CINTA SEORANG PANGERAN

Tangisan Alena



Tangisan Alena

"Alena !! " Nizam memanggil Alena dengan suara tertahan. Ada apa dengan istrinya ini. Apakah Ia ingin menyerahkan Putri Rheina ke Kerajaan Rajna. Apa Alena sedang merasa cemburu karena Nizam begitu membela Putri Rheina. Apakah Alena tidak tahu kalau Ia melakukannya bukan karena cinta tetapi karena kehormatannya sebagai suami Putri Rheina. Nizam mencekal tangan Alena dengan lembut. Ia menggelengkan kepalanya perlahan memberikan isyarat agar Alena tidak berkata apa - apa.     

Tapi Alena malah mengeraskan wajahnya. Ia melepaskan tangan Nizam yang mencekalnya kemudian berjalan menghampiri para utusan.     

"Aku sangat menghormati Putri Kumari. Aku menyukai putri mahkota kalian. Sebelum meninggal kami sudah sepakat akan saling melindungi dan menyayangi. Kematiannya karena mencicipi gudeg yang Ia sediakan khusus untukku. Kematiannya menggantikan kematianku. Seharusnya Aku yang mati waktu itu karena racunnya dibubuhkan ke dalam makanan yang khusus untuk diriku.     

Jadi jika memang kalian menyalahkan kerajaan Azura untuk ini kalian tidak adil. Putri Rheina mungkin bersalah dengan sikap kekanak - kanakkannya tetapi percayalah dia tidak berniat untuk membunuh Putri Kumari. Dia memang Putri yang manja dan sedikit jahat tetapi dia bukan seorang pembunuh. " Kata Alena sambil tersenyum menawan membuat para utusan itu langsung merasakan perutnya sedikit tegang.     

Nizam hanya menatap Alena dengan pandangan tidak percaya. Apa yang dikatakan istrinya ini ? Nizam jadi ketakutan dan Ia baru saja akan meminta Alena berhenti bicara tetapi Alena malah terlanjur sudah membuka mulutnya lagi,     

"Kalau kalian hendak menahan seseorang sebagai sandera agar kami dapat segera menemukan pembunuhnya. Kalian boleh membawa diriku sebagai gantinya. Bawalah Aku ke kerajaan kalian dan tinggalkan Putri Rheina di sini. Aku sangat yakin kalau sebentar lagi pembunuh yang sebenarnya akan tertangkap " Kata Alena membuat Semua yang mendengar kaget bukan alang kepalang. Nizam sampai mau semaput mendengar mulut Alena yang begitu mudahnya mengatakan itu.      

"Alena Kau sadar dengan apa yang kau ucapkan? " Kata Nizam dengan muka pucat pasi dan tubuh gemetar. Saat ini Ia sangat mengakui kalau wanita sebaiknya memang benar tidak usah mencampuri urusan laki - laki. Alena nyawanya, ibu anak - anaknya. Bagaimana bisa menyarahkan dirinya sendiri untuk disandera di kerajaan Azura. Putri Rheina yang tidak Ia cintai saja Ia pertahankan bagaimana bisa Ia malah menyerahkan Alena.     

Jangankan Nizam, Arani saja sampai ternganga mendengar perkataan Alena. Tahu Alena mau berbicara seperti ini tentu Ia tidak akan membiarkan Alena pergi ke ruang pertemuan ini.      

"Yang Mulia !! " Arani berseru kepada Alena tetapi Alena malah tersenyum,     

"Aku akan pergi demi kehormatan kerajaan Azura. Aku tidak ingin gara - gara diriku kedua kerajaan akan berperang. Putri Kumari sudah tenang di alam baka. Mengapa kalian harus merusak ketenangannya dengan menciptakan peperangan yang akan menimbulkan korban banyak.     

Tidakkah kalian menyadari bagaimana sedih dan tidak tenangnya arwah Putri Kumari kalau kematiannya malah menyebabkan pertumpahan darah. Hentikan rencana konyol kalian " Kata Alena.     

Para Utusan lansung terdiam, mendengar perkataan Alena mereka seperti menyadari kebenarannya. Arwah Putri Mahkota mereka akan menangis kalau kematiannya malah menimbulkan kerusuhan.     

"ALENA ! Pergi dari ruangan ini. Aku mohon saudara - saudara untuk tidak menghiraukan perkataan istriku " Kata Nizam dengan panik. Ia sudah beranjak dan akan membawa Alena keluar tetapi Alena malah bergeming.     

" Tidak Yang Mulia. Izinkan Aku untuk pergi ke kerajaan Rajna. Jangan bertindak tidak adil. Mereka sekarang sedang berkabung. Kita bertanggung jawab terhadap kematiannya. Ada orang tua yang kehilangan anaknya. Apa Yang Mulia dapat merasakan bagaimana rasanya kehilangan anak sendiri ? " Kata Alena semakin membuat Nizam ketakutan. Dan Ia lansung kehilangan akal sehatnya kalau sudah berhadapan dengan Alena.     

