CINTA SEORANG PANGERAN

Nizam Yang Shock



Nizam Yang Shock

 Tapi Nizam tidak melepaskan Alena, sampai Alena hampir pingsan di buatnya. Nizam tampak gemas dan Ia baru berhenti ketika Alena kemudian menggigit telinganya sampai berbekas. Nizam memekik tetapi dia tetap tidak menarik tubuhnya.     

"Tanggung sayang, sekali lagi.. ya.. sabar ya.." Bisik Nizam sambil kemudian menyudahinya.     

Alena langsung tergeletak dengan tubuh luluh lantak seperti habis kerja bakti tujuh hari tujuh malam ga berhenti – henti. Bahkan Ia tidak mampu menarik kakinya yang terbuka sedari tadi. Alena mengeluh.     

"Kau memang keterlaluan, Aku sudah tidak tahan kau masih terus saja " Kata Alena sambil mengusap keringat di keningya.     

" Hhh.. Aku merasa sangat puas. Sudah lama Aku tidak mendapat kepuasan yang maksimal sejak Kita punya Axel dan Alexa " Kata Nizam sambil mengambilkan Alena air minum.     

" Iya.. terkadang walaupun mereka memiliki kamar dan pengasuh masing – masing mereka tetap saja terkadang ingin tidur bersama kita." Kata Alena sambil tersenyum. Bayi – bayi mereka sangat pintar. Ketika mereka ingin tidur bersama mereka biasanya mereka menangis tidak mau berhenti walaupun di gendong atau di beri susu.     

Mereka hanya berhenti kalau mereka ditidurkan disamping Alena. Dan Nizam terpaksa mengalah tidur di sofa. Karena ranjang itu tidak cukup besar untuk menampung empat orang. Dan terutama yang dikhawatirkan adalah tubuh Nizam yang tinggi besar itu takut melukai anak – anaknya.     

"Iya mungkin mereka suka dengan bau tubuhmu, termasuk bapaknya juga" Kata Nizam sambil mengendus leher Alena. Alena menyingkirkan kepala Nizam dari lehernya.     

'Minggir!! Sana ah ! Nanti kau mau lagi. Aku sudah serasa mau mati ini.. "     

"Jangan mati Alena. Aku tidak mau jadi duda" kata Nizam sambil memeluk Alena dengan kuat dan membenamkan mukanya ke dadanya yang penuh bulu. Membuat Alena jadi bersin – bersin karena ada bulu dada yang masuk ke hidungnya.     

"Kau keterlaluan.. Aku jadi geli " Alena menggosok – gosok hidungnya yang memerah.     

Nizam malah tertawa sambil mengacak – ngacak rambut istrinya.     

"Geli.. geli enak ya..? " Kata Nizam sambil mencubit pipi ranum Alena. Alena menjulurkan lidahnya sambil kemudian tertawa dan berkata,     

" He.. he..he.. bener juga sih.." Katanya terus terang.     

"Nah Honey, ayolah ceritakan kepadaku. Kira – kira apa yang harus dilakukan oleh adikku agar dia bisa mendapatkan cinta Amrita" Nizam tidak kehilangan fokusnya terhadap adiknya sendiri.     

"Baiklah.. akan Aku ceritakan. Daripada kau naik lagi ke atas tubuhku" Kata Alena sambil buru – buru bercerita.     

"Amrita itu seorang perempuan. Sekeras apapun Ia, Amrita akan tetap luluh oleh perlakuan istimewa " Kata Alena sambil memasang wajah serius.     

"Berarti Yang Aku sarankan kepada adikku sudah benar ?" Kata Nizam dengan berseri – seri. Alena menggelengkan kepalanya.     

"Ada benarnya tapi belum sepenuhnya benar. Aku kasih tahu ya.. Untuk mendapatkan ikan besar kita tidak boleh menggunakan umpan ikan teri tetapi harus ikan yang besarnya dapat mengenyangkan ikan besar itu.     

Amrita adalah wanita berkelas dari segala hal, dia cantik, pintar, pandai ilmu bela diri, ahli menggunakan senjata dan berpegaulan bebas. Ibarat permata walaupun dia sudah pernah tersentuh orang tetapi Aku berani bertaruh masih banyak para pangeran yang berharap menjadi suaminya.     

Kalau hanya dirayu oleh puisi dan nyanyian tidak akan mempan. Harus ada sesuatu yang lebih besar lagi." Kata Alena sambil mengangguk – nganggukan kepalanya. Dan Ia sangat senang melihat mata Nizam yang melebar karena kagum kepada Alena padahal Alena belum mengatakan apapun.     

