Ciuman Pertama Aruna

III-56. Apa Jaminan Untukku?



III-56. Apa Jaminan Untukku?

-tunggu apa maksudnya ini?- Aruna merasa mulai digiring menuju sebuah pemahaman. Dadanya mulai berdetak, tak jadi lega.      

"Untuk itu izinkan Mahendra meminang Anna, punya istri lebih dari satu tak akan jadi masalah bagi seorang seperti kami," Wiryo menatap Aruna. Sedangkan gadis ini mengerjap-ngerjapkan mata, seiring rasa sesak menimpa dadanya seketika.      

Aruna tahu masyarakat akan menganggapnya wajar, terlebih Djoyodiningrat yang memiliki banyak perusahaan, belum lagi masuk jajaran keluarga dengan aset tak terhingga pasti dianggap wajar-wajar saja ketika istrinya dua.      

"Status Aruna opa pastikan sama, Aruna tetap sebagai istri pertama Mahendra," mata gadis di hadapan wiryo memerah sejalan dengan raut mukanya yang memasang ekspresi tertegun 'tak percaya'. Ya, Aruna tidak percaya dengan apa yang dia dengar.      

"Opa tahu hal semacam ini akan sulit untukmu, setelah mengambil keputusan besar dengan mempertahankan pernikahan. Kamu mau tak mau harus menerima kenyataan seperti ini, kami tidak bisa menunggu lagi," dia yang bicara mulai menyadari seseorang membuka pintu di belakang menatap Wiryo penuh kegusaran.      

"Aruna tak akan tertekan dengan tuntutan hamil serta melahirkan di usia muda, untuk itu kami masih bisa melanjutkan kuliah dengan lebih tenang, dan tetap bisa menjadi istri Mahendra, kakek tak akan lagi menuntut apa-apa," Wiryo melanjutkan kalimatnya walaupun Hendra sudah berada diantara mereka.      

"Jadi anda menginginkan cicit?" Aruna tidak memanggil Wiryo dengan sebutan Opa melainkan anda. Perempuan ini menyadari sedang terjadi negosiasi pelik di antara dirinya dan opa Wiryo.     

"Sudah hentikan! ayo kita keluar dari sini," Hendra berjalan mendekati istrinya, lalu meraih tangan Aruna. Lelaki bermata biru memang tidak tahu menahu, percakapan macam apa yang menjadi topik kedua orang di dalam ruangan ini.     

Namun, Hendra sangat sadar. Kakeknya Sudah barang tentu mendesakan permintaan diluar kewajaran. Sangat hafal Hendra dengan cara-cara yang terlampau sering digunakan kakeknya. Meminta secara paksa tanpa peduli perasaan orang lain. Sama dengan dirinya dulu.      

Anehnya Aruna tak mau pergi, dia mempertahankan diri duduk di tempat yang sama. Meminta tangannya dilepas oleh Mahendra, "anda menginginkan cicit sebagai penerus? Benar?" Wiryo tersenyum menjawab kalimat tanya Aruna.      

Di sisi lain Mahendra konsisten menarik tangan istrinya, "ayo kita pergi?! Tidak ada gunanya bicara dengan orang ini," ucap Mahendra gusar. Sungguh tak senang melihat Aruna tampak tersudutkan oleh kakeknya sendiri.      

"Lepaskan aku Hendra, Aku ingin bicara dengan kakekmu," Hendra memicingkan mata dan menyajikan raut muka tak percaya. Apa maksud aruna? hingga berniat mempertahankan diri di ruangan ini. Mahendra hanya tidak tahu, ada perempuan yang berusaha mempertahankan posisinya. Sebagai istri satu-satunya penerus tunggal Djoyodiningrat.      

"Jika kamu ingin mengganggu obrolan ku dan opa Wiryo, pergilah dari sini!" entah darimana Aruna belajar tegas dan tegar. Sepertinya mental Putri Lesmana kian terasah semenjak benar-benar memikul tanggung jawab sebagai istri Mahendra yang pasang surut melewati banyak kendala.      

Perempuan memang demikian, kian muncul ketangguhannya ketika dihadapkan pada posisi di mana dia tak ingin melepas haknya.      

"Kamu yakin akan ngobrol dengan.." Hendra hampir saja menyebutkan 'kakek tua keras kepala'. Tapi dia urungkan, sebab perempuan yang kini ditarik tangannya membuat isyarat agar dia duduk di sampingnya.      

