CINTA SEORANG PANGERAN

Pendapat Nizam Tentang Amrita dan Lila



Pendapat Nizam Tentang Amrita dan Lila

"Masa Kau tidak tahu ?" Pangeran Husen bertanya sekali lagi untuk menegaskan.     

"Sudahlah. Jangan Kau tanyakan pertanyaan bodoh itu. Dia tidak mungkn tidak tahu kalau Lila sangat cantik. Untuk orang seperti dia. Apa yang tidak mungkin. Jangankan melihat orang melalui mata batinnya. Masuk ke tubuh orang saja bagi dia sama mudahnya dengan minum kopi di pagi hari " Kata Nizam membuat Pangeran Abbash berubah menjadi pucat. Ia sama sekali tidak mengira kalau Nizam begitu pintar. Ia bisa menebak semua tingkah lakunya. Pangeran Abbash langsung terdiam dan melanjutkan makannya.     

Kemudian Nizam melihat ke arah Imran yang begitu lahap makan nasi briyani. Imran sudah seperti tidak makan tujuh hari tujuh malam saja saking lahapnya. Mulutnya tak henti – hentinya mengunyah. Imran sendiri tidak sadar kalau Nizam memperhatikannya saking lahapnya Ia makan. Imran malah berbisik kepada Amar yang duduk di sebelahnya.     

"Selama Aku ikut dengan Yang Mulia Nizam. Aku belum pernah menemukan masakan seenak ini. Ini sangat enak, luar biasa.. Bahkan Aku berani taruhan di Azura sendiri tidak ada masakan seenak ini. " Kata Imran sambil memasukan nasi ke dalam mulutnya.     

Amar menganggukan kepalanya menyetujui pendapat Imran. Dua sahabat itu kembali bertemu setelah sekian lama tidak bersua. Sebenarnya ada satu lagi yaitu Pangeran Rasyid. Tetapi Pangeran Rasyid sedang berjaga di perbatasan kerajaan Azura. Ia memimpin pasukan yang ada di sana. Ada beberapa pemberontakan yang dilakukan oleh masyarakat pegunungan. Mereka mengalami ketidak puasan terhadap pemeritahan.     

"Daging ini benar - benar lembut dan berbumbu. Bumbunya juga sangat pas. Bahkan yoghurt yang ini rasanya benar – benar lain. Aku jadi teringat Pangeran Rasyid. Ia sendirian menjaga perbatasan. Seharusnya Ia bersama kita sekarang menikmati hidangan lezat ini. Ini sungguh tidak adil disaat kita bersenang - senang. Pangeran Rasyid malah berperang melawan pemberontakan " Kata Imran.     

"Memangnya ada apa dengan perbatasan Azura ?" Nizam bertanya kepada Imran.     

" Itulah Yang Mulia.. Hamba harap Yang Mulia segera pulang ke Azura. Karena memang di daerah perbatasan ada beberapa kaum sayap kiri yang mencoba memberontak. Mereka bertikai tentang perbatasan dengan Kerajaan Zafura. Kami berusaha untuk menengahi tetapi mereka malah mengira kita membela kerajaan Zafura dan bukan membela mereka padahal sudah jelas kalau mereka yang melanggar perbatasan kerajaan " Kata Imran kepada Nizam.     

"Mengapa Kau malah kemari dan bukannya membantu Rasyid ?" kata Nizam jadi gusar.     

"Hamba ada urusan dengan pemasok senjata di Amerika. Jadi ketika Pangeran Husen hendak ke Amerika Hamba ikut bersamanya " Kata Imran.     

"Oh ya ? Apakah Kau tahu cara mendapatkan pemasok senjata yang kredibilitasnya tinggi ? " Kata Pangeran Abbash ikut nimbrung. Sontak seluruh mata menatap ke arah Pangeran Abbash. Tidak mudah menemukan pemasok senjata yang kredibilitasnya tinggi.     

Pemasok itu biasanya menyediakan banyak senjata canggih yang sangat berkualitas. Selain itu para pemasok ini biasanya memiliki jaringan ke pemerintah yang menjadikan perdagangan senjata ini kesannya menjadi legal.     

Melihat semua mata menatap ke arahnya, Pangeran Abbash tertawa. "Aku adalah orang yang terbiasa berkecimpung di dunia bawah tanah. Aku mengenal banyak pemasok senjata dari berbagai negara. Kemampuanku mengenali senjata bagus juga sudah terasah. Aku ahli memegang senjata.      

Bagi suatu negara salah satu hal yang sangat penting adalah memiliki pasukan militer yang kuat dengan persenjataan yang lengkap. Dengan memiliki pasukan militer yang kuat maka kerajaan lain akan berpikir seribu kali untuk menyerang kerajaan kita " Kata Pangeran Abbash kepada para pangeran itu.     

