CINTA SEORANG PANGERAN

Izinkan Aku Nizam, Please !



Izinkan Aku Nizam, Please !

Alena memekik kesakitan karena merasakan gerakan mulut Nizam yang menghisap berubah menjadi menggigit. Nizam melotot dengan gigi masih mengetat di puncak dada Alena dan agaknya saking kaget Nizam sama sekali tidak berniat melepaskannya. Alena sampai merenggut rambut Nizam lalu memijit hidung mancung bagai tugu monas itu. Karena hidung di pijit otomatis mulutnya terlepas. Ketika Nizam mau bersuara, Alena buru – buru membungkam mulut Nizam dengan ciumannya yang buas.     

Lidah Alena mencari – cari lidah Nizam lalu memilinnya. Nizam tidak membalas ciuman Alena. Ia masih shock dengan kata – kata Alena. Bagaimana bisa Alena berkata hal yang menakutkan seperti itu. Apakah Alena sedang bercanda atau bagaimana. Nizam menjadi kebingungan jadi Ia sangat ingin mendengar penjelasan dari Alena.     

Tetapi Alena terus membenamkan mulutnya ke bibir Nizam dan membuat semua perkataan Nizam jadi tertelan di tenggorokannya. Nizam memegang kepala Alena dan berusaha menariknya dari mukanya. Dan Nizam ingin ciuman ini berakhir     

Setiap Nizam mau melepaskan bibirnya, Alena kembali memagutnya. Mata Nizam terus melotot dengan tangan yang tetap berada di kepala Alena. Alena tahu kalau Nizam ingin melepaskan ciumannya. Tetapi alih – alih dia mengikuti keinginan Nizam, Alena malah mendorong tubuh Nizam agar terbaring di sofa. Tangannya sibuk membuat Nizam lupa dengan kemarahannya.     

Dengan terampil tangan Alena melepaskan kaitan celana Nizam dan dengan menggunakan kakinya Ia berusaha melepaskannya dari tubuh Nizam.     

Nizam masih tidak ingin melayani maksud dari Alena. Ia tahu Alena sedang mencoba meredakan emosinya dengan mengajaknya bercinta. Tetapi Nizam masih menahan perasaannya. Kata – kata Alena sangat mengejutkan dirinya.     

Nizam masih sangat geram mendengar kata – kata Alena, Ia berusaha untuk bangkit dan melepaskan jeratan tubuh Alena. Tetapi jemari Alena malah menyusup dan lalu mencengkram tubuh Nizam bagian bawah lalu mengelusnya dengan lembut. Nafas Nizam mulai memburu keras. Ia jadi bimbang antara ingin marah dengan meluapkan emosi atau dengan meluapkan gairahnya yang mulai bangkit karena Alena.     

"Alena kau jangan macam – macam " Suara Nizam mulia mengerang dengan nafas memburu. Alena berkata sambil mencium kening lalu turun ke mata kiri dan kanan. Ke hidung yang teramat mancung dan terakhir di bibir. Nizam memejamkan matanya yang indah.     

"Aku hari ini melakukan apa yang seharusnya kulakukan. Qudratulloh.. Aku selamat. Aku tidak ingin kau khawatir, jadi biarlah Aku menurunkan sedikit emosimu.. Izinkan Nizam.. Please !! " Kata Alena sambil menurunkan ciumannya ke dagu Nizam.     

Sesaat muka Nizam yang memerah karena amarah berubah menjadi merona. Tangannya yang kaku karena tegang sekarang gemetar karena hasratnya. Dan Ia akhirnya Cuma berbaring membiarkan Alena melakukan apa saja yang Ia mau. Tangan Nizam mengelus punggung Alena yang mulai basah. Bahkan Ia kemudian merapihkan rambut Alena yang terurai mengganggu gerakan Alena.     

" More faster Honey.." bisik Nizam.     

"I will.. As your wish.." Alena menjawab sambil melakukan apa yang Nizam suruh. Keringat mulai mengalir dari keduanya bagaikan aliran air dari surgawi. Bercinta bagi suami istri adalah saat waktunya beribadah yang paling menyenangkan. Setiap pahala mengalir untuk keduanya. Seorang istri hendaknya melepaskan rasa malunya dihadapan suaminya dan memasang kembali rasa malunya saat bersama orang lain.     

Nizam melihat muka Alena yang begitu menggugah hasratnya, Mata Alena yang bulat itu kini tampak sangat sayu dan mulutnya yang sedikit tebal itu mengerang tiada henti.     

"Kau sangat cantik..dan seksi.. " Bisik Nizam sambil menggigit telinga Alena. Alena malah bangun dan merubah posisinya menjadi duduk. Nizam semakin menegang.     

"Aku mencintaimu, Nizam.." Kata Alena dengan tulus. Nizam hanya menganggukan kepalanya sambil melenguh.     

"This is.. very great.." Kata Nizam sambil memegang pinggul Alena, lalu tangannya juga bergerak memegang dada Alena yang membuat Nizam semakin merasa terbang ke angkasa.     

Nizam sangat menikmati setiap gerakan Alena sehingga ketika Alena tidak tahan dan terkulai lebih dulu, Nizam langsung memutar posisinya dan Ia kini yang bergerak aktif membuat Alena kembali bangkit dan kembali bergerak bersama suaminya.     

