CINTA SEORANG PANGERAN

Menengok Amar



Menengok Amar

"Hamba sudah mendapatkan petunjuk sedikit tetapi masih belum yakin. Hamba sebenarnya ingin pergi ke suatu tempat tetapi masih menunggu Jonathan pulih. Dan tentang Putri Kumari hamba sangat yakin kalau Pangeran Barry ada dibelakang semua ini. Bagaimana kalau sebelum Yang Mulia pergi ke Kerajaan Rajna kita menemui dulu Putri Mira" Kata Arani. Tetapi kemudian Nizam menggelengkan kepalanya.      

"Kau tidak bisa masuk ke dalam harem, Kau bukan asisten ku lagi"Kata Nizam membuat Arani menjadi tertegun. Rupanya Ia lupa kalau posisinya sekarang sudah menjadi orang luar dan Ia tidak bisa keluar masuk ke dalam istana apalagi ke dalam harem.     

"Bagaimana dengan Putri Cynthia ?" Kata Arani mempertanyakan Cynthia.      

"Dia sudah aku jadikan sebagai guru bahasa Inggris bagi istri - istriku. Sehingga Ia masih bisa masuk kedalam harem dengan pengawalan ketat. Waktu kemarin perjamuan, Ia datang sebagai tamu istimewa dan menantu Ibunda Ratu Zenita. Aku tidak berdaya di dalam haremku sendiri"      

"Tidak apa Yang Mulia, jangan khawatir. Hamba percaya kalau Yang Mulia Putri Alena akan mengatasi semua permasalahan di dalam harem" Kata Arani menguatkan hati Nizam. Nizam menganggukkan kepalanya,     

"Sulit untuk dipercayai tetapi beberapa kali Alenaku menangani semua persoalan dengan caranya sendiri. Aku tidak dapat membubarkan harem secara paksa tetapi Aku yakin dengan kemampuan Alena. Ia akan mengatasi semuanya " Nizam kali ini tidak meragukan kemampuan istrinya lagi.     

"Kalau begitu kita harus mengadakan pertemuan dengan Pangeran Rasyid terlebih dahulu untuk mengetahui sejauh mana penyelidikannya tentang pengkhianatan Imran." Kata Arani sambil berdiri dan mempersilahkan Nizam untuk pergi bersama berbicara dengan Rasyid.     

"Apa kau tidak ingin melihat Amar terlebih dahulu ?" kata Nizam mengingatkan Arani karena Ia belum berbela sungkawa dengan Amar. Arani tertegun dan langkahnya terhenti. Matanya mendadak berkaca - kaca. Ada tangis yang tersekat di tenggorokannya.     

"H..hamba sesungguhnya tidak berani" Kata Arani sambil tertunduk. Ia sangat bersedih dengan nasib Amar dan Ia merasa tidak tega kalau harus bertemu Amar.     

"Tapi Ia pasti akan sangat berbahagia kalau kau menengoknya. Ia sedang terpuruk sekarang," kata Nizam sambil menatap Arani penuh harap. Ia kemarin sempat melihat bagaimana tubuh Amar menjadi kurus dengan cepat. Nizam sudah tidak mampu berkata - kata lagi untuk menghibur Amar. Ia berharap kalau Arani bisa membawa kebahagiaan kepada Amar walaupun hanya sesaat.     

Arani menganggukan kepalanya, Ia memang bermaksud akan menengok Amar tetapi Ia masih merasa belum siap menghadapi kesedihan sahabatnya itu. Bagaimana hancurnya hati Amar atas kematian istrinya dan yang membunuhnya sahabatnya sendiri. Yang hidup bersama - sama sudah lama. Kehilangan istri saja sudah sangat terpukul apalagi ditambah dengan pembunuhnya sahabat sendiri.      

"Baiklah Yang Mulia.." Kata Arani sambil kemudian berjalan mengikuti Nizam. Dan ketika mereka hendak keluar mereka berpapasan dengan Nayla yang membawa setumpuk buku. Ia melihat Nizam dan Arani sudah mau pergi dan Ia berkata dengan keheranan.     

"Yang Mulia hendak pergi kemana ? " kata Nayla sambil menatap Nizam keheranan. Ia disuruh membawa buku banyak tetapi Nizamnya malah pergi.     

