pecahan Kaca



III-47. Hujan Pecahan Kaca

Setelah lelaki bermata biru mematikan handphone-nya. Dia mundur ke belakang, meraih lampu tidur yang berdiri cantik di atas nakas. Lampu menyala itu mati seketika, di tarik tangan Mahendra. Sejalan berikutnya dia genggam secara proporsional.      

Sambil melangkah, tangan kanan itu mencoba membuat gerakan membuka pintu perlahan-lahan.      

Pria bermata biru melempar senyuman pada siluet hitam. Karena merasa keberadaannya tertangkap. Siluet tersebut berlari ke sisi kiri menuju jendela yang gordennya bergerak-gerak di terpa angin.      

Hendra mengikuti langkah lari tersebut dengan jangkah lebar, tegas dan mantap. Tepat ketika seorang penyusup berjumper hitam meraih gorden Hendra mengangkat tangan kirinya dan mengayunkan sebilah lampu tidur ke arah manusia yang kedatangannya tak di inginkan.      

Suara "Brank" membuncah gendang telinga, suara tersebut hasil benturan antara pegangan lampu yang materialnya terbuat dari batuan marmer membentur sebagian besar punggung manusia, kemudian melanjutkan hukum inersia/kelembamannya[1] lalu melesat menerjang lapisan kaca jendela. Dan benda bening tersebut retak, terlepas dan tercerai berai, hancur seketika.      

Kaca jendela menjulang lebar menghasilkan potongan-potongan kecil berbahaya.      

Sedangkan manusia yang punggungnya terbentur benda keras jatuh ke lantai bersama luruhnya hujan pecahan kaca.      

Tubuh di balik jumper serba hitam tersebut berusaha mengamankan dirinya dari kaca-kaca yang menerjang. Dia meringku melindungi dirinya.      

Telah usai hujan pecahan kaca, si penyusup berusaha bergeser lambat setelah pemilik rumah ini kembali mengusung langkah lebarnya. Mata berwarna biru menyala dia antara temaram lampu, memang sejak Mahendra datang lampu bagian dalam Mansion ini seolah di matikan total kemungkinan oleh manusia tanpa identitas tersebut. Tadi Hendra sekedar menyalakan sebagian ketika dia memanggil nama istri dan ajudannya yang ternyata memang tak ada di dalam.      

Hendra berdiri di hadapan tubuh tersungkur yang mencoba bangkit yang sesaat berikutnya tertangkap memilih langkah mundur.      

Pemilik rumah ini menunjukkan dominannya. Ketika dia melihat gerakan, buru-buru mata biru meraih vas bunga di atas meja yang letaknya tak jauh dari TV LCD. Si penyusup yang terlihat masih membungkuk akibat punggungnya memar menoleh ke segala arah mencari segala kemungkinan prediksi langkah dan arah lari yang benar. Penyusup tersebut akhirnya memutuskan berlari menuju ke sisi kanan.      

Dan Hendra membuat lemparan untuk kedua kalinya, seketika si penyusup merundukkan, menyembunyikan tubuhnya di balik sofa.      

Suara pecahan vas memekikkan telinga. Yang kemudian mengawali lari selanjutnya. Dia menuju pantry secepat kilat. Hendra melompat menaiki sofa, lalu kembali mengusung lompatan turun menapak lantai.      

Jumper Hitam kebingungan, berusaha mencari celah. Dia harus pergi ke arah mana lagi?. Hendra yang sudah kian mendekat, mendapat perlawanan dari berbagai piring yang diterbangkan.      

Lelaki bermata biru melindungi dirinya dengan memanfaatkan kursi. Dalam remang-remang di persembunyian yang tenang. Ke duanya saling menyusun dugaan, gelap ini sungguh mencekam dan mengganggu.      

Penyusup yang berupaya awas tersebut bergerak memutar haluan, berusaha kembali ke jendela pecah di ujung sana, dia tak sadar manusia di balik kursi telah meninggal punggung kursi. Bergerak Lamat dan perlahan, mengitari meja memanjang yang merupakan bagian pentry.      

Mahendra menyergapnya, si Jumper kewalahan. Dengan punggung memar dirinya tertangkap sempurna dari arah belakang oleh tangan kanan Mahendra.      

Pria dengan mata cerah akan tetapi tajam menakutkan ini mencekik leher lawanya menggunakan lengan.      

Manusia tercekik dengan spontan mengerahkan seluruh tangan dan tenaganya untuk bergerak mencengkeram lengan yang menjeratnya.      

