CINTA SEORANG PANGERAN

Mata Gemintang



Mata Gemintang

PEMAKAMAN EDWARD     

Langit terasa mendung dan gelap. Suasana pemakaman Edward begitu penuh dan sedikit berdesak – desakan. Nizam bahkan tidak bisa mendekati ke dekat kuburan Edward. Ia hanya bisa berdiri agak jauh. Menyaksikan orang – orang yang menangis tiada henti. Bahkan para gadis remaja yang mungkin fansnya Edward tampak banyak menangis histeris membuat suasana pemakaman jadi sedikit kacau. Nizam yang memakai pakaian hitam – hitam dengan kaca mata hitam nyaris terseret dan terdesak ke sebuah pohon oleh kumpulan para gadis yang begitu bersedih.     

"Mengapa Edward begitu cepat meninggalkan Kami. Bukankah kau menjanjikan kami sebuah lagu baru setelah anakmu lahir tetapi mengapa Kau sekarang malah pergi dengan cepat" Seorang gadis berambut pirang tampak menutup wajahnya dan terisak – isak.     

" Kau benar, mengapa Edward kami harus pergi dengan begitu cepat. Kau baru saja membuat buku puisi yang berjudul " Seindah mata yang berkerlip bagaikan gemintang ". Aku baru saja membelinya dan bermaksud hendak meminta tanda tanganmu tetapi sekarang Kau hanya terbaring di dalam sana. Alangkah menyedihkan" Seorang gadis tampak mengacungkan sebuah buku sambil menghapus air matanya.     

Mata Nizam langsung memicing ketika gadis itu menyebutkan judul buku puisi yang ditulis Edward. Mata yang bagaikan gemintang ? mata siapa yang dimaksud dia ? Mata Lila kah ? Sejak kapan mata Lila bagaikan gemintang karena mata Lila ini termasuk ke dalam mata yang sayu atau sendu. Satu – satunya wanita yang memiliki mata bagai gemintang yang di kenal Edward adalah Alena istrinya.     

Nizam menelan ludahnya yang tiba – tiba terasa seret dan pahit. Ia lalu berkata kepada gadis itu.     

" Aku adalah fans-nya Edward tetapi Aku tidak tahu kalau dia menulis buku puisi. Bolehkan Aku melihatnya ?" kata Nizam sambil mengulurkan tangannya kepada gadis itu. Gadis itu sesaat menatap Nizam. Tadinya Ia tidak sudi memberikan buku itu tetapi ketika dilihatnya wajah orang yang ingin meminjam bukunya. Ia malah terpana dan bagaikan orang yang terhipnotis. Ia memberikan buku itu kepada Nizam. Untuk pria setampan Nizam apapun akan Ia berikan.     

Nizam tersenyum sambil mengambil buku itu dan mulai membukanya sambil mendengarkan pidato – pidato yang disampaikan orang – orang terdekat Edward. Banyaknya kerumunan membuat Nizam hanya dapat mendengarkan suara orang yang berpidato tanpa bisa melihat siapa – siapanya. Jadi sambil menunggu kerumunan bubar ada baiknya Ia membaca buku puisi Edward.     

