Ciuman Pertama Aruna

III-33. Surat Pencabutan



III-33. Surat Pencabutan

_aku mau pergi ke kantor pengadilan Agama, mencabut gugatan sebelum para penyihir menyerang_ entah dari mana Aruna belajar bersiasat.     

"Coba lihat cermin sekarang," mendengar permintaan tersebut ada yang bergerak memutar tubuhnya ke arah kiri dan mendapati wajahnya tertangkap cermin, "Tidak 100% sempurna tapi lebih cantik dari pada uji coba perempuan marah," sarkas Hendra.     

Aruna tersenyum, "lumayan," memang lumayan mengingat riasan ini hasil tangan lelaki.     

"Kalau memang mau jalan-jalan sama Herry, tak masalah. Aku minta waktu di antar ke kantor sebentar," pria ini bicara sambil ikut serta membantu istrinya merapikan make up berserakan.     

"Aku belum bisa meminta bantuan yang lain menjemputku di tempat ini," dia yang tangannya telah usai merapikan kini berdiri di belakang istrinya. Membungkuk memperhatikan penampilannya sambil membenarkan letak dasi yang sejujurnya sudah rapi, "aku yakin istriku belum siap jika ketahuan tinggal denganku di mension ini, dan ujung-ujungnya pasti di minta kembali ke rumah induk," Hendra menjabarkan maksudnya.     

Aruna mengagumkan kepala, mengiyakan untuk mengantar Hendra sebelum menjalankan misi berikutnya.     

.     

.     

"Herry," mobil yang ditumpangi Hendra telah sampai di depan kantor pusat DM Group yang sekaligus hotel. Pria bermata biru sempat meminta kecupan sebelum keluar dari mobil yang mengantarnya.     

"ya tuan,"     

"Pastikan istriku makan siang, dia suka lupa," Hendra tahu Aruna sering terlena dengan aktivitasnya dan lupa dengan kebutuhan tubuhnya.     

"Baik.." Ujar Herry yang lagi-lagi mendapati adegan pria menyusupkan sebagian tubuhnya ke dalam mobil meminta kecupan. Ajudan ini memalingkan pandangan berusaha mendamaikan hati jomlonya yang meronta-ronta.     

***     

Akhirnya mobil ini melaju sesuai permintaan nona yang duduk di kursi belakang. Cukup mengejutkan ketika tadi Herry bertanya, nonanya menjawab ingin pergi ke kantor pengadilan Agama.     

Herry mendapati wajah gelisah dan harap-harap cemas sebelum kaki mungil Aruna menyentuh pelataran halaman kantor pengadilan Agama.     

"Apa nona mau saya temani?" tawar Herry menangkap raut gugup istri tuannya.     

"Boleh,"     

Seiring langkah Herry membuntuti nona bertubuh mungil ini, Herry baru menyadari nona berdandan hari ini.     

"Apa hari ini spesial?" tanya Herry penasaran.     

"Em.. biasa saja,"     

"Oh' saya kira anda punya rencana luar biasa," ujar Herry.     

"Kalau rencana luar biasa memang ada," perempuan ini sejenak terlihat menerbitkan senyumannya.     

"Oo begitu, pantas saja Anda terlihat berbeda,"     

"Aku berbeda?? Apa yang beda?"     

Herry membuat gerakan jemari memutar di seputar wajah.     

"wajahku," yang bicara spontan memegangi pipinya. "apa aku lebih cantik? Hendra yang memoles make up di wajahku," memegangi pipi masih berlangsung, bahkan ditambah senyuman menyipitkan mata.     

"Wo.. aku tak tahu tuan bisa sejauh itu," Herry tersenyum kecut, dia seperti menemukan manusia dengan kepribadian ganda seketika. Satu di takuti banyak orang, baik karyawan termasuk pesaing bisnisnya yang di luar sana. Dan satunya cukup menggelikan. Di balik karismanya yang dingin dan arogan, si tuan yang memang punya sisi menakutkan nyatanya lebih takut pada istrinya yang terlihat mirip gadis lemah tak berdaya.     

Mereka kini berdiri di depan resepsionis kantor pengadilan Agama. Aruna bertanya cara mencabut gugatan perceraian. Dan dia di beri kertas berisikan prosedur pencabutan perkara berlembar-lembar.     

Mulutnya langsung maju mencucuh duduk melas di lorong kantor pemerintahan tersebut dengan mata terfokus membaca prosedur pencabutan penggugat terhadap tergugat.     

"ternyata nggak semudah itu," gerutunya tertangkap telinga sang ajudan.     

"Apa saya bisa membantu?" tanya Herry yang akhirnya sadar, istri yang di cintai tuannya sedang berupaya menyelamatkan pernikahan dengan mencabut surat tuntutan.     

"Herry bantu aku, hari ini minimal aku harus memasukkan berkas permohonan pencabutan, jadi bantu aku ya, kita wira-wiri ke sana kemari,"     

"Oke," Herry ikut senang.     

Nona dan ajudannya menuju ke toko alat tulis.     

"nona, yang ini kertasnya??" pria yang bicara membawa satu pack kertas folio.     

"nggak segitu juga, aku cuma butuh beberapa lembar,"     

"Anda juga bisa salah, ambil segini buat cadangan," dan benar dugaan Herry. Setelah menemani nonanya duduk di cafe dekat kantor pengadilan Agama, istri tuanya sudah beberapa kali membuat gumpalan kertas yang menyiratkan perempuan tersebut sering kali salah.     

"Ah' aku bingung?" si polos sedang berujar pada ajudan, mereka sama saja, 'tidak punya pemahaman'.     

