Ciuman Pertama Aruna

III-26. Imajinasi Tanpa Batas



III-26. Imajinasi Tanpa Batas

"Praduga tak bersalah perlu kita pegang teguh. Sebelum membuat kesimpulan. Menurutku, semua kasus yang kamu tangani selalu punya celah dan potensi pengihanatan. Bagaimanapun juga motif dan masalah akan datang beriringan, aku lebih setuju ketika kita mengawali ini semua dari investigasi mu," Hendra mengarahkan tatapannya pada Vian, "terkait siapa saja yang berada di lantai D ketika kejadian berlangsung, yang terpenting kita perlu tahu di mana posisi mereka masing-masing saat terjadi ledakan," tidak ada yang memenggal kalimat Mahendra kali ini. Tiga orang yang menjadi lawan bicaranya paham, cucu Wiryo punya daya ketelitian yang luar biasa.     

Detik itu juga Vian membuka salinan kertas kalkir lantai D. Tiga orang yang telah terbiasa dengan keberadaan lantai D, menatap dengan biasa kertas kalkir tersebut. Berbeda dengan Mahendra yang memicingkan matanya dan bergerak lebih mendekat.     

Cukup gila mengetahui sketsa yang lebih layak di sebut maha karya, tentu saja buah dari kecerdasan Riswan sebagai arsitektur -nya sehingga berhasil menangkap keinginan Wiryo si empu dari ide imajinasi tanpa batas ini.     

Mahendra menatap sketsa ruang-ruang lantai D secara menyeluruh untuk pertama kalinya. Ternyata ruang bawah tanah tersebut punya 3 pintu; yang satu tentu saja di bawah lift Djoyo Rizt hotel, untuk pintu ke dua pada salah satu icon tower tepatnya pada basemen kantor pusat anak perusahaan Djoyo makmur grup, dan pintu terakhir terletak pada sebuah tempat yang berada di tengah-tengah Djoyo Rizt Hotel dengan gedung pencakar langit pusat anak perusahaan Djoyo makmur grup. Perumahan mewah yang kontraktornya DM construction, dan penghuninya rata-rata karyawan Djoyo makmur grup itu sendiri.     

Bisa jadi, sebagian besar penghuni lantai D juga tinggal di sana. Sebab Leona yang dulu di datangi rumahnya oleh Mahendra, tinggal pula di perumahan tersebut. Hendra menemukan pemahaman barunya. Mungkin, mobil rusak yang menjadi barang bukti kecelakaan kakeknya juga dibawa menuju lantai D melalui tempat tersebut.     

.     

.     

Malam ini mereka berempat bicara sampai larut, Vian juga memaparkan posisi masing-masing pimpinan lantai D berada, ketika kejadian berlangsung.     

Thomas di duga masih berkutat dengan kesibukan di dalam ruang kerjanya ketika kejadian berlangsung, mengingat tim investigasi Eksternal tersebut mendapat luka paling parah. Sebab letak ruang kerja timnya tepat bersebelahan dengan ruangan Vian.     

Raka, kira-kira berada di ruangannya yang mirip arena pelatihan bela diri. Kemudian dia berlari memeriksa Ruang kerja Vian setelah mendapatkan kabar bahwa sisi TV mati, tepat dengan kejadian lampu di sekitar ruangan Vian padam, untuk itu Raka juga memiliki luka yang serius. Akan tetapi tidak separah Thomas.     

Sedangkan Pradita di kabarkan tidak berada di dalam lantai D ketika kejadian berlangsung, dia bergerak cepat menuju lantai D sesaat setelah mendapatkan telepon dari anak buahnya, terkait sabotase sisi TV yang tak bisa tertangani. Pradita yang ternyata tinggal di salah satu kamar Djoyo rizt hotel lantai satu langsung saja menuju server utama.     

Kabarnya pimpinan IT ini menemukan kejanggalan dengan terpotongnya beberapa kabel yang menghubungkan server utama. Buru-buru dia menuju ruangan khusus setengah lingkaran dan mengendalikan ledakan dengan memanfaatkan meja yang mengusung sekala besar informasi. big data analytics hasil karya gilanya dan tim.     

Pradita mengunci kerusakan, agar cukup di seputar ruangan Vian. Sehingga Pradita sempat di kabarkan hilang dalam kondisi penuh kekacauan.     

Pradita keluar paling akhir, dia keluar dari basemen gedung pusat anak perusahaan Djoyo makmur grup. Karena, ruang setengah lingkaran yang mengagumkan itu berada tepat di bawah gedung tersebut. Pradita juga terluka, akan tetapi tidak separah dua pimpinan lantai D yang lainnya.     

