CINTA SEORANG PANGERAN

Habislah Kau, Arani!! ( 11 )



Habislah Kau, Arani!! ( 11 )

"Alena Aku pikir suara kamu lumayan cukup bagus tetapi lebih bagus lagi kalau Kau diam " Kata Cynthia dengan kesal.     

"Iya benar...Aku sangat sepakat dengan Cynthia. Yang Mulia terlihat lebih cantik kalau tidak bernyanyi" Kata Isabella akhirnya sepakat dengan Cynthia. Dan kali ini walau di mata Cynthia. Isabella sangat menyebalkan tapi Ia menjawab sambil mengacungkan jempol kepada Isabella.     

"Auara kecantikanmu akan semakin memancar keluar kalau Kau tidak mengeluarkan suara yang ada nadanya menurutmu." Kata Cynthia.     

" Apa yang Kau maksud dengan menurutmu? Apa kau mau mencoba mengatakan bahwa suaraku sebenarnya tidak memiliki nada" Alena cemberut setelah menganalisa perkataan Cynthia. Tetapi kemudian Ia menyadari sesuatu.     

Alena menganggukan kepalanya, " Ya..ya...Aku mengerti perasaan kalian. Sebenarnya dahulu ketika Aku pernah bernyanyi di depan kelas pada pelajaran seni musik ada temanku yang berkata, 'Alena suaramu saat bernyanyi tidak memiliki nada sehingga persis seperti suara pembina upacara saat membacakan Teks Pancasila. Datar, tegas dan tidak bernada'. Teks pancasila adalah dasar negaraku yang harus dibacakan setiap upacara hari senin" Kata Alena sambil senyum - senyum membuat orang - orang berpikir ternyata memang suara Alena saat bernyanyi jelek dari dulu.     

"Aku tidak mengerti mengapa Kau bisa bernyanyi begitu parah, padahal suaramu kalau sedang berbicara sangat indah di dengar " Kata Cynthia terheran - heran.     

"Aku juga tidak mengerti, tadinya Aku berharap setelah melahirkan Aku akan dapat bernyanyi dengan merdu karena Aku nantinya harus sering bernyanyi untuk menina bobokan mereka" Kata Alena dengan sedih. Khayalannya adalah Ia akan bersenandung setiap akan menidurkan Axel dan Alexa.     

"Sebaiknya Kau tidak melakukan itu kalau tidak ingin anak - anakmu tadi mengalami suatu trauma" Kata Cynthia serius.     

"Ya..ya..benar. Cynthia sekali lagi benar. Tapi sudahlah kita lupakan tentang nyanyian Yang Mulia Alena. Ayo kita ke ruangan Arani Aku sudah tidak sabar ingin meriasnya. Ia pasti akan menjadi sangat cantik. Ya..Tuhan andaikan Ia bersedia menjadi modelku " Kata Isabella menjadi tidak sabar.     

"Kau hendak menjadikan Arani sebagai modelmu??" Cynthia yang tidak mengetahui perkataan Isabella di telepon dengan Alena menjadi terheran - heran.     

"Aku adalah seorang perancang pakaian berpengalaman. Aku mampu melihat siapa saja yang pantas menjadi modelku. Postur tubuh Arani sangat ideal untuk menjadi model rancangan pakaianku. Di tunjang dengan kulitnya yang eksotis dan wajah yang sangat cantik" Kata Isabella dengan semangat.     

"Kau harus ikut dengan kami ke Azura, maka Kau akan melihat di Istana Nizam banyak berseliweran wanita - wanita seperti Arani" Kata Cynthia dengan mencemooh.     

"Benarkah?? Apakah gadis - gadis Azura cantik - cantik ? dan pemudanya tampan - tampan?" Isabella mendadak berbinar - binar.     

"Ya.. Kau akan banyak menemukan yang seperti Arani. Dan untuk prianya walaupun tidak setampan Nizam tapi cukup memuaskan kalau dibandingkan dengan para pria di sini. Terutama para pangeran adiknya Nizam. Jadi berhentilah untuk jelalatan pada Nizam" Kata Cynthia dengan frontal.     