MATA GEMINTANG     

Cintaku     

Aku adalah seorang yang pengkhianat     

Aku mengkhianati apapun yang nyata     

Aku menjadi seorang pengkhianat     

Karena Aku jatuh terperangkap      

dalam mata gemintangmu     

Permataku     

Aku adalah seorang musafir yang hina     

Aku adalah seorang musafir yang tenggelam     

Aku adalah seorang musafir yang tertawan     

Aku terperangkap, terpikat, terjerat dan terjebak     

dalam mata gemintangmu     

Asaku     

Aku adalah pria yang dimurkai     

Aku adalah pria yang tersakiti     

Aku adalah pria yang tersisih     

Aku adalah pria yang tak bisa terlerai      

dari mata gemintangmu     

Jiwaku     

Aku sudah cukup terhujat     

Aku sudah cukup teraniaya     

Aku sudah cukup tersiksa     

Aku adalah pria yang terampas     

Oleh mata gemintangmu     

Hai.. Pemilik mata yang bagaikan gemintang itu     

Mengapa Kau harus merampas seluruh jiwaku     

Mengapa Kau membiarkan Aku hidup meredup     

Atau kau memang menginginkan Aku seluruh kehidupanku     

Aku tahu cinta ini hanya akan hilang jika jasadku terkubur     

Aku tahu cinta ini hanya akan hilang jika jasadku tertimbun     

Aku tahu cinta ini hanya akan hilang jika jasadku terkurung     

Aku tahu cintai ini hanya akan hilang jika jasadku tertimbus     

Kau memang menang dan Aku kalah..     

Aku lemah dan tidak berdaya     

Bahkan Pengorbananku seakan tiada berkesudahan     

Karena cinta bagiku hanya suatu derita tiada berparak     

Jadi jangan pernah merajuk      

Jadi jangan pernah membujuk     

Jadi jangan pernah merayu     

Karena cintaku akan hilang dengan berakhirnya kehidupanku     

Aku akan melarungkan diri di mata gemintangmu     

**     

Nizam menghapus air mata yang mulai mengabur. Hilang sudah kebenciannya kepada Edward selama ini. Nizam memegang dadanya yang terasa sakit. Puisi ini ditulis tepat sebulan sebelum hari ini. Edward sudah memiliki firasat sehingga Ia menulis puisi ini. Apakah Lila tahu tentang puisi ini entah apa yang dirasakannya ketika tahu tentang puisi ini. Karena jelas sekali jika puisi ini bukan untuknya. Puisi ini untuk Alena istrinya.     

Nizam menutup buku puisi itu lalu memberikannya kembali kepada gadis itu. Nizam bersender ke batang sebuah pohon. Kali ini agaknya Lila tidak akan pernah bisa mentolelir tingkah suaminya. Sesabar – sabarnya seorang wanita dia tidak akan pernah bisa memaafkan jika suaminya mengorbankan nyawanya demi wanita lain dan meninggalkan dirinya yang sedang mengandung anaknya.     

Nizam menghela nafasnya. Ia lalu mendengarkan lagi pidato dari pemakaman itu tetapi isak tangis para penggemar Edward seakan mengganggu pikirannya.     

"Kasihan Lila. Dia baru saja dibuatkan puisi oleh suaminya kini malah meninggalkannya " Kata seorang wanita yang berdiri empat langkah dari Nizam. Temannya yang berdiri disampingnya terdengar berkata.     

"Aku tidak yakin kalau puisi itu ditujukan untuk Lila. Kau kan tahu kalau cinta Edward hanya untuk Putri Alena "     

"Putri Alena ? Istrinya Pangeran Nizam itu ? Iya benar .. Meskipun wajah mereka hampir mirip tetapi mata Lila tidak seperti gemintang. Matanya bahkan nyaris selalu murung dan sendu. Mata yang penuh dengan kabut. Sangat jauh jika dibandingkan putri itu. Mata Putri Alena lah yang bersinar bagaikan gemintang. Mata itu sangat indah dan memang sanggup menarik burung yang terbang jatuh dikakinya. Selain itu wajah Putri Alena bersinar bagaikan rembulan. Jadi tidak heran kalau Edward sangat mencintainya "     

"Ngomong – ngomong tentang Pangeran Nizam. Tahukah kau katanya Edward meninggal karena Ia menjadi tameng bagi Putra Mahkota Pangeran Nizam. Sungguh sangat sulit dipercaya ada cinta yang begitu besar " Kata wanita itu.     