 Nizam kemudian berkata dengan dingin ke arah para utusan itu.     

"Kau dengar apa kata Istriku tadi? Aku minta maaf karena Aku mungkin telah meremehkan kesedihan kerajaan kalian. Menurut perkataan istriku tadi maka Aku memutuskan untuk menyerahkan Putri Rheina dan kemudian Aku akan segera menyelidiki kasusnya agar cepat terungkap " Kata Nizam membuat para utusan sekarang yang tercengang.     

Berhari - hari mereka berdebat alot tentang permasalahan ini. Masing - masing mempertahankan egonya. Masing - masing bertindak sesuai kehormatan. Bagaimana Nizam bersikukuh mempertahankan Putri Rheina bahkan sampai puncaknya hari ini. Nizam memilih untuk mengangkat senjata dan berperang daripada menyerahkan putri Rheina.     

Betapa keras kepalanya Nizam, begitulah para utusan itu memandang Nizam. Tetapi kemudian pandangan mereka terhadap kekerasan Nizam menurun ke titik terendah ketika mendengar begitu mudahnya Nizam mengubah pendiriannya hanya karena istri tercintanya hendak pergi menyerahkan diri untuk menggantikan Putri Rheina.     

Cerita betapa cintanya Nizam kepada Alena sekarang bukan lagi isapan jempol belaka. Bagaiman wajah Pangeran yang dingin dan keras itu sekarang berubah menjadi pucat pasi dan ketakutan.     

"Tidak Yang Mulia ! Jangan sampai Putri Rheina yang pergi karena kalau dia yang pergi itu sama saja menunjukkan kalau kita menerima kesalahan. Padahal kita tidak salah sama sekali. Tetapi jika Aku yang pergi maka itu adalah tanda empati kita terhadap kerajaan Rajna " Kata Alena membuat Nizam menggelengkan kepalanya dengan kuat.     

Persetan dengan semua kehormatan dan harga diri, persetan dengan perasaan empati. saat ini Ia hanya ingin Alena menarik kata- katanya kembali. Ia tidak ingin Alena pergi titik. Apapun alasannya. Bahkan Ia lebih rela menyerahkan Putri Rhiena dari harus menerima kepergian Alena dengan apapun alasannya.     

"Alena kau ini sedang menyusui, ingat kau punya balita" Kata Nizam sambil berkaca - kaca. Ia ingin rasanya bersujud di kaki Alena agar dia tidak melakukan hal konyol.     

"Aku tahu.. biarlah mereka menyusui menggunakan botol. Aku akan memompa ASIku setiap hari"     

"Siapa yang akan menjaga mereka nanti. Ya Tuhan... Alena please.. ini bukan main - main. Jangan bertindak konyol" Kata Nizam semakin panik dan ketakutan. Mukanya yang pucat kini memerah karena marah.     

"Tidak !! Lihat.. para utusan ini begitu gigih menginginkan Putri Rheina untuk kehormatan Putri Kumari dan kita mempertahankan Putri Rheina untuk kehormatan juga. Tetapi untuk apa kehormatan itu kalau akan ada korban dari kedua belah pihak.     

Akan ada anak yang kehilangan ayahnya karena mati di medan pertempuran. Akan ada gadis yang kehilangan kekasihnya, akan ada Kakak yang kehilangan adiknya dan sebaliknya akan ada adik yang kehilangan kakaknya. Mengapa kalian begitu egois.     

Tolong jangan merusak ketengan Putri Kumari. Ia begitu baik hati. Ia adalah putri terhebat yang pernah ku temui. Mengapa nasibnya begitu malang. Putri Kumariku yang malang.. Hu....hu..u.. " Alena menangis dan memeluk Nizam dengan erat membuat suasana menjadi terharu. Para utusan merasa terenyuh mendengar ratapan Alena. Mereka jadi teringat kembali dengan Putri Kumari dan tidak dapat ditahan isak tangis tampak tertahan di setiap bibir para uturan itu. Termasuk Nayla, Ali dan Fuad. Hanya Arani yang terdiam membisu. Tidak ada setetes air matapun yang keluar termasuk Nizam yang terlihat panik.     

Tetapi kepanikannya langsung menguap ketika Ia mendengar Alena berbisik ditelinga Nizam sambil terisak - isak.     

"Cepat menangis. Jangan cuma marah - marah " Kata Alena sambil mencubit pinggang suaminya dan itu sudah cukup membuat Nizam terpaku sambil kemudian memahami apa yang sedang dilakukan Alena.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.