"Duduk dan dengarkan, kalau kamu penasaran," Aruna melihat gerakan Hendra yang memutari sofa, "Tunggu! ambilkan aku minum," pinta Aruna berikutnya. Dan lelaki bermata biru menuruti tiap-tiap keinginan perempuannya, keluar sejenak dari ruangan dan meminta seseorang membawakan minuman.      

"Saya takut," ungkapan Aruna berikutnya membuat Wiryo mengernyit, "bukan takut karena harus kembali ke rumah ini, atau takut tidak bisa bertahan sebagai istri Hendra, apalagi takut dengan pernikahan kedua yang Anda tawarkan untuk suami saya," ada perempuan yang menarik nafasnya dalam-dalam, "saya takut, Mahendra, suami saya," tandas Aruna, "akan menyiksa batin istri keduanya. Lihatlah! Cucu Anda menuruti semua permintaan saya, tidak ada yang bisa menyangkal bahwa dia mencintai saya melebihi apapun.. bahkan melebihi kakek dan keluarganya," gadis ini menerbitkan senyum perlawanan.     

Wiryo mengangguk-ngangguk, hampir tak yakin Putri Lesmana secerdas ini sekarang. Dan tak yakin ternyata Aruna menunjukkan keberaniannya. Dulu, seingat Wiryo, perempuan mungil ini, selalu tertekan, ketakutan dan bersedih. hari ini seolah Wiryo bertemu perempuan baru.      

"Yah kamu benar," Wiryo menerbitkan senyum langkanya.      

"Tapi cinta bisa hadir seiring waktu, seperti antara kamu dan cucuku," tambah Wiryo mendesak kan kembali getaran yang mendebarkan dada Aruna.      

"setelah menikah dengan dua tanggung jawab, ku yakin Hendra perlahan akan memenuhi tanggung jawabnya," Entah apa yang terjadi ungkapan berikut ini seolah sengaja dilempar Wiryo untuk mengarungi seberapa dalam perubahan Aruna.      

"Aku tahu seseorang bisa berubah, cinta bisa berubah.." kalimat ini terhenti ketika tangan Aruna mendapati gelas berisikan air.  Aruna menatap Hendra, melempar senyum tanda terima kasih sedangkan lelaki bermata biru akhirnya memilih untuk duduk di samping istrinya.      

Wiryo mengamati dua anak manusia ini dan kembali menerbitkan senyuman langkanya. "Jadi bagaimana?" Sang kakek menyentil lagi.      

"Saya pun bisa berubah," kata Aruna meletakkan gelasnya. "Saya akan memberikan cicit untuk anda," ucapan ini terlempar dengan tegas. Mengusung gerakan dua mata saling bertautan antara kakek dan cucunya, lalu sang cucu membuangnya cepat-cepat ketika perilakunya menangkap bola mata sang kakek ketahuan.      

"Saya bahkan sudah memprogramkannya, bener nggak -Hen? Eh' mas Hendra?" Tangan Aruna mengelus-ngelus punggung Mahendra. Memberi tanda bahwa perempuan ini minta dijawab menggunakan kalimat positif.      

"Ya," ucap Hendra daftar, mata biru masih bingung karena belum mengerti arah pembicaraan.      

"Maka dari itu saya menolak permintaan anda," kembali kalimat Tegas yang unik muncul dari mulut Putri Lesmana.      

'Menolak' kata yang hampir tak bisa dipercaya Wiryo, Putri ajudannya ialah gadis penurut hampir tidak memiliki kosa kata penolakan. Aruna yang terbilang baik hati di mata Wiryo bisa juga menerbitkan kalimat-kalimat tegas dan tandas terkait penolakan.      

"Apa jaminan untukku," Wiryo meminta jaminan sama seperti Mahendra meminta kompensasi. Kakek dan cucu ini tak salah lagi, layaknya di sebut copy paste. Bicaranya punya nada dan intonasi yang hampir sama, pola pikirnya pun kadang serupa, tidak mau dirugikan dan selalu meminta kepastian.      

-Huh, kakek dan cucu sama saja- keluh Aruna di dalam hati.     

"Tak perlu jaminan karena saya sudah hamil," kata Aruna mengejutkan keduanya.      

