CINTA SEORANG PANGERAN

Aku Harus Menegakkan Keadilan



Aku Harus Menegakkan Keadilan

Alena dan Cynthia sudah selesai menyusui bayinya masing - masing, ketika mereka kemudian berbincang - bincang sambil menemani Pangeran Thalal yang sedang mengajak main Axel, Alexa dan Atha.     

Wajah keduanya tampak jauh dari bahagia. Kematian Putri Kumari membuat kegoncangan yang besar di hati keduanya. Alena menatap teh rempahnya dengan hati resah. Tangannya memutar - mutar tepian gelas oleh jari telunjuknya. Sesekali Ia menatap Cynthia yang wajahnya bahkan lebih kalut dibandingkan dengan Alena. Ia berulang kali menghela nafas. Pangeran Thalal hanya melirik ke arah mereka dengan pandangan prihatin.     

Mereka biasanya berceloteh panjang lebar kalau sedang berduaan seperti itu tapi kali ini mereka tampak kusut dan bermuram durja. Pangeran Thalal sendiri sebenarnya sama resahnya dengan mereka. Apalagi dia tahu persis permasalahannya ke depannya akan seperti apa. Hukuman mati bagi Putri Rheina adalah hal yang paling memungkinkan agar kedua kerajaan tidak saling berperang. Apalagi letak kerajaan Rajna berbatasan langsung dengan kerajaan mereka. Sangat mudah bagi dua kerajaan itu untuk saling berperang jika letaknya saling berbatasan langsung.     

"Sebenarnya Aku sangat menyesal telah memusuhi Putri Kumari. Seandainya Aku tahu kalau umurnya begitu pendek tentu Aku akan berbaik hati kepadanya. Walaupun Ia berniat jahat" Kata Cynthia sambil menghirup capucino-nya. Ia mencoba mengurai kegundahan dalam hatinya melalui secangkir capucino, berharap rasa manisnya akan menggantikan rasa pahit dalam hatinya.     

 "Aku sungguh tidak mengerti mengapa ada orang yang ingin membunuhku. Kata Nizam semalam pelakunya bukan Putri Rheina. Ia hanya menjadi korban" Kata Alena sambil membenamkan jemarinya ke mukanya.     

"Apa kau senang sekarang ? Kalau Putri Rheina jadi tersangka utama. kau akan kehilangan saingan terberatmu sekarang" Kata Cynthia sambil melirik ke arah Alena. Ia mengira Alena pasti sedang sangat bahagia sekarang. Si ular betina itu sekarang sedang meringkuk di penjara bawah tanah.      

Alena dan Rheina seperti musuh bebuyutan yang berseteru setiap mereka bertemu. Alena yang baik hati bereaksi keras terhadap Putri Rheina. Dan Putri Rheina sendiri sudah tidak ingin lagi menjadi putri yang agung dan mulia dihadapan Alena. Bawaannya adalah ribut terus dan seakan ingin menelan Alena dalam sekali lahap. Jadi wajar saja kalau Cynthia menyangka Alena pasti gembira dengan kejadian ini. Seandainya Putri Rheina di hukum mati maka hilang sudah saingan terberatnya.     

Tetapi kemudian Cynthia hampir menyemburkan capucinonya ketika mendengar Alena berkata,     

"Aku kasihan dengan Putri Rheina" Kata Alena sambil memeluk bantal di pangkuannya. Wajahnya begitu polos bagaikan langit tanpa bintang. Suaranya perlahan tetapi di telinga Cynthia seperti sapuan angin topan yang memporak porandakan seluruh prasangka dalam kepalanya.     

Apakah Ia tidak salah dengar ? Bukanlah Alena sangat membenci Putri Rheina. Sepanjang Ia berteman dengan Alena jarang membenci orang. Ia bahkan memaafkan Elsa yang dulu hampir saja menjadi penyebab George memperkosa Alena. Ia juga bahkan hendak mengadopsi bayinya Sisca. Ia memaafkan Pangeran Abbash yang menculiknya. Sekarang Ia kasihan dengan Putri Rheina. Ya Tuhan.. terbuat dari apakah hatinya? Emaskah ?      

Tetapi Cynthia masih merasa kalau Ia salah mendengar sehingga kemudian Ia bertanya lagi untuk menegaskan kepada Alena.      

"Maksudnya apa, kau kasihan kepadanya. Aku takut salah dengar. Kau kasihan kepada Putri Kumari atau Putri Rheina?" kata Cynthia sambil menatap tajam ke arah Alena. Alena malah menghela nafas lalu menghembuskan ke depan dengan kuat.     