Setelah beberapa lama akhirnya Nizam terjerembab di atas tubuh Alena lalu tubuhnya bergulir ke samping. Tubuh tegapnya itu bercucuran keringat. Alena merasa tubuhnya luluh lantak. Ia sudah mengalami kejadian buruk hari ini. Ia berlari dan berkelahi di hotel the Barries. Ia juga ke rumah sakit untuk menemui Pangeran Abbash. Sekarang Ia bercinta habis – habisan dengan Nizam. Ia menjadi teramat letih. Tetapi ketika matanya mulai terpejam, Alena mendengar Nizam bersuara keras,     

"Jangan coba – coba tidur, sebelum kau menjelaskan kepadaku, Apa yang terjadi ' Kata Nizam membuat mata Alena yang hampir terpejam kembali melotot.     

"Bisakah penjelasannya nanti setelah Aku tidur. Aku sangat mengantuk " Kata Alena sambil merangkul Nizam dan menyimpan kakinya di atas tubuh Nizam yang masih basah. Matanya kembali terpejam, Ia tidak dapat menahan rasa kantuknya.     

"TIDAK !! Jelaskan kepadaku sekarang, sebelum Aku menjadi gila " Kata Nizam sambil bangun dan duduk di samping Alena. Ia melihat mata Alena yang sudah teler karena mengantuk. Rambutnya acak – acakan dan sebagian terurai ke pipinya yang ranum. Tubuh Alena juga masih basah oleh keringat. Beberapa kiss mark tampak menghiasi badannya.     

Melihat kondisi istrinya yang tampak sudah sangat kelelahan, Nizam menjadi tidak tega.Ia lalu mengecup kening Alena dan berbisik. " Siapa yang tahu, kau pergi keluar hari ini ?" kata Nizam. Alena menjawab perlahan sebelum Ia benar – benar jatuh tertidur.     

"Amar, Pangeran Thalal dan Cynthia.. " Kata Alena sambil terus terlelap dan tidak ingat apapun. Nizam menghela nafas. Ia lalu pergi ke kamar mandi dan mandi terlebih dahulu. Ia tidak ingin keluar kamar dalam keadaan memiliki junub. Ia menarik pakaian khas Azura dari lemarinya dan memakai penutup kepala untuk menutupi rambutnya yang masih sedikit basah.     

Sebelum pergi Ia juga mengenakan kimono kamar dulu kepada Alena agar Alena tidak tidur dalam keadaan tidak berpakaian. Nizam lalu keluar dari kamar dan Ia melihat dua orang penjaganya sudah duduk di kursi yang memang disediakan khusus untuk duduk para penjaganya.     

" Yang Mulia.." Ali dan Fuad langsung berdiri dan memberikan hormatnya. Mereka seharian baru bertemu dengan Nizam. Nizam lalu berkata kepada Ali dan Fuad ,     

" Aku akan pergi ke ruangan pribadiku. Panggilkan Pangeran Thalal dan Amar untuk menemuiku " Kata Nizam dengan wajah yang kembali dingin. Karena Alena mengatakan kalau Amar dan Pangeran Thalal termasuk kedalam orang yang tahu kepergiannya keluar rumah maka Nizam merasa kedua orang itu pasti ada kaitannya dengan kepergian Alena ke luar rumah.     

"Baiklah Yang Mulia.." Kata Ali dan Fuad hampir bersamaan.     

"Oh ya karena Amar ada disini maka salah satu dari kalian tolong pergi ke rumah sakit tempat pangeran Abbash di rawat. Aku tidak mau kecolongan karena Aku pikir pangeran Barry pasti akan mengejarnya. Aku takut pangeran gila itu membunuh adiknya sendiri " Kata Nizam kepada mereka.     

"Hamba saja yang pergi ke sana " Kata Ali dengan cepat sebelum Fuad mengatakan sesuatu. Nizam mengerutkan keningnya. Tetapi insting Nizam lalu berjalan dengan baik kalau Ali mengajukan dirinya untuk menjaga pangeran Abbash agar Ia tidak bertemu dengan Amar.     

"Mengapa ? Apa kau tidak ingin bertemu Amar ? " Tanya Nizam sambil menatap Ali. Ali tampak tersipu – sipu tetapi Ia tidak menjawab pertanyaan dari Nizam. Dan Nizam sendiri tidak ingin terlalu banyak ingin tahu. Gerture tubuh Ali sudah sangat menunjukkan kalau apa yang dikatakan Nizam adalah benar.      

"Tidak apa - apa Yang Mulia, Biarlah Hamba yang memanggil Jendral Amar dan Pangeran Thalal sementara Ali yang pergi ke rumah sakit.     

"Ok fine.. atur sajalah oleh kalian bagaimana baiknya " Kata Nizam sambil pergi meninggalkan mereka. Ali menatap Nizam sambil menghela nafas.     

Ali memang belum dapat melupakan rasa sakit hatinya karena Zarina lebih memilih Amar dibandingkan dirinya. Butuh waktu yang cukup lama untuk melupakan cintanya kepada Zarina. Bahkan Ia sempat sakit selama dua hari karena tidak tahan dengan rasa sakit di hatinya. Ia juga pergi keluar dari rumah ketika Amar melakukan pernikahanya dengan Zarina dan lebih memilih menginap di hotel Gardenia daripada melihat hal yang sangat menyakitkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.