"APA??" Hendra membuka lebar matanya, dia langsung memutar tubuhnya secara penuh menghadap Aruna, "BENARKAH??" seolah nyawanya belum terkumpul, dan Aruna ragu-ragu mengangguk, "Woo.. Aku akan jadi Ayah?? Oh ya Tuhan, haha," dia yang baru mendengarkan informasi terbelalak bukan main, memeluk dan menciumi wajah istrinya begitu saja tanpa peduli ada Opa Wiryo di depannya.      

Sebenarnya Wiryo sama berbinarnya, kelihatan sekali dia mengetuk-ngetukkan jemari tangannya di atas pegangan kursi roda. Tanda tetua tak tahan ingin menunjukkan ekspresi kebahagiaannya.      

Aneh, aneh sekali, ada kaki mungil menginjak sepatu Mahendra. Itu kaki Aruna. Hendra menautkan alisnya, "Apa maksudmu??" bisiknya.      

"Nanti ku beri tahu alasanku," mulut Aruna mengusung suara dengan getaran rendah, sangat lirih. Mendekati telinga Mahendra untuk berbisik.      

"Jangan bilang kau.." pria ini mendapat cubitan kecil di perut. Sebelum bibirnya melengkapi dugaan.      

"Kamu bisa mendapatkan jatahmu sesuai imajinasi liarmu, setelah keluar dari sini, aku mengizinkan tiga kali dalam sehari," rayu Aruna agar pria itu tidak marah, sebab isi kepala perempuan ini sudah buntu, dia harus menggunakan segala cara dan berbagai alasan, walaupun tak masuk akal. Tujuan utamanya supaya tak ada kesempatan untuk tetua Wiryo mendesakkan istri kedua bagi Mahendra.      

"Aku akan menyerahkan bayi ini, dengan satu syarat," tantang Aruna.      

"Apapun syaratnya," ucapan sederhana Wiryo mengandung makna berlapis-lapis terkait segila apapun, sebanyak-banyaknya pun keinginan Aruna akan dipenuhi Wiryo.      

"Tidak ada pernikahan kedua untuk suamiku, dan undangan pertunangan di tarik mundur hari ini juga," tandas Aruna.      

"Siapa juga yang mau menikah lagi," Hendra yang belum begitu paham sejak awal. Kini perlahan bisa mengerti. Akan tetapi masih belum terima dengan alasan Aruna yang pura-pura mengandung bayinya.     

"Baik," Wiryo memutar kendali kursi roda otomatisnya, lelaki tua tersebut menunjukan gerakan membuka laci kemudian kembali bergerak mendekati sofa Aruna dan Hendra.      

Beberapa lembar kertas disodorkan kepada Mahendra, "Kau bisa menandatanganinya sekarang," pinta Wiryo.      

Mahendra membacanya dengan seksama,  "Oh' yang benar saja!" Desah Hendra kesal, "bisa-bisanya anda menyita berkas ini," gerakan Hendra menggoreskan tinta pada kertas tertangkap kaku wujud kedongkolannya.      

Aruna yang penasaran, ikut membaca kop surat tersebut. ternyata isinya ialah surat persetujuan pernyataan pencabutan gugatan perceraian yang seharusnya diterima Mahendra langsung dari avokad -nya, tertahan di tangan Opa Wiryo.      

"Aku hanya ingin tahu seberapa seriusnya kalian kembali mempertahankan pernikahan," Opa Wiryo membela diri, mempertahankan argumennya.      

Setelah Hendra usai membuat goresan dengan pena. Wiryo kembali menyerahkan berkas lain yang jauh lebih tebal.      

Hendra menautkan alisnya, membaca lebih lama dengan aura keseriusan. Aruna yang penasaran kembali mendekati tubuh Mahendra, ikut menamati sambil membacanya.      

Presiden Direktur Utama Djoyo Makmur Group, pihak satu atas nama Wiryo dan pihak kedua atas nama Mahendra.      

.     

.     

.     

Novel saya di bawah GRATIS TIS!! NO GEMBOK, NO CUAN==>     

1. IPK : Inilah Perjanjian Kita, Antara Aku Dan Kamu     

2. CPLM : Mr. CEO, Please Love Me     

3. YBS: You Are Beauty Selaras     

4. S2A: SUAMI SEMPURNA: ALTHAR     

Dengan gaya menulis berbeda dimasing masing novel.     

INFO : Instagram @bluehadyan, grup WhatsApp 081216380697     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.