Ciuman Pertama Aruna

III-64. Pencuri Make Up



III-64. Pencuri Make Up

"Andai aku tidak ditunggu tim Thomas tak akan ku biarkan kamu berangkat sendiri, hati-hati ya sayang," suara nyaring melewati celah dan terdengar Aruna.      

"Hen.. kemana baju-bajuku??" Aruna tidak mendapatkan jawaban, walaupun kalimat tanya sudah ia ulang satu kali lagi. Perempuan tersebut mencoba keluar dari ruang baju, "Yah.. Hendra sudah berangkat," keluhnya.      

Perempuan ini akhirnya kembali memasuki ruang baju berdenah huruf 'm', dia pikir bajunya sedang dikemas pada tempat tertentu supaya lebih rapi. Sehingga sisanya  sekedar yang biasa itu pun tak banyak.      

"Kalau begini gimana aku bisa tampil cantik," Aruna meraih salah satu lalu memakainya sebelum dia keluar dari kamarnya mencari Susi.      

Giliran bertemu Susi dan menanyakan kemana bajunya dikemas, beberapa kali melihat ekspresi Susi kebingungan untuk membuat jawaban.      

Karena Susi tak bisa membuat pernyataan kemana baju-bajunya, Aruna melipat tangannya di depan dada, "kalau kamu nggak mau menjawabku, Terus aku harus tanya pada siapa?"      

Tak disangka Ratna yang berdiri di dekat Susi alias asisten rumah induk yang sejak awal sering kali keluar masuk kamar Aruna sebab mengemban tugas terkait kebersihan kamar tuan mudanya.      

Menyusupkan bisikannya ke dalam telinga Aruna, "nona baju-baju anda yang bagus bukan dikemas, maafkan saya dan yang lain, sebab baju anda diambil seseorang," lirih dan hati-hati asisten ini bicara.      

"Diambil?? Siapa yang mengambilnya?" Aruna menautkan alisnya.      

"Nona Nana," Ratna bicara pelan sambil mengangguk.      

"Ah masak? Buat apa bajuku?"      

"Entah," ucapan Ratna diiringi gerakan mengangkat kedua bahunya.      

"Mungkin dia pikir aku tidak akan kembali lagi ke rumah ini, daripada mubazir gitu kali," perempuan polos ini mencoba untuk positif thinking.      

"Tidak! Bukan begitu nona," susi secara mengejutkan ikut andil ke dalam komunikasi antara Ratna dan Aruna. Padahal tadi dia tidak mau bicara apapun, "ini bukan sekedar Anda tidak akan kembali ke rumah ini, soalnya bukan hanya baju, parfum, make up, terlebih pernak-pernik anda pun di-" celingukan Susi mengarahkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, lalu buru-buru mendekat membisikkan sesuatu di telinga Aruna, "Curi," ungkap Susi.     

"Ah' yang benar??"      

"Coba deh nona periksa sekali lagi benda-benda yang sempat nona tinggalkan,"      

Aruna melangkah cepat kembali menuju kamarnya, dia perlu mengkonfirmasi keterangan para asisten yang erat dengannya.      

Susi dan Ratna spontan mengikuti langkah nonanya.      

"Kenapa kak Nana sampai segitunya padaku?"      

"Nona Nana ingin merebut posisi anda, ini mudah sekali ditebak," Ratna membantu Aruna berjalan lebih cepat lalu membukakan pintu kamar ukiran khas Jepara.      

Dan semua penjelasan asistennya tidak meleset sedikitpun, Aruna terduduk lemas di ranjang. Dia belum pernah menemui perempuan model begini. Paling menyebalkan ialah Vira dan teman-temannya yang mulutnya minta di remas.     

"Apa yang spesial dari ku? sampai-sampai semua barangku diambil," ratap Aruna mencoba menetralkan gejolak pada dadanya.      

"Tuan Hendra amat mencintai anda, itu sebabnya semua tentang anda perlu ditiru dan di cari tahu," Ratna bicara sambil merapikan sisi-sisi berantakan hasil pemeriksaan sang nona.      

Susi yang terkategorikan sebagai perempuan atletis tersebut malah menampilkan ekspresi murung.      

"Kenapa Susi?" Tanya Aruna hanya dibalas dengan desahan nafas.      

"Setelah ini, segalanya perlu lebih berhati-hati karena saya pribadi tidak yakin nona Nana mau melepaskan tuan Mahendra begitu saja," ungkap Susi serius.      

Aruna tertangkap merenung, "nona Nana dan tuan Mahendra punya masa lalu yang perlu digali," suara lain menyusup diantara ketiganya. Bukan Susi dan bukan Ratna.      

"Tika??" Aruna kenal dia, sangat dekat, asisten yang menyiapkan segala kebutuhan Aruna, bahkan seringkali menghiburnya kala harus menghadapi masa-masa sulit, saat Hendra lebih banyak mengurungnya.      

"Nona. Akhir anda kembali." tika menyapa penuh haru. Kian haru ketika nona itu berdiri dan memeluknya.      

