CINTA SEORANG PANGERAN

Mari Kita Berperang Saja



Mari Kita Berperang Saja

Nizam duduk di atas kursi utama dengan Nayla berdiri di belakangnya beserta Fuad dan Ali. Di depannya ada 5 orang utusan dari kerajaan Rajna. Ada juga dubes dari kerajaan Rajna beserta pendampingan dari kerajaan Azura. Nizam sedari tadi mendengarkan para utusan itu yang terus menerus bersikeras meminta Putri Rheina diserahkan kepada mereka. Nizam sampai hilang akal karena setiap kali di berargumen, argumennya dikalahkan dengan argumen mereka.     

Nizam tidak bisa berbuat banyak karena dari pihak Kerajaan Rajna sedang emosi dan tidak mau mengalah. Berbicara panjang lebarpun tetap saja mereka tidak terima. Mereka cuma ingin Putri Rheina diserahkan kepada mereka.      

"Hamba memahami kalau Putri Rheina istri Yang Mulia dan belum terbukti bersalah. Tetapi tetap saja dengan ditemukannya bukti di kamar Putri Rheina sudah menunjukkan itikad yang tidak baik bagi putri itu dan menjadi penyebab kematian putri mahkota kami.     

Kami sudah berkali - kali memohon kepada Yang Mulia untuk menyerahkan Putri Rheina kepada kami " Kata salah seorang utusan dengan muka memerah karena marah dan tidak sabar tetapi dia masih menunjukkan rasa hormatnya kepada Nizam.     

"Aku minta maaf karena Aku tidak bisa memenuhi permintaanmu. Aku tetap meminta waktu sampai Aku mengetahui siapa pelakunya. Aku tidak bisa menyerahkan orang yang tidak bersalah kepada kalian " Kata Nizam dengan tenang.     

"Tetapi jelas dia yang menaruh obat itu ke makanan Putri Alena. Dia ingin membunuh Putri Alena. Tetapi mengapa Yang Mulai tetap mempertahankan Putri Rheina ? Apakah berita yang kami dengar kalau Yang Mulia mencintai Putri Alena adalah cerita kebohongan belaka ?" Kata Utusan itu tampak tidak sopan dan Nayla baru akan berkata ketika dari luar terdengar suara lantang.     

"Jaga mulutmu dari Pangeran Kami ! Dia adalah orang termulia di kerajaan kami setelah Yang Mulia Baginda Raja Al - Walid" Suara itu begitu dingin dan tajam. Semua mata seketika beralih ke arah sumber suara itu.     

Tampak sosok tubuh mungil tertutup rapat dengan gaun jingga cerah, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Melangkah perlahan di iringi seorang wanita tinggi, tegap dan sangat tegas. Berambut sangat pendek bahkan hampir cepak tetapi tidak mengurangi kecantikannya sedikitpun. Nizam terlonjak melihat dua orang yang baru datang.     

Disatu sisi Ia sangat senang melihat Arani, di sisi yang lain Ia sangat terkejut melihat Alena masuk ke ruangan ini. Para wanita terlarang masuk ke ruang pertemuan kecuali para pelayan, asisten atau penjaga.      

Begitu melihat Alena, orang - orang segera berdiri dan memberikan hormat walaupun dengan kening berkerut. Ada apa istri pangeran datang ke ruangan pertemuan mereka. Ini adalah penghinaan bagi mereka. Karena tidak selayaknya ada wanita ikut campur dengan urusan mereka.      

Nizam jadi kebingungan harus menyapa siapa dahulu saking bahagia dan kagetnya. Istrinya yang cantik jelitakah atau asistennya yang selama ini Ia rindukan.     

"Alena.. Arani.." Akhirnya Nizam hanya mampu berkata itu. Tangannya terhulur ke arah Alena dan Alena menangkap uluran tangan dari suaminya. Nizam kemudian menariknya untuk duduk di kursi yang paling dekat dengannya.     

"Ada apa Kau kemari ? Kau kan tahu.. " Nizam tidak melanjutkan perkataannya. Alena sudah keburu menjawabnya. "Aku ada perlu dengan para utusan itu " Kata Alena sambil menunjuk ke arah para utusan. Para utusan jadi semakin jengah sehingga mereka jadi saling berbisik dan tampak semakin marah dengan kehadiran Alena.     