Tetapi kemudian pembicaraan mereka terhenti dan seperti tersadar sesuatu. Mereka berdua lalu menoleh ke belakang dan mulai melirik ke arah Nizam. Nizam berusaha bersikap tenang. Ia bukannya tidak tahu kalau para wanita itu mulai mencurigai dirinya. Tetapi untungnya wanita itu tidak membuat keributan mereka hanya berbisik – bisik saja sambil melirik ke arah Nizam. Mereka rupanya baru tersadar kalau orang yang dibelakang mereka adalah Nizam.     

Sebagai fans Edward mereka mengikuti semua kehidupan tentang Edward termasuk kisah cintanya. Sehingga mereka tahu siapa Alena,Nizam dan Lila. Jadi ketika mereka melihat ke arah Nizam mereka sudah bisa mencurigai kalau pria yang bersender di belakangnya adalah Nizam. Merekapun kemudian langsung diam menutup mulutnya. Dan tidak ingin berkata apapun lagi.      

Nizam sendiri sudah tidak perduli lagi dengan apapun termasuk kemudian ada beberapa handphone yang mulai mencuri – curi mengambil foto dirinya. Selain Ia tidak ingin membuat keributan Ia juga berusaha fokus untuk mengikuti upacara pemakaman Edward.     

Setelah beberapa lama kemudian orang – orang beranjak pergi. Nizam lalu melangkah mendekati makam Edward. Ia melihat Sosok tubuh membelakanginya dan sedang menangis meratap di depan makam itu. Suaranya terdengar menyayat hati. Beberapa pengawal tampak mengelilinginya. Di depannya terlihat Senator Anderson yang berdiri dengan tatapan kosong.      

Langit terasa mendung dan gelap. Suasana pemakaman Edward begitu penuh dan sedikit berdesak – desakan. Nizam bahkan tidak bisa mendekati ke dekat kuburan Edward. Ia hanya bisa berdiri agak jauh. Menyaksikan orang – orang yang menangis tiada henti. Bahkan para gadis remaja yang mungkin fansnya Edward tampak banyak menangis histeris membuat suasana pemakaman jadi sedikit kacau. Nizam yang memakai pakaian hitam – hitam dengan kaca mata hitam nyaris terseret dan terdesak ke sebuah pohon oleh kumpulan para gadis yang begitu bersedih.     

"Mengapa Edward begitu cepat meninggalkan Kami. Bukankah kau menjanjikan kami sebuah lagu baru setelah anakmu lahir tetapi mengapa Kau sekarang malah pergi dengan cepat" Seorang gadis berambut pirang tampak menutup wajahnya dan terisak – isak.     

" Kau benar, mengapa Edward kami harus pergi dengan begitu cepat. Kau baru saja membuat buku puisi yang berjudul " Seindah mata yang berkerlip bagaikan gemintang ". Aku baru saja membelinya dan bermaksud hendak meminta tanda tanganmu tetapi sekarang Kau hanya terbaring di dalam sana. Alangkah menyedihkan" Seorang gadis tampak mengacungkan sebuah buku sambil menghapus air matanya.     

Mata Nizam langsung memicing ketika gadis itu menyebutkan judul buku puisi yang ditulis Edward. Mata yang bagaikan gemintang ? mata siapa yang dimaksud dia ? Mata Lila kah ? Sejak kapan mata Lila bagaikan gemintang karena mata Lila ini termasuk ke dalam mata yang sayu atau sendu. Satu – satunya wanita yang memiliki mata bagai gemintang yang di kenal Edward adalah Alena istrinya.     

Nizam menelan ludahnya yang tiba – tiba terasa seret dan pahit. Ia lalu berkata kepada gadis itu.     

" Aku adalah fans-nya Edward tetapi Aku tidak tahu kalau dia menulis buku puisi. Bolehkan Aku melihatnya ?" kata Nizam sambil mengulurkan tangannya kepada gadis itu. Gadis itu sesaat menatap Nizam. Tadinya Ia tidak sudi memberikan buku itu tetapi ketika dilihatnya wajah orang yang ingin meminjam bukunya. Ia malah terpana dan bagaikan orang yang terhipnotis. Ia memberikan buku itu kepada Nizam. Untuk pria setampan Nizam apapun akan Ia berikan.     

