Ciuman Pertama Aruna

III-21. Misi Terbaru



III-21. Misi Terbaru

Sepasang suami Istri telah melaju membawa mobil Surya yang di kendarai sendiri oleh Mahendra, senyum pria ini terbit melukiskan raut wajah cerah semeringah setelah jemari istrinya berhasil menghantarkan lagu yang menjadi kenangan mereka dulu.     

Just The Way You Are, Bruno Mars adalah segala-galanya yang ada pada Aruna di mata Hendra. "Kau tidak akan bernyanyi lagi untukku?" Goda sang perempuan.     

Hendra mengetuk-ngetukkan tangannya di antara cara dia mengendalikan arah mobil yang mereka tumpangi, "Aku tahu diri, menyanyikan lagu untukmu bukannya membuatmu tersentuh, tapi malah tertawa," Hendra sadar suaranya tidak merdu.     

"Aku suka.." kata Aruna.     

"Suka menertawakanku, -iya," kembali dia menoleh pada istrinya.     

"Aku suka semuanya," kembali Aruna melempar kata.     

"Semua? Maksudmu?" lelaki ini tidak paham bahwa semua adalah segala tentang dirinya. Dia yang menggunakan otak kiri sebenarnya jauh lebih dari mengerti tiap-tiap kata yang di ucapkan Aruna. Hanya saja dia tidak memiliki rasa percaya diri. Kadang masih ter sabda sebagai pelaku dari kisah 'seorang yang jatuh cinta sendirian'.     

"Semuanya, semua yang ada pada lelaki bernama Hendra aku suka. Kecuali kalau.." belum usai kalimat ini di ucapkan ada yang memenggal sembarangan.     

"Kata semua tidak menyimpan kecuali," dia melirik Aruna yang tersenyum sambil menatap jalanan kota, "jika masih ada kecuali namanya 'sebagian' bukan 'semua'," orang yang tidak pernah atau bahkan jarang berkomunikasi dengan Hendra pasti bakal menganggap pria ini pemaksa kehendak, arogan dan hanya mau menang sendiri. Yah, terkadang pikiran semacam itu tidak bisa terelakkan.     

Akan tetapi bagi mereka yang bisa meluluhkan jarangnya Hendra bicara, bakal tahu pria ini hanya hobi mempertahankan argumentasinya. Begitulah para pengguna otak merangkai kata, sedikit menyebalkan. Sebab tidak jarang mereka tanpa hati untuk merasa-rasakan sudut pandang lawan bicaranya.     

"Baiklah, aku menyukai sebagian. Andai kamu mau membuka sedikit saja pemahaman untukku.. tentang hal-hal yang kau sembunyikan. Aku akan mencintaimu seutuhnya," kalimat Aruna menyulut pria di sampingnya untuk merangkai kata yang tepat.     

"Aku tidak pernah menyembunyikan apa pun, kau sudah sering melihatku tanpa kain yang membungkusku, aku utuh untukmu," Hendra berbangga bisa menimpali kalimat Aruna.     

"Lalu ini apa," dan gadis itu memegangi kertas persegi panjang dengan ekspresi kegetiran.     

Hendra menelisiknya, menyahut kertas itu. "kau dapat dari mana?" kata tanya Hendra setelah berhasil mengamatinya. Ini undangan pesta tiga tahunan perusahaannya.     

Aruna memalingkan wajah kesisi kiri menyembunyikan raut muka kecewanya, "Dea, melepas jas Pak Surya dan benda itu jatuh dari saku jas Pak Surya,"     

"Ini undangan pesta tiga tahunan perusahaanku, kau mau datang? Aku akan suka jika kau datang," Hendra tidak membuka isinya. Dia hanya mengamati sisi depan undangan itu.     

"kau ingin aku merestuimu?" kata tanya membingungkan.     

"Oh, aku tidak punya pilihan lain. Menjadi presiden direktur adalah garis hidupku," jawab Mahendra.     

"Jadi dia yang akan mendampingimu, sedangkan aku yang jadi simpananmu?" Hendra meraba pemahaman di balik susunan kata Aruna. Pria ini membanting mobil ke sisi kiri sehingga menepi untuk terdiam beberapa saat.     

"siapa yang akan menjadikanmu simpanan? Kau satu-satunya istriku," suara Hendra sedikit bergetar. Pria ini paling takut dengan ekspresi Aruna yang seperti itu. Mirip teka-teki yang terdiri dari rentetan kode-kode yang sulit dipecahkan.     

"Lalu Nana, sekretaris itu mana mungkin jadi simpanan. Pengukuhan kalian bakalan di aminkan seluruh lapisan perusahaan Djoyo Makmur grup?" Aruna tak lagi melihat sisi kiri dia menunduk menautkan jari-jarinya, perempuan ini menyajikan siksaan,     

"Padahal aku sekalipun tak pernah di izinkan mengenal dunia kerjamu, hanya di sembunyikan di rumah induk sekarang di sembunyikan di mansionmu. Apa aku tidak punya kapasitas yang layak sebagai pendampingmu di luar sana?" ada yang membuka undangan dan membacanya dengan sesama, seiring kalimat ini di gulirkan perempuan yang mempertanyakan posisinya.     

Hendra mencoba meraih rambut Aruna untuk menenangkan, niat Hendra dirinya akan mendamaikan hati yang terbakar itu. Nyatanya si perempuan menyingkir memberi isyarat dia sedang tidak mau di sentuh.     

"Ini kelalaianku, aku kurang cepat sebab terlalu sibuk," Hendra membuat pernyataan berharap di pahami.     

"Sudah jadi undangan, bukan kelalaian sederhana," Aruna membuang mukanya lagi.     