Sedangkan Vian, perginya pria ini dari ruang kerjanya, tampaknya sudah ditunggu-tunggu pelaku. Agaknya pelaku tahu dengan detail kebiasaan Vian. Hari itu tanggal di mana Vian akan punya agenda keluar kota mengunjungi makam keluarganya.     

Vian memang tidak berada di sana, dia baru datang kembali setelah tiap penghuni lantai D berlarian keluar. Mendengar tempat kejadian adalah ruangannya, malam itu juga Vian meminta anak buahnya memeriksa data absen kunjungan lantai D dan menutup pintu akses lain selain basement. Sehingga dirinya bisa memeriksa siapa saja yang keluar dari ruang bawah tanah tersebut.     

Mahendra mendengarkan dengan intens penjelasan Vian, berbeda dengan tetua Wiryo sekaligus Andos yang terdengar beberapa kali mengajukan pertanyaan.     

Mata biru bahkan menatap mimik wajah Vian ketika berbicara. Calon penerus Wiryo, perlu memastikan yang sedang berbicara dapat dipercaya.     

Pembahasan mereka yang lain terkait renovasi lantai D. Lantai bawah tanah itu harus segera di renovasi. Walaupun kini perlahan sudah bisa dihuni kembali kecuali ruangan Vian dan sebagian ruangan Thomas.     

Mahendra tentu saja akan mengunjungi Riswan setelahnya. Sepertinya hanya pria itu yang bisa memimpin renovasi lantai dengan ide konstruksi di luar nalar.     

Pantas saja tiap-tiap bangunan dream city sering kali sketsa Arsitekturnya di revisi berulang, bahkan di tolak mentah-mentah oleh Riswan. Padahal arsitek yang merancangnya ialah teman-teman dan bawahannya sendiri kala masih di DM construction.     

.     

.     

Mahendra tampak lelah setelah mengikuti agenda dadakan kakeknya. Ini sudah dini hari, lelaki bermata biru tetap berdiri mengenakan Coat-nya dan kembali menggenggam kunci pada tangan kiri.     

Hendra masih berharap bisa segera menemui istrinya. Mungkin gadis itu kini sedang bercengkerama dengan keluarganya yang harap-harap cemas menunggu cucu pertama.     

Mahendra benar-benar berharap segera hadir di sana. Pasti kedatangannya akan membawa suasana berbeda. Mungkin saja dia akan bertatap muka canggung dengan Anantha. tapi kali ini bukan Mahendra yang terpojokkan oleh rasa bersalah, akan tetapi Anantha itu sendiri.     

Tentu cukup seru menamati Anantha pada mode itu. Dan yang paling membuatnya haru biru adalah berjumpa kembali dengan ayah Lesmana yang ternyata di akhir perjumpaan mereka dulu, Ayah perempuan yang mengobrak-abrik hatinya menyerahkan putrinya dengan tulus ikhlas kepada dirinya. Mahendra sudah keburu menyusun se-rangkai-an ekspresi kebahagiaan.     

.     

"Mau ke mana kau?" sekali lagi suara Wiryo merusak segala-galanya.     

"huuh," ada embusan nafas lelah dari mulut Mahendra, "aku mau pergi ke mana itu urusanku, aku tidak mau berdebat dengan anda. Aku tahu anda lelah, aku juga lelah," demikian Mahendra yang spontan membalik tubuhnya menghadap tetua Wiryo mengeluarkan kata-kata kurang mengenakan.     

"Kalau kau lelah harusnya kau tidur," Andos yang berada di belakang kursi roda hitam tetua diminta memastikan pintu utama rumah induk terkunci rapat, "bukan berkeliaran seperti remaja," Wiryo memutar kendali kursi rodanya dan bergerak perlahan secara otomatis.     

Hendra yang kecewa melepas kembali coat-nya dan hampir saja benda itu dia lempar ke punggung kakeknya. Andai pria ini belum berubah, hal itu mudah saja terjadi.     

"Kakek anda ingin anda istirahat, jangan marah," Andos menepuk pundak Mahendra, "sudah dini hari, esok masih ada waktu. Itu, yang maksud kakek anda," Andos bahkan sempat memasang senyum yang tak cocok dengan kontur wajah garangnya.     

.     

.     

__________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

1. Lempar Power Stone terbaik ^^     

2. Gift, beri aku banyak Semangat!     

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan     

Cinta tulus pembaca yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     

Biar makin seru bacanya follow Instagram => bluehadyan     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.