Dan Nizam tahu itu, sedari tadi suasana sudah tegang dan panas ditambah kedatangan Alena dan Arani maka suasana semakin memanas. Nizam melebarkan matanya, " Tapi ada apa ? " Kata Nizam sambil menatap Alena kebingungan. Alena malah senang melihat Nizam kebingungan. Baginya Ia seperti sudah mengalahkan kejeniusan Nizam kalau sudah membuat Nizam kebingungan seperti itu.      

Siapa yang tidak bingung melihat Alena dan Arani datang bersamaan seperti itu. Ini seperti dua bidadadri yang turun dari kahyangan sekaligus.     

Selagi Nizam kebingungan Arani berdiri di samping Nizam lalu berkata kepada para utusan.     

"Ini adalah kerajaan Azura. Walaupun ada orang kami yang sudah berbuat kesalahan tetapi perilaku kesopanan harus tetap di jaga. Rendahkan suara kalian dan hormati pangeran Kami " Kata Arani sambil berdiri seperti seorang bodyguard. Para utusan itu langsung terdiam sedikit gemetar. Siapa yang tidak kenal Arani, Singa betina dari A zura. Arani ini sama sadisnya dengan Nizam sebenarnya tetapi yang ini lebih tidak kenal takut.      

"Tidak apa - apa Arani, Kita memang ada di posisi yang salah " Kata Nizam sambil tersenyum. Ia sudah tahu akhir dari perbincangan hari ini setelah berdialog berhari - hari dengan alot maka kemungkinan mereka akan berperang semakin terbuka lebar. Para utusan tidak mau pulang ke kerajaannya tanpa membawa Putri Rheina. Mereka memberikan batasan waktu sampai hari ini. Dan jika sampai sekarang mereka tidak mendapatkan suatu keputusan maka mereka akan memilih untuk berperang.     

"Hamba mohon maaf jika kurang sopan tetapi memang perbincangan ini menjadi sangat alot dan melelahkan. Masing - masing dari kita tidak mau mengalah. Yang Mulia tetap mempertahankan Putri Rheina di Azura padahal kami sendiri sudah menyampaikan bahwa walaupun Putri Rheina diserahkan kepada kami, kami tidak akan langsung menghukumnya tetapi kami hanya ingin menahannya untuk menenangkan kesedihan dan kemarahan rakyat kami. Kami akan tetap menghukumnya jika penyelidikan yang dilakukan kita sudah jelas" Kata utusan itu kepada Nizam.     

"Sayang sekali.. kalian harus pulang dengan tangan hampa. Karena walau bagaimanapun Aku tidak akan menyerahkan istriku kepada kalian. Ini tentang kehormatanku sebagai suaminya" Kata Nizam dengan dingin membuat Alena refleks menoleh ke arah Nizam dan mengomel. Apa si kepala batu itu tidak tahu kalau Ia ada disampingnya. Sampai segitunya mempertahankan Putri Rheina.     

"Kalau begitu kita akan berperang" Kata Utusan yang berdiri di paling belakang     

Nizam malah mengangkat alisnya dan tersenyum, " Jika itu tidak dapat dihindari lagi maka kami tidak akan mundur. Kita tidak pernah mencari musuh tetapi musuh datang kami tidak akan mundur.     

Ini tentang kehormatan kami. lstriku belum tentu bersalah, Ia hanya menambahkan obat pencahar. Ia hanya bertindak nakal dan kenakalannya dimanfaatkan oleh orang lain. Menyerahkan dia kepada kalian adalah menghinakan dia. Jadi Kalau kalian akan mengajak kami berperang. Maka mari kita saling mengangkat senjata demi kehormatan kerajaan" Kata Nizam membuat suasana ruangan menjadi bergemuruh dan Arani malah tersenyum tipis. Perang ? siapa takut?     

Tetapi semua terdiam ketika tiba - tiba Alena berteriak,     

"Perang ?? TIDAK !! " Kata Alena dengan keras membuat suara gemuruh karena pernyataan perang dari Nizam berhenti seketika. Suasana menjadi sunyi senyap. Semua mata sekarang menatap ke arah Alena dengan tidak berkedip.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.