"Kami ada perlu dulu, Kau baca semua buku yang kau bawa itu lalu nanti ceritakan kepadaku isinya apa" Kata Nizam sambil berkata dengan wajah datar. Sesaat Ali, Fuad dan Arani menjadi menahan tawa melihat Nayla yang tampak kebingungan. Tapi Nayla hanya memberikan hormatnya. Ia tahu diri kalau memang Ia harus banyak belajar untuk menjadi asisten Nizam yang baik.     

Tempat tinggal Amar ada di dalam istana di bagian penginapan para penjaga. Ruangan tempat tidur para penjaga ini berupa barak yang sangat luas untuk tempat menginap para penjaga istana dan bergabung dengan arena pelatihan, serta penyimpanan senjata tradisional dan senjata api. Para komandan memiliki tempat di ruangan terdepan dengan kamar pribadi yang sangat nyaman dan luas untuk menerima tamu. Sedangkan para kepala prajurit memiliki kamar yang masing - masing dekat dengan barak pasukannya masing - masing.     

Amar sebenarnya memiliki rumah pribadi dan beberapa apartemen di ibukota kerajaan Azura tetapi saat ini karena memang suasana sedang tidak terlalu bagus maka Amar oleh Nizam diminta untuk tidur di Istana sampai Amar dapat mengendalikan dirinya. Nizam saat ini sedang sangat sibuk sehingga Ia khawatir kalau Amar tinggal berjauhan dengannya Ia tidak dapat memantau Amar dengan baik. Tetapi jika tinggal masih dalam satu istana maka Nizam dapat setiap saat melihatnya.      

Begitu melihat Nizam dan Arani berjalan ke arah ruangan para penjaga maka semua penjaga yang ada langsung berdiri tegak dan membungkuk. Yang sedang berlatih di arena pelatihan juga tampak langsung berdiri tegap dan membungkukkan badannya sambil memberikan salam.     

Tubuh - tubuh tegap dan berotot itu tampak mengkilat terkena sinar matahari. Arani yang memang sudah terbiasa menyaksikan pemandangan ini hanya menatap dengan pandangan dingin. Para penjaga juga langsung keder melihat Arani dan Nizam. Ini seperti sepasang singa Azura yang sedang menghampiri mereka dan siap merobek - robek mereka dengan kuku dan cakarnya yang tajam.     

"Yang Mulia hendak mengadakan inspeksi mendadakkah ?" Tanya seorang kepala komandan kepada Nizam dengan penuh hormat.     

"Aku hendak menemui Jendral Amar " Kata Nizam sambil memperhatikan suasana ruangan yang menjadi markas para penjaga istana ini.     

"Tadi Jendral Amar sempat memberikan pelatihan menembak dan memanah. Kemudian Beliau juga memeriksa kelengkapan persenjataan sebelum kemudian masuk kembali ke dalam ruangannya" kata kepala komandan itu.     

"Kelihatannya cukup baik " Kata Nizam kepada Arani. Arani menganggukan kepalanya sedikit lega mendengar penjelasan kepala komandan itu. Penjelasan itu menunjukkan kalau kondisi Amar kemungkinan sudah agak stabil"     

"Apakah kami perlu memberitahukan kedatangan Yang Mulia kepada Jendral Amar?" kata Kepala komandan itu kepada Nizam. Nizam menoleh kepada Arani dan Arani menggelengkan kepalanya.     

"Sebaiknya tidak usah Yang Mulia. Kita akan melihat kondisinya secara mendadak agar kita tahu apakah Ia benar - benar baik - baik saja atau tidak." Kata Arani kepada Nizam setengah berbisik. Nizam menganggukan kepalanya menyetujui usulan Arani.     

Nizam kemudian mengangkat tangannya dan menyuruh kepala komandan itu pergi. Kepala Komandan itu kemudian berpamitan tetapi tidak pergi jauh. Ia berdiri di depan ruangan markas penjaga untuk berjaga - jaga mengingat yang di dalam adalah Pangeran Putra Mahkota.      

Di depan ruangan tempat Amar menginap tampak dua orang penjaga. Mereka membungkuk memberikan hormat kepada Nizam dan Arani. Nizam menyimpan telunjuk di bibirnya untuk memberitahukan kalau mereka tidak usah memberitahukan Amar kedatangan mereka.     

Perlahan pintu di buka oleh Arani, Dan kemudian Arani melihat pemandangan di depan matanya tampak sangat memerihkan matanya. Siapa yang telah menyimpan bawang di dalam kamar Amar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.