Nizam tersenyum sambil mengambil buku itu dan mulai membukanya sambil mendengarkan pidato – pidato yang disampaikan orang – orang terdekat Edward. Banyaknya kerumunan membuat Nizam hanya dapat mendengarkan suara orang yang berpidato tanpa bisa melihat siapa – siapanya. Jadi sambil menunggu kerumunan bubar ada baiknya Ia membaca buku puisi Edward.     

MATA GEMINTANG     

Cintaku     

Aku adalah seorang yang pengkhianat     

Aku mengkhianati apapun yang nyata     

Aku menjadi seorang pengkhianat     

Karena Aku jatuh terperangkap      

dalam mata gemintangmu     

Permataku     

Aku adalah seorang musafir yang hina     

Aku adalah seorang musafir yang tenggelam     

Aku adalah seorang musafir yang tertawan     

Aku terperangkap, terpikat, terjerat dan terjebak     

dalam mata gemintangmu     

Asaku     

Aku adalah pria yang dimurkai     

Aku adalah pria yang tersakiti     

Aku adalah pria yang tersisih     

Aku adalah pria yang tak bisa terlerai      

dari mata gemintangmu     

Jiwaku     

Aku sudah cukup terhujat     

Aku sudah cukup teraniaya     

Aku sudah cukup tersiksa     

Aku adalah pria yang terampas     

Oleh mata gemintangmu     

Hai.. Pemilik mata yang bagaikan gemintang itu     

Mengapa Kau harus merampas seluruh jiwaku     

Mengapa Kau membiarkan Aku hidup meredup     

Atau kau memang menginginkan Aku seluruh kehidupanku     

Aku tahu cinta ini hanya akan hilang jika jasadku terkubur     

Aku tahu cinta ini hanya akan hilang jika jasadku tertimbun     

Aku tahu cinta ini hanya akan hilang jika jasadku terkurung     

Aku tahu cintai ini hanya akan hilang jika jasadku tertimbus     

Kau memang menang dan Aku kalah..     

Aku lemah dan tidak berdaya     

Bahkan Pengorbananku seakan tiada berkesudahan     

Karena cinta bagiku hanya suatu derita tiada berparak     

Jadi jangan pernah merajuk      

Jadi jangan pernah membujuk     

Jadi jangan pernah merayu     

Karena cintaku akan hilang dengan berakhirnya kehidupanku     

Aku akan melarungkan diri di mata gemintangmu     

**     

Nizam menghapus air mata yang mulai mengabur. Hilang sudah kebenciannya kepada Edward selama ini. Nizam memegang dadanya yang terasa sakit. Puisi ini ditulis tepat sebulan sebelum hari ini. Edward sudah memiliki firasat sehingga Ia menulis puisi ini. Apakah Lila tahu tentang puisi ini entah apa yang dirasakannya ketika tahu tentang puisi ini. Karena jelas sekali jika puisi ini bukan untuknya. Puisi ini untuk Alena istrinya.     

Nizam menutup buku puisi itu lalu memberikannya kembali kepada gadis itu. Nizam bersender ke batang sebuah pohon. Kali ini agaknya Lila tidak akan pernah bisa mentolelir tingkah suaminya. Sesabar – sabarnya seorang wanita dia tidak akan pernah bisa memaafkan jika suaminya mengorbankan nyawanya demi wanita lain dan meninggalkan dirinya yang sedang mengandung anaknya.     

Nizam menghela nafasnya. Ia lalu mendengarkan lagi pidato dari pemakaman itu tetapi isak tangis para penggemar Edward seakan mengganggu pikirannya.     

