CINTA SEORANG PANGERAN

Bermain Logika



Bermain Logika

Lila berdiri sambil menatap pemandangan kota New york di apartemennya. Ia mengelus perutnya yang membuncit sambil berurai air mata. Gemerlapnya lampu kota tidak membuat hatinya menjadi terang tetapi latar gemerlapnya lampu yaitu malam yang kelam seakan mendominasi hatinya yang penuh luka.     

Mata yang sendu itu tampak semakin berkabut karena tertutupi air mata yang terus menerus jatuh berderai. Seandainya Ia tidak sedang mengandung mungkin Ia akan menyusul suaminya dan mendampinginya. Tetapi Ia kembali teringat bahwa orang yang mati karena mencabut nyawanya sendiri adalah orang yang sangat pengecut.     

Bagaimana diluaran sana banyak orang yang mempertahankan nyawanya sendiri disaat mereka ada diambang kematian karena penyakit atau kecelakaan. Lalu apa haknya dia merampas kehidupannya sendiri hanya karena kesedihan yang mendalam. Apalagi dia sedang mengandung buah hati dirinya dengan Edward.     

Lila sangat ingin membenci Edward yang sangat menyakiti hatinya tetapi Janji Edward kepadanya, andai Ia diberi kesempatan untuk hidup terlahir kembali. Ia akan mencintai Lila sebagaimana Ia mencintai Alena.     

Lila sangat ingin meraung – raung dan mencaci maki Alena, tapi Ia bukan gadis bodoh yang menyalahkan orang lain atas nasibnya yang kurang beruntung. Apa salah Alena dalam hal ini, sekalipun Alena tidak pernah berusaha menghubungi suaminya apalagi menggodanya. Hanya sekali Alena menghubungi Edward yaitu pada saat Ia ingin membalas dendam pada Nizam. Itupun Alena terlebih dahulu menelponnya dan meminta izin kepada Lila.     

Edward sudah sangat mencintai Alena lebih lama dari perkenalannya dengan Lila. Lila sudah menangggung akibat dari bersedianya menjadi pengganti Alena di hati Edward walaupun pada kenyataannya ternyata itu tidak bisa Ia lakukan. Edward terlalu mencintai Alena. Cintanya kepada Alena sudah mengalir ke segenap pembuluh darahnya dan menyatu dengan oksigen yang Ia hirup. Jadi bagaimana mungkin Edward bisa melupakan Alena kalau kedudukan Alena di hatinya sama pentingnya dengan kedudukan oksigen di tubuhnya.     

Lila menghapus air matanya dan mulai mengisak pelan. Setelah Edward meninggal tadinya Ia berharap kalau Ia bisa menggantungkan hidupnya pada mertuanya yaitu Mr. Anderson tetapi kemudian Ia salah menebak karena Ia pernah mencuri dengar mertua laki – lakinya yang meratapi kematian Edward di depan istrinya yang sedang mengalami depresi.     

Lila masih teringat bagaimana kata – kata dari mertuanya itu suara itu terdengar begitu gemetar karena amarah dan kesedihan yang sangat mendalam.     

"Anak kita sudah tiada. Dia satu – satunya harapan kita. Bagaimana bisa dia meninggalkan kita. Dia begitu tampan dan cerdas. Aku sudah mempersiapkan banyak perusahaan untuknya. Bahkan Aku sudah berencana akan menerjukannya ke dunia politi. Mengapa dia meniggal begitu cepat.     

Apa dosanya kepada dunia. Mengapa dia begitu menderita karena cinta. Mengapa dia harus mencintai orang yang salah atau mengapa dia tidak dapat merebut kekasihnya dari pangeran jahanam itu.     

Ketika dia membawa masuk seorang wanita, tadinya Aku begitu berharap dia akan membawa kebahagiaan kepada anak kita tetapi nyatanya dia tidak mampu memalingkan hati anak kita dari wanita yang dicintainya.     

Jadi Aku merasa tidak salah kalau Aku ingin membunuh Pangeran Nizam, suami wanita itu. Aku ingin agar wanita itu akan kembali ke pelukan anak kita setelah pangeran itu mati."     

Lila termenung waktu itu saat mendengar perkataan ayah mertuanya. Jadi mendengar kata – kata mertuanya Lila sudah dapat menyimpulkan kalau mertuanya dimanfaatkan oleh Pangeran Barry untuk membunuh Nizam. Apakah mertuanya tahu kalaupun seandainya Nizam terbunuh maka Alena akan dimilikinya sendiri dan tidak mungkin dibiarkan bersama anaknya.     