"katakan.. katakan kepadaku Apa yang lebih besar itu ! " Nizam menegakkan tubuhnya. Ia mendadak merasa sangat bersemangat setelah lama merasa pusing memikirkan nasib adiknya. Ia tidak tega melihat Pangeran Husen yang biasanya bersemangat dan riang gembira jadi selalu murung dan berkeluh kesah. Hampir setiap hari Pangeran Husen melamun memikirkan Amrita. Bagaimana Nizam tidak gundah melihat penderitaan adiknya itu.     

"Akan Aku katakan, tetapi Aku harap kau nanti tidak marah mendengar ide dariku. Karena ini ada kaitannya denganmu"     

"Kaitannya denganku ? Memangnya apa ?" Kata Nizam semakin penasaran. Alena tidak menjawab tetapi Ia malah turun dari tempat tidur dan berjalan melenggang santai. Tetapi kemudian Ia sadar kalau Ia sedang dalam keadaan tidak berpakaian. Maka Ia segera balik lagi dan melihat Nizam sedang melotot memandangnya. Alena refleks melihat ke arah tubuh Nizam yang terlihat mulai mengembang kembali.     

Alena langsung mengambil bantal dan menutupi tubuh Nizam. " Ajari tubuhmu itu. " Kata Alena dengan sewot. Ia mengambil kimono tidurnya yang terbuat dari kain satin yang lembut.     

"Tubuh yang mana ? Apa ?" Nizam pura – pura tidak mengerti.     

"Itu.. tidak boleh lihat tubuh terbuka sedikit langsung membesar dan memanjang. Mengerikan sekali. Ajari sedikit sopan santun ! Kalau tidak diizinkan jangan suka merubah ukuran seenaknya " kata Alena morang – maring.     

"Please.. Alena. Aku juga inginnya seperti itu tapi apa daya tubuhku yang satu ini suka ngeyel sendiri. Aku sudah perintahkan untuk tenang tetapi dia malah punya pikiran sendiri jadi ya.. begitulah. Lagipula tubuhmu itu rumahnya jadi wajar saja kalau Ia selalu ingin pulang ke rumahnya. Jadi Kau tidak boleh menolaknya.. " Kata Nizam tapi kata – katanya tidak bisa lanjut Alena langsung membungkam mulut Nizam menggunakan tangannya.     

"Kau memang tidak mau kalah !! Kau sama menyebalkannya dengan tubuhmu itu"     

"Menyebalkan tetapi sering manggil – manggil dia agar pulang ke rumah " Kata Nizam sambil menyingkirkan tangan Alena di mulutnya. Wajah Alena merah padam karena kata – kata Nizam yang benar adanya.     

"Iya.. iya Kau benar. Aku memang suka manggil – manggil dia agar masuk ke rumahnya. Kasihan kalau kelamaan diluar nanti dia mengkerut kedinginan" Kata Alena sambil tertawa. Ia kembali berjalan menuju lemari besi yang ada di dalam ruangan khusus menyimpan perlengkapan pakaian Alena.     

Alena membuka lemari besi itu menggunakan kombinasi angka yang hanya Alena dan Nizam yang tahu. Kemudian dari dalamnya Ia mengambil sebuah cepuk yang berwarna biru tua. Ada banyak tumpukan kotak – kotak berwarna warni di dalamnya. Dan Alena mengambil sebuah kotak yang terbesar. Kotak itu seperti sebuah balok yang melebar. Dan Ia lalu kembali menutup lemari besi itu dan kembali ke tempat tidur dimana Nizam sedang menunggu     

Mata Nizam membesar melihat benda yang dibawa Alena. Siapapun pasti tahu apa yang dibawa Alena. Itu adalah kotak perhiasan. Tetapi perhiasan mana yang ada didalamnya. Nizam sering membelikan Alena perhiasan. Saking seringnya Ia sampai tidak tahu perhiasannya yang mana saja.     

Alena kemudian membuka kotak itu perlahan dan Nizam sambil memicingkan matanya karena silau melihat sinar permata yang saling berebut keluar dari kotak perhiasan itu. Ia langsung tahu perhiasan yang di ambil Alena. Matanya langsung mengerling ke wajah Alena. Dan Alena Cuma bisa nyengir melihat wajah Nizam yang sedikit shock.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.