"Ah' jangan lakukan ini nona," Tika minta dilepas, tak seharusnya seorang asisten mendapatkan pelukan nonanya.      

Tika diperhatikan Ratna, tatapan memperingatkan etika berada di dekat nona rumah yang penuh aturan tak tertulis tersebut.      

"Tika, aku kangen mendapatkan bantuan make up darimu, Aku mau ke rumah ayah Lesmana, apa kau mau membantuku supaya terlihat paling cantik," pinta Aruna.      

"Tapi.. make up anda banyak yang hilang, tidak lengkap," jelas Ratna.      

"Bagaimana kalau saya ambilkan punya saya," Tika menawarkan.      

"Wah.. terima kasih," Aruna berseru senang.      

"TIKA!" Gertak Ratna, bagaimanapun juga Ratna ialah senior Tika. Mendengar gertakan Ratna, tika menunduk seketika. Memang tidak seharusnya hal semacam ini terjadi.      

"Pikiranmu kemana, mana mungkin nona menggunakan make up standar kita," Ratna menatap tajam Tika.      

"Kalau aku yang menginginkannya, bagaimana?" Aruna mencoba menengahi mereka.      

"Jangan lakukan itu nona, kami punya aturan, maaf sebaiknya saya dan Tika keluar dulu dari kamar anda. Sepertinya kami terlalu ikut andil ke dalam masalah pribadi anda," Ratna mendorong Tika keluar kamar.      

"Susi kenapa kamu nggak ikut keluar?" Aruna meraksa aneh.     

"Posisiku berbeda dengan mereka nona, Sebenarnya aku adalah ajudan perempuan. Semakin dekat dengan anda semakin baik."      

"Ada juga aturan macam begitu?" Susi mengangguk.      

"Ribet amat," protes Aruna, dulu Aruna tak begitu peduli pada tiap-tiap penghuni rumah ini, walau dia melakukan pengamatan, dirinya tak punya banyak keberanian,  tempat ini sangat asing dan menakutkan untuknya, "kalau gitu aku pinjam make up mu, lalu panggilkan Tika agar segera merias ku,"      

"Anda tidak layak mengenakan barang-barang kami nona, anda cukup mengatakan 'siapkan aku make up tipe ini tipe itu, kami pasti lekas berangkat menyiapkan pinta apa,"      

"Lalu aku harus bagaimana?"      

"Bagaimana kalau anda pinjam pada nyonya Sukma atau nyonya Gayatri," Susi menawarkan kemustahilan.      

"Mana aku berani," Aruna tidak yakin.      

"Mereka menyayangi anda," Susi meyakinkan.      

Aruna bergerak dan duduk di meja rias, memperhatikan dirinya pada cermin. "Dulu awal tinggal di sini, baju dan make up ku pemberian mommy Gayatri, apa tidak lancang aku meminjam benda-benda tersebut darinya?"      

"Asal anda tahu, nyonya Gayatri konsisten mendukung tuan muda Hendra kembali pada anda, di coba saja,"      

"Ah' masak,"      

"Aku tidak bohong,"      

"Saking konsistennya, kabarnya beliau membuat kesepakatan dengan tetua Wiryo,"      

"Sebentar, ceritamu kemana-mana membuatku pusing,"      

"Nyonya Gayatri berkenan menjalani treatment terapi dari tim Dr Diana, treatment yang ia tolak puluhan tahun hanya dengan satu syarat,"      

"Apa itu?"      

"Beliau minta kepada opa Wiryo agar memberi kesempatan pada istri tuan muda, berharap anda diizinkan kembali ke rumah ini,"      

"Apa penjelasanmu bisa aku percaya?"      

"Saya yang mengantarkan nyonya Gayatri treatment tiap dua hari sekali,"      

Aruna terdiam lama, "sebenarnya mommy Gayatri kenapa? Em.. maksudku beliau sakit apa?"      

"Apa.." ragu sang menantu berucap, "Hendra penyebabnya?, maaf, sehingga beliau bunuh diri di hadapan Hendra?"     

"Tidak sesederhana itu nona, kadang aku mendengarkan percakapan nyonya bersama tim Dr. Diana, nyonya Gayatri bunuh diri karena tetua Wiryo berencana mem-,"      

"Nona.. aku sudah mendapatkan make up untuk anda.." teriak bahagia Tika, "lihat! mirip punya anda dulu -kan'. Sini-sini aku make up anda, tapi jangan bilang-bilang senior Ratna, bisa di habisi aku," Tika bersemangat.      

"Kamu mendapatkan semua ini dari mana??" Tanya Aruna.     

"Aku mencurinya dari kamar nenek lampir," jawab Tika menumpahkan hasil jarahannya di atas meja rias kosong nona muda Djoyodiningrat.      

"Siapa lampir??" Susi penasaran.      

"Nona Nana -lah," jawab Tika santai.      

"APA???" serentak Aruna dan Susi syok.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.