"Kau tahu, bagaimana kalutnya wajah Nizam menghadapi masalah Putri Rheina. Hari ini utusan dari Kerajaan Rajna datang dan akan meminta pertanggung jawaban dari Nizam. Aku tahu kalau Nizam bukan orang pengecut yang tidak bertanggung jawab.     

Nizam sangat khawatir dengan nasib istri pertamanya itu. Walaupun Ia tidak mengatakan apa - apa tetapi sebagai istrinya, Aku tahu sekali kalau Ia sedang resah. Ia tidak mengatakan kalau Ia khawatir dengan Putri Rheina tetapi mendengar Ia mengatakan bahwa kesalahan Putri Rheina tidak seberat itu sudah membuatku langsung paham Ia tampak tertekan." Kata Alena sambil menerawang.     

Cynthia menatap takjub ke arah sahabatnya itu. "Kau... mengkhawatirkan Nizam atau Putri Rheina ? Bagaimana dengan kebencianmu kepada Putri Rheina. Apa kau tahu kalau Ia akan memberikanmu obat pencahar? Kau tahu apa itu artinya ? Ia ingin mempermalukan dan membuat Putri Kumari terkena hukuman. Ingin menyingkirkanmu dan Putri Kumari sekaligus. Alena please honey.. don't so naive" Kata Cynthia dengan nada penuh penekanan untuk menjelaskan betapa Putri Rheina tidak layak dikasihani.     

"Aku tahu, dia sangat membenciku. Dan Aku juga sangat membencinya. Entah siapa yang paling besar rasa benci diantara kami. Ketika Aku pertama kali menginjakan kaki di Azura, para wartawan dan rakyat menyerangku karena Putri Rheina menyebarkan berita bohong tentang diriku. Dia memprovokasiku di dalam harem sampai Aku kena hukuman cambuk.     

Dia juga wanita pertama yang menjadi istri Nizam dan itu sangat menghantui diriku selama ini. Aku merasa kalau Ia tidak ada maka seharusnya Akulah yang jadi istri pertamanya. Aku sangat membencinya sampai ke tulang sum sum.     

Tetapi sangat tidak adil kalau Ia sampai harus dihukum mati hanya karena memberikan Aku obat pencahar. Aku sekarang tahu walaupun Ia sangat membenciku tetapi Ia tidak menginginkan Aku mati. Kalau memang Ia ingin membunuhku mengapa Ia hanya menaruh obat pencahar ?" Kata Alena panjang lebar membuat Cynthia ternganga karena takjub.     

"Orang tidak pantas mati karena perbuatan orang, sejahat apapun orang itu. Keadilan harus tetap di tegakkan. Aku tidak keberatan Putri Rheina mati kalau memang itu salah dia. Baik dia ataupun Putri Kumari tidak bersalah. Dan Putri Rheina harus bebas dari tuduhan membunuh. Kalaupun Ia harus di hukum Ia harus mendapatkan hukuman sesuai dengan perbuatannya.     

Dan bagi Putri Kumari, terlepas dari apapun motifnya dia mendekati Aku. Dia tidak pantas mati mengenaskan sepert itu. Aku harus menuntut balas atas kematiannya." Kata Alena sambil tiba - tiba berdiri sambil membuang bantal yang sedari tadi Ia peluk.     

Cynthia yang ternganga refleks ikut berdiri, " Mau kemana Kau ? Kau mau apa ?" Kata Cynthia terkaget - kaget.     

"Aku mau menghadap ke utusan Kerajaan Rajna " Kata Alena dengan wajah berapi - api.     

"Kau mau apa menghadapi mereka. Nizam sedang berbicara dengan mereka. lagipula ini Kerajaan Azura bukan Amerika atau Indonesia dimana para wanita bisa berbicara dengan bebas. Lagipula ruangan pertemuan itu tidak bisa dimasuki wanita dengan sembarangan. Kau tahu itu?" kata Cynthia mengingatkan Alena. Ia sangat khawatir sahabatnya itu terkena masalah karena mencampuri urusan penting yang sedang di hadapi Nizam dan utusan dari kerajaan Rajna     

Tapi Alena malah mengangkat alisnya. "Aku tidak perduli, walaupun Aku harus mati. Aku harus menegakkan keadilan. Aku tidak mau diam saja melihat orang tidak bersalah di hukum mati" Kata Alena sambil melangkahkan kakinya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.