Lila juga langsung menundukkan kepalanya ketika otaknya yang cerdas langsung menyadari kalau dengan adanya keinginan orang tua Edward untuk menyatukan Edward dan Alena berarti dia akan disingkirkan dari sisi Edward. Dan ini sangat menyakitkan bagi Lila. Tadinya Ia berharap akan bersandar kepada orang tua Edward setelah kepergian anaknya.     

Lila menghela nafasnya dengan resah. Ia kini merasa sendiri dan tidak memiliki siapapun. Ia hanya memiliki anak yang ada dalam perutnya. Lila sendiri tidak berani mengambil tindakan sekarang. Sadar kalau gerakannya sangat terbatas tetapi Ia juga menyadari bahwa hidupnya akan terancam setelah Ia melahirkan anaknya.     

Kondisi setelah Ia melahirkan akan jadi kelemahannya, Tetapi kemudian Lila menghilangkan perasaan buruknya. Ketika Lila menggeser tubuhnya sedikit kemudian Ia melihat kalau Ayah mertuanya ternyata sedang memperhatikannya.     

"Apakah Kau baik – baik saja ?" kata Mr. Anderson sambil menatap menantunya.     

"Aku baik – baik saja Ayah" Kata Lila sambil mencoba tersenyum.     

" Sore ini sudah waktunya Kau untuk ke dokter kandungan. Bukankah dua minggu lagi kemungkinan kau akan melahirkan" Kata Mr. Anderson.     

"Ya, Ayah dan hitungannya bisa maju ataupun mundur." Lila menjawab sambil berjalan untuk menghampiri mertuanya.     

"Bagaimana dengan keadaan Mommy ? " Lila bertanya keadaan ibu mertuanya.     

"Dia masih belum bisa ditanya. Aku harap Ia akan segera membaik. " Anderson menatap menantunya dengan perasaan yang sukar dilukiskan. Sebenarnya ketika Edward pertama kali membawa Lila apalagi kemudian Lila hampir mengorbankan nyawanya untuk anak mereka. Ia dan istrinya Laura sangat menyayangi Lila tetapi kemudian ketika mereka melihat Edward tidak kunjung mendapatkan kebahagiaan dari Lila. Mereka menyadari kalau ternyata cinta Edward tetap untuk Alena dan ketika itu mereka kemudian berbalik tidak menyukai Lila.     

Ia terkadang berpikir kalau Lila ternyata wanita yang tidak becus, sekian lama menikah anaknya tetapi ternyata tidak berhasil merebut hati Edward. Mereka tidak mau mengakui bahwa memang hati Edward ternyata sangat sulit mencair untuk wanita lain. Walaupun secara tingkah laku Edward sangat memperlihatkan perhatiannya kepada Lila, menyayangi anaknya yang akan lahir tetapi jauh dari lubuk hatinya yang terdalam Edward masih sangat mencintai Alena.     

"Silahkan duduk Ayah " Lila mempersilahkan Ayah mertua nya untuk duduk.     

Mr. Anderson kemudian duduk di hadapan Lila, wajahnya masih murung dan mungkin wajah itu akan selamanya murung.     

Lila melihat ayah mertuanya hanya diam saja, kemudian Ia berkata,     

"Bagaimana dengan Pangeran Barry. Apakah Ayah tahu kalau yang membunuh Edward adalah Pangeran Barry ?" Kata Lila sambil menatap ke wajah mertuanya.     

"Tidak.. bukan dia.. ini adalah konspirasi dari Rusia, Bahkan Pangeran Barry sekarang sedang terluka karena ada mata – mata Rusia yang ingin membunuhnya. Dia bahkan sepertinya akan dikorbankan juga " Kata Mr. Anderson dengan cepat. Ia berbicara tetapi dengan riak mata yang gelisah yang sekali pandang juga, Lila langsung tahu kalau Ayah Mertuanya sedang berbohong. Dikiranya Ia bocah ingusan yang bisa ditipu.     

"Di korbankan bagaimana Ayah ? Memangnya apa hubungan antara Pangeran Barry dengan mata – mata Rusia. Kasihan juga Pangeran itu kalau sampai dikorbankan. Hanya saja yang membuat Aku heran adalah mengapa harus mengorbankan Pangeran Barry. Bukankah yang menjadi korban adalah Pangeran Nizam. Logikanya yang ditusuk harusnya Pangeran Nizamlah... Mengapa Aku menjadi pusing begini ? " Kata Lila membuat Mr. Anderson menjadi semakin pucat pasi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.