"Kasihan Lila. Dia baru saja dibuatkan puisi oleh suaminya kini malah meninggalkannya " Kata seorang wanita yang berdiri empat langkah dari Nizam. Temannya yang berdiri disampingnya terdengar berkata.     

"Aku tidak yakin kalau puisi itu ditujukan untuk Lila. Kau kan tahu kalau cinta Edward hanya untuk Putri Alena "     

"Putri Alena ? Istrinya Pangeran Nizam itu ? Iya benar .. Meskipun wajah mereka hampir mirip tetapi mata Lila tidak seperti gemintang. Matanya bahkan nyaris selalu murung dan sendu. Mata yang penuh dengan kabut. Sangat jauh jika dibandingkan putri itu. Mata Putri Alena lah yang bersinar bagaikan gemintang. Mata itu sangat indah dan memang sanggup menarik burung yang terbang jatuh dikakinya. Selain itu wajah Putri Alena bersinar bagaikan rembulan. Jadi tidak heran kalau Edward sangat mencintainya "     

"Ngomong – ngomong tentang Pangeran Nizam. Tahukah kau katanya Edward meninggal karena Ia menjadi tameng bagi Putra Mahkota Pangeran Nizam. Sungguh sangat sulit dipercaya ada cinta yang begitu besar " Kata wanita itu.     

Tetapi kemudian pembicaraan mereka terhenti dan seperti tersadar sesuatu. Mereka berdua lalu menoleh ke belakang dan mulai melirik ke arah Nizam. Nizam berusaha bersikap tenang. Ia bukannya tidak tahu kalau para wanita itu mulai mencurigai dirinya. Tetapi untungnya wanita itu tidak membuat keributan mereka hanya berbisik – bisik saja sambil melirik ke arah Nizam. Mereka rupanya baru tersadar kalau orang yang dibelakang mereka adalah Nizam.     

Sebagai fans Edward mereka mengikuti semua kehidupan tentang Edward termasuk kisah cintanya. Sehingga mereka tahu siapa Alena,Nizam dan Lila. Jadi ketika mereka melihat ke arah Nizam mereka sudah bisa mencurigai kalau pria yang bersender di belakangnya adalah Nizam. Merekapun kemudian langsung diam menutup mulutnya. Dan tidak ingin berkata apapun lagi.      

Nizam sendiri sudah tidak perduli lagi dengan apapun termasuk kemudian ada beberapa handphone yang mulai mencuri – curi mengambil foto dirinya. Selain Ia tidak ingin membuat keributan Ia juga berusaha fokus untuk mengikuti upacara pemakaman Edward.     

Setelah beberapa lama kemudian orang – orang beranjak pergi. Nizam lalu melangkah mendekati makam Edward. Ia melihat Sosok tubuh membelakanginya dan sedang menangis meratap di depan makam itu. Suaranya terdengar menyayat hati. Beberapa pengawal tampak mengelilinginya. Di depannya terlihat Senator Anderson yang berdiri dengan tatapan kosong.      

Nizam dapat mendengar suara ratapannya dengan jelas. Ia menghentikan langkahnya dan mendengarkan ratapan Lila wanita yang berdiri di depan makam Edward.     

Suara angin yang berdesir seakan membuat ratapan wanita itu semakin menyayat hatinya. Mata Nizam ikut berkabut menatap wanita yang berdiri dengan perut besar di papah oleh seseorang yang ada disampingnya.     

Sekuat apapun hati seorang pria apabila mendengar ratapan seorang wanita yang ditinggal selamanya oleh orang yang sangat dicintainya pasti akan luluh menghadapinya. Nizam semakin merasa berdosa. Ia semakin merasa bersalah walaupun jelas ini bukan kesalahan Nizam tetapi karena dialah Edward sampai kehilangan nyawanya.     

Jadi ratapan tangisnya cukup membuat hati Nizam hancur berkeping - keping.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.