"Sebut pengirimmu!" Gertak Mahendra.      

"mudah bagiku untuk membunuhmu, sebutkan! Siapa orang yang mengirimmu," manusia tanpa identitas masih terdiam dengan nafas tersengal-sengal. Anehnya dia tak gentar oleh Mahendra.      

Hendra terlambat menyadari ketenangan tersebut mengusung sebuah gerakan tersembunyi, gerakan meraih sesuatu. Akibat terlambat memahami, dia juga terlambat melepaskan cekikan sehingga gerakkan secepat apa pun percuma.      

Sayang sekali, sesuatu yang teraih si penyusup ialah belati, dan dengan singkat punggung tangan Mahendra tergores oleh benda tajam tersebut.      

Ada yang menetes di balik cara Mahendra melepas jerat tangan. Dia yang mengucurkan darah berusaha menyeimbangi lawannya, membuka laci mencari pisau tapi tak ter dapati apa pun yang bisa dia gunakan.      

Keburu si penyusup kabur Hendra mengejar larinya. Pria ini melompat mengusung tendangan di punggung manusia berbalut jumper.      

Manusia sialan itu kembali tersungkur untuk kedua kalinya, terdengar suara mengaduh, dengan wajah meringis kesakitan. Nyatanya punggung terluka dengan tendangan yang menyakitkan belum mampu menumbangkan si Jumper Hitam memaksakan diri untuk berdiri kembali.      

Otomatis Hal pertama yang dilakukan Jumper kepada Mahendra adalah menerjangnya dengan belati yang tersedia. Dia mencoba membuat tusukan, sabetan dan terjangan membabi-buta.      

Si pria bertangan kosong terpaksa mundur meraih apa saja yang bisa di manfaatkan untuk menghalau lawan. Hingga lemparan semangkuk sayuran berkuah mendingin akan tetapi mengandung rasa pedas, terciprat sekujur kepala termasuk mata. Mata pedih pria di ujung sana menjadikannya tak fokus.      

Manusia tanpa identitas berusaha mengelap matanya berulang-ulang kali menggunakan ujung jumper sambil bergerak menyisih, berusaha sebisa mungkin melarikan diri.      

Hendra meraih kain di atas meja makan. Celemek putih dia putar menutup punggung lengan tangan yang menyajikan tetesan darah. Dia menjaga agar luka itu tertutup untuk sementara. Sehingga si penyusup yang berjalan menuju kaca jendela pecah bisa terhantam oleh tangan kanannya.      

Ya, Hendra meraih tubuh jumper hitam tersebut sebelum berhasil menggapai jendela terbuka. Sekali lagi sabetan belati terayun secara tangkas. Ayunan tangkas mendapat balasan tendangan kaki bersambung pukulan pada wajahnya.      

Belati terjatuh, penyusup mendapati bibirnya berdarah setelah pukulan Hendra berhasil merobek mulutnya. "benar kata bosku, kau benar-benar orang berbahaya." Katanya, bangkit menatap Hendra dalam gelap. Sembari menyusun kuda-kudanya dan kepalang tangan di depan dada.      

"Tuan muda Djoyodiningrat," Suara itu terdengar berani padahal sudah babak belur. "Aku penasaran sekali, sejauh mana dunia berpihak pada anda," Kembali dia mendesahkan kalimat aneh.      

"Aah.. kau mengenalku ya.." ucapan Hendra menamati musuhnya dengan rasa penasaran. "boleh tahu apa maumu?, mungkin saja aku bisa memenuhinya," kembali Hendra melempar sarkasnya.      

"Aku hanya tak beruntung," katanya menggerakkan tangan mendekat, "ingin sekali kubidik kelemahanmu, sayang sekali aku malah menemukanmu,"      

Mendengar ini mata Hendra kian menyala. "KATAKAN PADAKU SIAPA KELEMAHANKU!!" Hendra tersulut marah, ungkapan implisit tersebut mengawali pergulatan mereka.      

.     

.     

[1] Hukum Inersia atau Hukum Kelembaman benda disebut juga hukum Newton 1 ialah Setiap benda tetap dalam keadaan diam atau tetap dalam keadaan bergerak dengan laju tetap, kecuali jika diberi gaya total yang tidak nol. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa benda yang semula diam cenderung akan tetap diam, sedangkan benda yang semula bergerak cenderung akan tetap bergerak.      

Lampu tidur terlempar dan bergerak melesat mempertahankan inersia dengan terus melaju ketika gaya hantam punggung manusia belum mampu menghentikannya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.