"Iya..iya.. Aku juga memahami perkataanmu. Aku hanya sekedar mengaguminya saja. Lagipula mana mau Yang Mulia Nizam kepadaku, Kalau ada Alena yang cantik jelita di sisinya" Kata Isabella sambil tersenyum misterius. Alena menepuk bahu Isabella, " Aku senang kau menyadarinya. Kalau kau mau mari kita ke Azura untuk membuka sekolah design di sana" Kata Alena sambil berharap.     

Isabella menatap Alena dengan pandangan aneh. Ia memang mengagumi ketampanan Nizam dan ingin ikut ke Azura siapa tahu tiba - tiba ia jadikan salah satu wanitanya Nizam. Bukankah Ia tahu kalau Di kerajaan Azura para rajanya hidup dengan banyak istri dan selir. Tetapi Azura adalah negara tertutup. Sebagai seorang desainer Pakaian dan pemilik brand pakaian ternama di Dunia. Isabella sering beperhian ke luar negeri. Ada beberapa negara yang belum pernah Ia datangi salah satunya adalah kerajaan Azura.     

Ia tahu sangat tidak mungkin menggelar peragaan busana di sana. Ia pasti akan ditolak mentah - mentah. Untuk itulah sebelum pergi ke Azura, Ia harus berpikir seribu kali. Ia tidak akan bisa berkutik di negara itu. Mungkin Ia tidak bisa bebas berpakaian, Ia juga tidak bisa bebas mengkonsumsi minuman beralkohol atau bermesraan di tempat umum.     

Berkaca pada negara tertutup lainnya seperti Korea Utara walaupun tentu saja tidak setertutup Korea Utara. Hanya untuk sekedar berfoto saja harus sesuai prosedur. Bahkan akses internet dibatasi. Tidak..tidak..tidak.. Ia tidak akan mau. Belum lagi jenis makanannya yang pasti tidak akan cocok dengan lidahnya. Gerak-gerik selama di negara tertutup akan selalu diawasi oleh petugas pengawas.     

"Agaknya ajakan Yang Mulia perlu pertimbangan yang matang, Aku akan datang mungkin saat penobatan Yang Mulia Nizam menjadi raja dan Aku akan datang khusus untuk merias Yang Mulia Putri Alena." Kata Isabella sambil tersenyum.     

"Baiklah, Aku cukup senang untuk itu" kata Alena sambil berjalan menuju kamar Arani Seorang pelayan menunjukkan jalannya kepada Mereka.     

"Yang Mulia, rumah Anda begitu luar biasa mewah. Yang mulia Nizam seperti hendak meniru konsep Michael Jakcson dengan menggabungkan antar wahana permainan anak dan rumah hunian. Tetapi kalau Aku lihat bangunan rumahnya seperti istana dan taman - tamannya juga terlihat aneh dengan banyak burung merak berkeliaran." Kata Isabella dengan mata yang terus menerus melihat kesana - kemari.     

" Ini adalah bangunan terindah yang pernah Aku datangi. Apalagi dengan interior yang begitu mewah seperti ini. Aku seperti berada di dalam sebuah istana daripada rumah. Anda adalah seorang wanita yang sangat beruntung " Kata Isabella sambil terus mengoceh. Ia merasa bahwa Alena sangat beruntung karena menikahi Pangeran Azura yang begitu kaya raya. Alena tersenyum dingin mendengar kata - kata Isabella.     

"Sebenarnya Aku terbiasa hidup mewah, Walau tidak semewah ini. Semakin kesini Aku semakin menyadari bahwa semua harta tidak akan berguna kalau kita tidak bisa mengendalikannya. Malahan akan mengundang orang - orang disekitar kita untuk iri.     

Terus terang Aku lebih suka Nizam menjadi orang biasa. Hidup cukup, damai dan tenang bersama anak - anak"     

"Kalau begitu mengapa Yang Mulia bersedia menikah dengan Yang Mulia Nizam kalau ingin hidup sebagai rakyat biasa" Isabella bertanya sedikit mencemooh. Ia sedang berpikir bahwa Alena sedang berbicara pencitraan kepada dirinya.     

