Ciuman Pertama Aruna

III-29. Foto Sekeluarga



III-29. Foto Sekeluarga

Ayah Lesmana segera bangkit dari duduknya menyapa Mahendra dengan cara terbaik, tertangkap usaha pria yang aslinya memang ramah tersebut berupaya menggiring langkah Hendra agar duduk bersama dengannya.     

Mereka duduk pada sofa tanpa meja yang terletak di depan ranjang Aliana.     

"Kak Anantha ke mana?" demikian Mahendra mencoba memecahkan kecanggungannya. Dia mengawali kata tanya ini dengan usaha ekstra.     

"Tadi pulang, rencananya mau jemput bunda," jawab Lesmana ringan dan percakapan berikutnya lebih bisa dikatakan basa basi dua pria yang berusaha agar saling akrab lagi seperti dulu.     

"Bagaimana kabar tetua Wiryo?" Ucap Lesmana membuka percakapan berikutnya.     

"Kakek baik, walau pun sekarang masih belum bisa berjalan normal seperti dulu," balas Hendra.     

"Apa ayah masih sering membuat ukiran,"     

"Ya.. berusaha mengisi waktu luang dengan kesibukan, cukup menyenangkan,"     

.     

Di sisi lain ada bisikan sang kakak memarahi adiknya, "kau ini!! Rapikan rambutmu!" Aliana risi terhadap tampilan Aruna.     

"Kakak nggak tanya bayi gemas lagi apa?" jeda Aruna seiring langkah kakinya menuju tas kakaknya.     

Putra Aliana butuh sedikit pertolongan, sebab mengalami kuning sesaat. Dia sudah tahu kondisi putranya dari suster yang sempat datang sebelum kehadiran Aruna.     

"ambil juga bedak Kakak!" gertak Alia, "Rias diri sedikit, masak nggak bisa?!, lihat suamimu serapi itu. Sedangkan rambutmu, ingin rasanya kakak potong saja. Dan lagi?! Kau tak ganti baju??" Alia menggerutu, lebih mirip ibu tiri.     

"Aku nggak bawa," desah Aruna dengan wajah di tekuk. Ia sedih dimarahi kakaknya serta sadar bahwa dia memang bersalah.     

"Udah tau mau menemani Kakak bersalin, masa nggak tahu harus bawa baju," Alia tidak habis pikir apa isi kepala Aruna.     

"Aku beneran nggak tahu kak," Aruna cemberut dimarahi kakaknya berlarut-larut.     

"Kalau suamimu dilirik orang lain baru tahu rasa," ada ancaman di nada Alia.     

"Sudah -tuh," suara yang di ucapkan Aruna kali ini lirih mirip gerutu kecil, dia menyadari kenyataan, akan tetapi tak kuasa mendapatkan omelan.     

"bawa tas Kakak! pergi ke kamar mandi! Perbaiki penampilanmu sana! mata Kakak sakit melihatnya," Aliana memang blak-blakan ketika memarahi adiknya. Disisi lain mulut Aruna bukan lagi tertekuk, Perempuan ini mencucuh, antara kesal dan malu.     

.     

.     

Ketika Aruna kembali, tampilannya tetap biasa-biasa saja. Dia tidak benar-benar mengaplikasikan make up Alia, alias belum sepenuhnya percaya diri bisa merias diri, dari pada tambah berantakan seperti uji cobanya yang masih saja gagal total. Dia memilih cara aman. Bedakan se-kenanya, lipstik sebisanya dan pakai minyak wangi.     

Padahal kakaknya saja berusaha tetap tampil sempurna paskah persalinan. kakak perempuan Aruna berdandan secantik dia bisa tatkala di jenguk kerabat dan sahabat.     

Ingin rasanya Alia kembali memarahi adiknya sebab tak ada yang berubah kecuali lebih rapi.     

Sayangnya ibu baru ini ter sibukkan dengan kehadiran putra kecilnya yang sejenak lalu di antarkan oleh perawat.     

Apalagi kini bunda dan kak Anantha juga baru tiba, membawa bekal lengkap dengan peralatan makan.     

Anantha yang masih canggung dengan Mahendra lebih memilih diam sambil terus bergerak menyusun makan keluarga.     

Anantha tidak sadar bahwa Mahendra lebih canggung darinya. Bagaimana tidak, saat ini seluruh keluarga istrinya yang sempat mengajukan gugatan perceraian terhadap dirinya berkumpul dalam ruangan yang sama.     

Hendra tidak menduga akan datang keadaan macam begini hari ini. Tadinya dia hanya akan menjemput Aruna dan menjenguk Alia sejenak saja. Sekarang malah di ajak makan bersama dalam keadaan yang tertangkap terlalu kaku dan saling sulit memulai keakraban.     

Lebih-lebih bunda Aruna sering kali meliriknya, mungkin ibu istrinya tersebut belum percaya pada penglihatannya sendiri. Menantu menyusahkan kembali datang mengisi kehidupan keluarga Lesmana yang mulai baru pulih di hantam perkara hebat akibat keberadaannya.     

Mulai dari suaminya kehilangan pekerjaan. Lalu putri tertuanya hamil di luar nikah, putri sulungnya sekedar di jadikan boneka penyembuh yang berujung pada sidang perceraian yang pelik. Dan baru-baru ini putra sulungnya kehilangan perusahaan yang dia bangun mati-matian.     