Nizam menatap tajam ke arah Pangeran Abbash. Apa yang dikatakan Pangeran itu sangat benar. Tetapi selama ini Nizam hanya sibuk menuntut ilmu tentang ekonomi. Kepemerintahan dan manajemen. Ia lupa kalau pertahanan negara juga sangat penting.     

"Yang Mulia. Apa yang Mulia bisa mengenalkannya kepada Hamba ? " Kata Imran menjadi sangat tertarik. Ia ditugaskan oleh menteri pertahanan untuk membeli senjata untuk kelengkapan persediaan. Jika Ia menemukan pemasok senjata yang tepat ini akan sangat menguntungkan.      

"Tentu saja. Karena Yang Mulia Pangeran Nizam sudah menganggapku saudara maka Aku tidak keberatan kalau harus berbagi rahasia dengan semua orang – orang Pangeran Nizam" Kata Pangeran Abbash sambil menyindir Nizam. Karena memang sampai saat ini hanya Nizam yang masih menganggapnya musuh.     

"Cih.. Berkaca dulu sebelum berbicara. Belum waktunya kau mengatakan bahwa Aku menganggapmu sebagai saudara " kata Nizam sambil mendengus. Pangeran Abbash malah tertawa. Ia tidak keberatan Nizam begitu judes kepadanya.     

Berada dilingkungan Nizam yang merasa mendapatkan kenyamanan yang tidak Ia dapatkan ketika berada dilingkungan kakaknya. Nizam walaupun terlihat sangat galak, judes dan dingin tetapi jauh dilubuk hatinya Ia sangat baik dan berakhlak mulia.     

Imran sangat gembira dan Ia mengangkat tangannya mengucapkan terima kasih dengan hormat. Selanjutnya perbincangan beralih dari kenegaraan ke topik lain. Sampai selesai makan dan sesuai janjinya Nizam kemudian pergi ke ruangan pribadi bersama Pangeran Abbash dan Pangeran Husen. Mereka akan berbicara tentang Amrita.     

Ruangan pribadi Nizam sangat luas dan nyaman. Ada karpet bulu tebal yang dihamparkan ditengah yang membuat orang – orang bisa duduk lesehan dengan nyaman. Bantal yang berbentuk sandaran kursi ada dipinggiran karpet sehingga orang – orang dapat duduk sambil menyender dengan nyaman. Beberapa alat shisa mulai disebarkan dengan berbagai rasa. Nizam sendiri lebih memilih rokok putih kesukaannya dibandingkan dengan menghisap Shisa.     

Nizam kemudian menyuruh Pangeran Husen untuk bercerita. Ia ingin mendengar cerita adiknya dulu yang lebih Ia percayai dari pada cerita Pangeran Abbash. Setelah selesai mendengar perkataan Pangeran Husen. Muka Nizam sedikit gelap.     

"Apakah Alena tahu tentang Amrita ?' kata Nizam kepada Pangeran Abbash. Ia sangat yakin kalau Alena tidak tahu tentang Amrita karena kalau tahu Ia tidak akan pernah membiarkan Pangeran Abbash menyakiti hati perempuan. Hati Alena sangat halus.     

"Tidak ! Putri Alena tidak tahu tentang Amrita tetapi Putri Cynthia tahu " Kata pangeran abbash.     

Nizam menjadi terkejut mendengar Cynthia tahu tentang Amrita tetapi Nizam tidak mengerti mengapa Cynthia tidak menceritakan tentang hal itu kepada Alena atau kepada dirinya. Otak wanita itu pasti sedang merencanakan sesuatu.     

"Kakak.. jadi bagaimana ?" Pangeran Husen bertanya.     

"Pangeran Abbash, Apakah Kau mencintai Amrita ?" tanya Nizam. Pangeran Abbash menggelengkan kepalanya.     

"Aku tidak mencintainya tetapi Aku bersedia menikahinya "      

"Itu tidak bagus untuk Amrita. Ia hanya akan mendapatkan ragamu. Ia akan tersiksa melihat Kau akan lebih memilih mencintai Lila kelak " kata Nizam.     

"Dari mana kau tahu Aku akan memilih Lila dibandingkan dengan dia ?" Kata Pangeran Abbash lagi – lagi terkejut mendengar perkataan Nizam. Berapa banyak lagi keterkejutan Pangeran Abbash menghadapi kecerdasan Nizam. Pangeran Abbash begitu terkejut. Padahal kepada Cynthia, Pangeran Abbash akan memilih Amrita tetapi jauh dari lubuk hatinya Ia sebenarnya lebih memilih Lila dibandingkan Amrita. Tebakan Nizam berbeda dengan tebakan Cynthia     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.