"Menurutmu apa alasan pencabutan gugatan ceraiku?" Herry ikut berpikir keras menemukan jawaban yang di ajukan nonanya.     

"Karena kalian sering berciuman," jawaban Herry seputar apa yang dia amati. Aruna menautkan alisnya mendengar ini.     

"Itu terlalu vulgar," dia melempar omelan kepada ajudan Mahendra.     

"Karena kalian akhirnya hidup bersama selamanya, Heppy ending," kembali Herry mengungkapkan idenya.     

"Terkesan mengada-ada mirip kisah Princess negri dongeng," omelan Aruna kembali terbit membantah ide Herry.     

Gadis ini mengamati tulisannya yang telah rapi dan sempurna kecuali alasan pencabutan gugatan perceraian.     

_________________     

Hal : Permohonan Pencabutan Gugatan     

Kepada Yth. Ketua Majelis Hakim Perkara No 21/yyy/2020/xxx     

Di Pengadilan Negeri xxx     

Dengan hormat,     

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :     

Nama : Aruna Kanya Lesmana (Penggugat)     

TTL : Jakarta, 22 November 1998     

Pekerjaan : Mahasiswa     

Alamat : xxx     

Dengan ini saya selaku Penggugat mengajukan pencabutan surat gugatan sidang perkara perceraian yang telah didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Jakarta tanggal 04 Januari 2020 dengan Nomor Perkara xxx/Pdt.G/2020/xxx antara :     

Aruna Kanya Lesmana Selaku Penggugat     

Melawan     

Mahendra Hadyan Djoyodiningrat Selaku Tergugat     

Surat Pencabutan ini saya buat dan saya ajukan di persidangan ini dikarenakan 'saya masih sangat mencintai suami saya, kami juga sudah kembali tinggal dalam satu rumah. Selain itu saya akhirnya sadar, bahwa suami saya sangat mencintai saya, dia semakin baik, saya bahkan merasa dia semakin tampan dan cukup menyenangkan karena banyak uang'.     

Demikianlah surat pencabutan gugatan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa ada paksaan dari pihak mana pun serta dapat dipergunakan sebagaimana mestinya;     

Kiranya Yang Mulia dapat mengabulkan permohonan saya ini. Atas terkabulnya pencabutan surat gugatan ini, saya ucapkan terima kasih;     

Hormat Penggugat     

Aruna Kanya Lesmana     

"Hahaha," Herry yang dari tadi berdebat masalah alasan, kini tak sanggup menahan tawa. Alasan nona Aruna lebih menggelikan daripada idenya.     

"Kenapa kamu tertawa," Aruna melirik Herry dengan tatapan aneh, "semua yang aku tulis sesuai kenyataan,"     

"iya.. saya.. saya tahu.." Herry mengatakan ini sambil masih terkekeh. Tuannya harusnya membaca ini, tentang istrinya yang begitu percaya diri mengatakan 'suaminya kian tampan dan menyenangkan karena banyak uang' Herry yakin pegawai pengadilan Agama yang nanti membaca surat ini pasti geli sendiri.     

"Anda kelihatan tak suka uang, mengapa mengatakan menyenangkan punya suami banyak uang," gurau Herry.     

"Karena hari ini aku akan menggunakan uangnya buat belanja," bicara Aruna sangat mantap.     

"Tapi sebelum itu kita pahami prosedur pencabutan gugatan dulu," kata Aruna kembali membuka kertas yang tadi diberikan resepsionis kantor pengadilan.     

Herry juga ikut membaca bagian yang ditunjukkan sang nona, "kasus anda masuk kategori yang ini -kan', nona?" Tangan Heri menunjuk pada sebuah tulisan.     

'Pencabutan perkara setelah tergugat memberikan jawabannya.'     

"kok kayaknya rumit begini," wajah Aruna lagi-lagi lesu.     

"kalau anda mengajukan surat permohonan pencabutan gugatan, kemudian surat diterima pengadilan agama, pengadilan agama akan melanjutkannya kepada pihak tergugat untuk menanyakan persetujuan, selanjutnya BLA BLA BLA," Herry menyimpulkan tulisan yang dia baca.     

"Hem.." ajudan ini berdehem. "mengapa kita tidak menemui pengacara tuan saja, pasti bakal di bantu memuluskan semuanya, apalagi anda berniat mencabut tuntutan, dia pasti senang bukan main perkara hukum yang dia tangani berhasil,"     

Tiba-tiba Aruna meraih gumpalan-gumpalan kertas berserakan yang ada di hadapannya. Dia lempar kertas-kertas tersebut kepada Herry secara bertubi-tubi.     

"Kenapa baru beri tahu sekarang! Hais!" nona ini kesal, dia sudah susah payah bikin ini itu. Dan ternyata ada cara instan, masalahnya ide tersebut baru terbesit di kepala Herry belakangan.     

"Ya maaf, aku -kan baru ingat," Ajudan ini bersembunyi di antara dua lengan yang dia angkat secara spontan untuk menutupi wajahnya dari serangan sang nona. Otaknya baru terkoneksi belakangan.     

"Kau dan tuanmu sama saja!! Hari ini sama-sama menyebalkan!!" Aruna ngomel-ngomel sepanjang gerakannya berdiri dan melangkah keluar cafe.     

"Antar aku ke avokad suamiku!" Perintah si sopan yang nada suaranya mendadak menyerupai bos Hendra.     

"Siap nona," Herry melirik sang nona yang raut mukanya kian sangar saja.     

.     

.     

__________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

1. Lempar Power Stone terbaik ^^     

2. Gift, beri aku banyak Semangat!     

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan     

Cinta tulus pembaca yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     

Biar makin seru bacanya follow Instagram => bluehadyan     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.