"Itulah, Aku sungguh tidak tahu kalau Nizam seorang pangeran kalau seandainya saja Aku tahu dari awal..." Alena terdiam sambil menerawang.     

"Tidak usah dilanjutkan perkataan Yang Mulia, Aku tahu. Kalau saja Yang Mulia Alena tahu dari awal kalau Yang Mulia Nizam Pangeran putra Mahkota tentu Yang Mulia tidak bersedia menikahinya. " Kata Isabella sambil tersenyum kecut.     

Alena melengos, "Aku tidak akan berkata seperti itu. Maksudku adalah seandainya Aku tahu dari awal Nizam adalah Putra Mahkota Aku akan tetap menikahinya. Karena Ia sangat tampan dan baik hati. Kau juga suka kan?" Kata Alena sambil tertawa kecil Ia senang sudah mempermainkan perasaan Isabella.     

Isabella cemberut kesal, "Yang Mulia ini hendak menggodaku" Katanya.     

"Ya... soalnya Kau tidak dapat menyembunyikan perasaan sukamu kepada suamiku"     

"Kalau Yang Mulia tahu seperti itu lalu mengapa Yang Mulia tetap meminta Aku untuk merias Arani? Apakah Yang Mulia tidak takut Aku akan menggoda suami Yang Mulia?" Kata Isabella seakan menantang Alena untuk bertarung meperebutkan Nizam.     

Alena malah tertawa tambah keras mebuat Isabella sedikit canggung dan kesal. Ia benar - benar merasa dilecehkan oleh Alena. Kalau seandainya saja Ia tidak ingin melihat Nizam mungkin Ia sudah balik badan dan meninggalkan rumah ini. Ia tidak memerlukan order dengan bayaran yang mahal. Untuk orderan ini Ia malah rela tidak dibayar asalkan Ia bisa melihat wajah Nizam yang tampan dengan badannya yang tinggi kekar itu. Ia merasa sudah sangat bahagia.     

"Mengapa Yang Mulia malah tertawa keras?" Tanya Isabella sambil mengerutkan keningnya. Matanya menatap tajam ke wajah Alena yang sedang berjalan disampingnya.     

"Ya.. Isabell.. Walaupun Aku tahu kalau Kau menyukai suamiku tetapi Aku yakin akan cinta suamiku. Cintanya padaku tidak mudah digoyahkan. Tetapi walaupun demikian Aku tidaklah takabur dengan rasa percaya diri yang tinggi. Nizam adalah manusia biasa yang mungkin saja suatu hari nanti Ia bisa terpeleset ke dalam godaan wanita.     

Untuk itu Aku bisa mengetahuinya dari sekarang. Selain Aku sangat memerlukan bantuanku dalam mempercantik Arani Aku juga ingin mengetahui sejauh mana Nizam tahan akan godaan pada wanita. Jadi dengan membuat kau berada di sisiku maka Aku akan semakin cepat tahu kalau kau berhasil menggoda suamiku sehingga nantinya akan berselingkuh dengan suamiku.     

Dan jika itu terjadi, maka sebelum Aku meninggalkan Nizam maka Aku akan pastikan untuk membuatmu menderita terlebih dahulu" Kata Alena dengan santai. Isabella memandang Alena dengan ngeri. Apa Alena yang disampingnya ini adalah wanita yang sama yang pernah Ia temui beberapa bulan sebelumnya. Mengapa sekarang Ia sangat berbeda. Seakan dua jiwa yang terperangkap dalam tubuh yang sama.     

Melihat Isabella pucat pasi, Alena kembali tertawa, " Ha..ha..ha..Kau tidak usah takut Isabella. Aku hanya bercanda. Aku tidak akan pernah menyakiti seseorang kecuali Ia menyakiti kedua anakku. Maka Aku akan berubah menjadi singa untuk menyerang orang itu"     

Wajah Isabella menjadi kembali tenang, " Aku juga merasa Yang Mulia sungguh tidak pantas menjadi wanita yang kejam." Kata Isabella yang hampir saja kehilangan moodnya untuk merias.     

Tidak lama kemudian pelayan itu berhenti pada sebuah kamar dan lalu mengetuk pintunya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.