Apakah kali ini kehadiran menantu bermata biru, berakhir sebagai bencana berikutnya? Mungkin itu isi kepala bunda. Inilah kesimpulan sepihak yang di susun Mahendra.     

Hendra hanya membalas senyuman ringan tiap kali bunda Aruna mencoba mencuri lihat Mahendra. Dalam kondisi yang kalut ini sepertinya ada yang di cubit kakaknya agar membantu suminya yang sedang kesulitan.     

Aruna mengambilkan makan untuk Mahendra.     

"Jumlah piringnya tak sesuai, bagaimana ini?" Anantha akhirnya bersuara.     

"Ayah makan nanti saja, belum lapar," Lesmana mencari alasan supaya anak-anaknya makan lebih dahulu, dia bisa nanti-nanti, asal putra putrinya saling menikmati.     

"Nggak, ayah," suara Aruna selesai mengisi piringnya dengan masakan bunda, "Aku bisa berbagi sama mas Hendra," kata si bungsu duduk di dekat suaminya.     

Penghuni ruangan ini kecuali bayi kecil Alia, melirik cara Aruna yang santai tanpa dosa mencoba menyuapi cucu Wiryo yang sedang berbunga-bunga. Akhirnya ada kata 'mas' di depan namanya.     

Sempat ada senyum tak percaya diterbitkan bibir Lesmana, "Baiklah.. kalau itu mau putri kecilku,"     

Dan ibunda Aruna lagi-lagi kembali melirik Mahendra, agaknya dengan tatapan berbeda. Lirikan penasaran, Akankah cucu kolongmerat tersebut kali ini bisa membuat putrinya berbahagia?.     

Tanpa ada yang tahu bunda yang diketahui bernama Indah, sedang memerah. Di berkaca-kaca melihat Aruna si kecilnya yang sempat mengorbankan masa muda demi keluarga, terlebih sempat menjalani hidup yang penuh pilu akibat dijadikan alat penyembuh, kini tertangkap berbahagia.     

Hatinya sempat tercabik-cabik setelah beberapa kali mengetahui lelaki yang kabarnya sakit ini sepat berperilaku buruk terhadap putrinya.     

.     

"Ada apa Bun?" tanya Alia, "bunda senang punya cucu, hehe walau hasil kenakalanku. Bunda tetap senang -kan," ucap Alia percaya diri.     

"Kau itu ngawur," perempuan Jepara tersebut memukul ringan putrinya yang lebih superior di segala keadaan.     

"Sini biarkan bunda menggendong cucu ganteng," kata Indah meminta Aditya dan Aliana mengisi tenaga untuk bekal bergadang nanti malam.     

.     

.     

Hari ini mereka berfoto bersama sekeluarga, jelas dengan cara seadanya.     

Aditya dan Alia di tengah dengan Aditya memeluk putranya. Sedangkan bunda duduk di sisi kanan ranjang Alia di susul ayah Lesmana yang berdiri di belakangnya. Aruna dan Hendra menirukan posisi bunda dan ayah. Aruna duduk dan Hendra memegangi kedua pundaknya.     

Ketika telah siap semau giliran pengatur gaya berlari keluar mencari bantuan. Anantha mendapatkan perawatan pria yang berkenan jadi relawan. Kini giliran si sulung menyusup di antara mereka.     

Tanpa di duga pilihan Anantha ialah berdiri di sebelah Mahendra, keduanya sempat saling menatap. Ada yang ter cairkan tatkala tangan Anantha secara tiba-tiba merangkul pundak Mahendra.     

Hari ini satu di antara kumpulan manusia dalam tangkap kamera terlihat amat berbahagia, bukan Aditya dengan bayi menggemaskan yang baru lahir. Bukan pula Lesmana yang telah berdamai dengan putra sulungnya. Bukan pula Anantha yang akhirnya berhasil kembali di cintai adik-adiknya.     

Lelaki ini, lelaki yang mencari-cari makna keluarga di sepanjang hidupnya.     

Lelaki yang mengharapkan punya Ayah dan bunda secara nyata.     

Atau keberadaan kakak yang kabarnya menyebalkan, akan tetapi di penuhi rasa sayang di balik kebawelan dan amarah mereka.     

Lelaki itu pria dengan mata biru, sebiru lautan. Si pewaris tunggal yang kesepian, kini dia lebih sering menunjuk lesung pipinya yang kabarnya mahal untuk sekedar di tangkap mata. Tidak untuk hari ini, lesung pipi tersebut bahkan tertangkap kamera.     

Dia masih saja menyajikan senyuman setelah mendapat kiriman foto keluarga.     

"Sayang lihat, aku terlihat paling tampan di sini," katanya.     

"Yang benar saja!?" Aruna tidak terima padahal dia istri Mahendra, "Itu artinya kau mengatakan kakak dan ayahku nggak tampan dong?! Aku nggak setuju," ucap bibir mungil yang menggemaskan.     

Pasangan suami istri ini sudah berpamitan untuk pulang.     

Mereka sudah berada di tempat parkir mobil yang terletak pada basemen rumah sakit. Mobil hitam legam yang terparkir di kesunyian, segera di buka pintunya ... .... ..     

.     

.     

__________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

1. Lempar Power Stone terbaik ^^     

2. Gift, beri aku banyak Semangat!     

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan     

Cinta tulus pembaca yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     

Biar makin seru bacanya follow Instagram => bluehadyan     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.