"Akan ku urus ini, percayalah.. pertunanganku dengan Nana tidak akan pernah terjadi" agaknya Hendra belum berhasil meluluhkan hati membeku istrinya.     

Mobil ini kembali berjalan. Pengemudinya terlihat meremas undangan di balik caranya memegang kendali setir dan sesekali mengintip raut wajah sang istri yang konsisten terdiam.     

"Aku akan langsung menemui kakekku. Maaf, jika nanti pulang agak telat. Hari ini ada jadwal makan malam bersama keluargaku. Akan kupastikan pertunangan tidak terjadi," Hendra turun dari mobil berbicara sambil membuntuti istrinya yang berjalan cepat mendahuluinya.     

Baru juga masuk, Aruna belum mau menatapnya gadis itu terus saja berjalan lalu membuka pintu kamar dan ketika Hendra mengikuti langkahnya. Pintu kamar di tutup.     

Pria ini mencoba mengetuk dan menggerakkan-gerakkan hendel pintu. Sayang sekali pintunya benar-benar di kunci.     

_Dia Marah_ gumaman itu menunjukkan kepekaan lelaki bermata biru. Ada desahan nafas yang terdengar dari mulut Mahendra, sambil mengetuk pintu menyajikan ritme ringan berupaya meluluhkan.     

"Sayang.. buka pintunya., Apa kau tidak ingin berpamitan denganku?" Hendra masih berupaya. Marahnya Aruna jarang terjadi akan tetapi sekali dia terdiam dalam kemarahan perempuan ini mampu meremukkan hati.     

"Sayang.. aku berangkat ya.."     

Tidak ada jawaban.     

"Herry akan datang menjagamu, jangan menungguku, tidur yang nyenyak," Hendra tidak tahu yang di dalam sedang meringkuk di balik pintu sambil menangis.     

Gadis ini membuat penafsiran yang salah, dia berpikir diri kurang layak menjadi pendamping Mahendra. Untuk itu dirinya cukup di sembunyikan dan tidak perlu tahu apa-apa.     

"Aku mencintaimu.. kau yang paling utama, aku akan menyelesaikan kesalahan ini," ketukan pintu ber ritme menghilangkan agaknya Hendra sudah pergi.     

Menyisakan Aruna yang berjalan mendekati meja rias dan duduk di depan cermin. Gadis ini mengusap air matanya. Lalu membuka laci-laci nakas. Mengeluarkan lipstik, foundation, bedak dan seputar peralatan make up.     

Sang perempuan yang jarang peduli dengan penampilan mencoba merias dirinya.     

Agaknya melakukan hal baru sungguh tidak mudah, sudah berulang menamati tutorial, berulang menghapus, dan mencoba lagi. Sayang sekali hasilnya begitu-begitu saja, tidak lebih cantik dari dia tanpa make up.     

Perempuan ini tertangkap menyerah, melempar alis mata diatas susunan peralatan make up sembarangan.     

Terdiam cukup lama, kemudian meraih handphone. Menyusuri foto dirinya dengan Mahendra.     

Foto malam-malam yang mereka lewati bersama. Pada layar sentuh tersebut tergambar lelaki bermata biru dan dirinya di balut selimut tebal berwarna putih dengan corak bunga Lily.     

Hendra bersembunyi di lehernya menampilkan satu mata biru cemerlang yang melirik kamera, sedangkan pengambil gambar swafoto alias Aruna sendiri menyuguhkan senyum geli efek perilaku lelaki bermata biru.     

_aku tidak bisa seperti ini terus_ perempuan ini menghapus make up berantakan.     

_Praktek Kerja Lapangan di kantor Hendra, Ah' tepat sekali_ Aruna menutup lipstik dan bedak yang tergeletak berserakan. Perempuan bermata coklat perlahan merapikan kembali make up yang sempat jadi tumpuan kemarahannya. Dia bahkan sempat mengutuki benda-benda mati yang tak layak di salahkan.     

_Aku harus bersinar di tempat itu, akan kurebut perhatian Hendra, lihat saja_ perempuan ini membangun keyakinannya sendiri.     

_Tapi nggak bisa make up! Huuh_ Aruna sudah menyelesaikan caranya membersihkan meja rias. Entah apa yang terjadi seolah seluruh tubuhnya menuntunnya bergerak mendekati almari lalu membukanya lebar-lebar.     

_Baju-bajunya terlalu bisa!_ perempuan ini memarahi dirinya sendiri. Lalu dia ingat lemarinya pada lorong-lorong baju rumah induk Djoyodiningrat. _Harusnya seperti itu bajuku nanti! waktu bekerja sebagai karyawan Djoyo Makmur grup_ Aruna tidak sadar baju-baju di tepat yang dia bayangkan sudah hilang sebagian di ambil Nana.     

Gadis ini lelah sendiri lalu duduk di atas ranjang. Memikirkan apa yang secepatnya perlu di usahakan.     

_Ingat! Kau adalah istri Mahendra! Kau adalah Nyonya! Nyonya muda!_ perilaku memarahi diri sendiri sedang terjadi saat ini.     

_Nyonya muda Djoyodiningrat, apa yang bisa kamu lakukan supaya suamimu tidak di ambil perempuan lain??_ kalimat tanya kepada diri sendiri ini tiba-tiba menggelitik perutnya sendiri. Aruna tertawa geli, lupa dengan marahnya. Dan berganti dengan misi terbaru setelah terbukanya sudut pandang baru.     

.     

.     

__________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

1. Lempar Power Stone terbaik ^^     

2. Gift, beri aku banyak Semangat!     

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan     

Cinta tulus pembaca yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     

Biar makin seru bacanya follow Instagram => bluehadyan     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.