Kepandaian seorang Penyair
Kepandaian seorang Penyair
"Bagaimana Edward? Apakah anda dapat menjelaskan tentang lagu terbaru mu? Katanya Kau yang menciptakannya. Dapatkah Kau menyanyi kannya untuk Kami semua?" Tanya Moderator. Edward baru mau menggelengkan kepalanya ketika Mata manajer menatapnya tajam.
Akhirnya Edward meminta sebuah gitar. Dengan gayanya yang elegan Edward mulai memetik gitarnya.
***
Sebuah perasaan dari lubuk hati.
Indahnya bagaikan senandung surga
Ayat cinta bertaburkan rindu
Bersemayam dalam urat nadiku
Kau yang jauh mengawang di angkasa
Hanya terjangkau oleh bahasa kalbuku
Aku bergetar setiap mengingatmu
Kau membuatku patah dalam kehampaan
Aku lantunkan syair indahku
Yang berhembus bersama angin
Merintih meniti rintik hujan
Berharap pada selaksa dawai asmara
***
Suara deting gitar yang dipetik dan suara Edward yang benar-benar sangat merdu membuat hati setiap orang bergetar. Apalagi kemudian dari sudut matanya tergenang setetes air mata. Siapakah yang mampu menahan perasaan romantis yang menguras emosi.
Melihat Alena tidak memperdulikannya Edward memberikan gitarnya dan mulai mengembalikan pembicaraan ke manajernya.
Wajah Nizam semakin beku bagai sebongkah es.Tanpa sadar tangannya mencengkram paha Alena dengan kuat. Alena yang sedang main game memekik kaget sehingga Edward langsung terhenti. Ia masih memegang gitarnya tetapi suaranya sudah tidak terdengar, Ia malah bertanya kepada Alena. "Alena ada apa??"
Alena celingukan tidak mengerti apa yang terjadi. Tangannya masih memegang handphone dan dilayar handphonenya masih berlangsung game bubble shooter. Ia kemudian menatap Nizam, " Apa yang Kau lakukan? Pahaku jadi sakit" Kata Alena sambil cemberut. Nizam tersenyum manis Ia menggelengkan kepalanya. Wajahnya sedikit berbinar melihat Alena tidak perduli dengan nyanyian Edward. Padahal jujur saja Nizam merasa lagu Edward sangat menyentuh hati setiap orang yang mendengarnya. Terlepas dari betapa Nizam membenci Edward, Nizam harus mengakui bahwa suara Edward sangat indah dan merdu.
Nizam menatap ke arah para wartawan yang sekarang sedang mendengarkan manajer Edward menyampaikan promo album dari Grup Band Edward. Dan anggota Grup Band lainnya tampak ikut berbicara. Suasana jadi sedikit mencair dengan sedikit gelak tawa. Hanya Edward dan Nizam yang masih terdiam kaku.
"Baiklah, Mari Kita buka Sesi tanya jawab untuk grup band kita. Kita akan tampung untuk empat pertanyaan dulu. Ya silahkan perkenalkan nama dan berasal dari media mana?" Kata sang moderator sambil menyiapkan alat perekamnya.
Seorang wartawan wanita mengacungkan tangannya dan langsung bertanya dengan tidak sabar. "Syair yang anda ciptakan tampaknya tidak relevan dengan kehidupan yang sedang Anda jalani. Bukankah Anda baru menikah dengan kekasih Anda, Mrs. Lila tapi mengapa lagu Anda malah bercerita tentang kisah cinta yang tidak tersampaikan?"
Edward tampak tertegun Ia melirik ke arah Nizam. Mata Nizam melotot bagaikan ingin keluar dari kelopaknya. Alena malah mengangkat tangannya ingin menjawab. Rupanya Ia sudah bosan dengan game di handphone sehingga Ia mengikuti sesi tanya jawab ini. Ia sebenarnya tidak tahu tentang syair lagu Edward. Hanya Ia mengira-ngira apa yang terjadi. Alena sedang bosan dan merasa terdesak sehingga Ia lalu berpikir keras agar Ia terbebas dari kekesalan hatinya.
Sontak semua mata memandang dengan penuh rasa ingin tahu. Nizam mendelik pada Istrinya. "Apa yang kau lakukan?" Katanya berdesis bagaikan suara ular.
"Aku ingin meluruskan, sekaligus ingin pamit. Aku bosan duduk di depan." Bisik Alena pada suaminya.
"Silahkan Yang Mulia Putri Alena untuk mengambil waktunya." Kata Moderator sambil tersenyum.
Alena tersenyum. "Perkenalkan Saya Adalah Alena istri dari Yang Mulia Pangeran Nizam. Saya, Edward dan Suami saya berteman akrab karena kami satu kampus. Edward ini orang yang pandai bersyair. Dia akan mampu membuat syair sedih padahal hatinya sedang bahagia. Aku pikir tema lagu tidak selalu harus relevan dengan kisah hidup seorang penyair. Betulkah demikian Edward?" Tanya Alena. Edward tergagap menganggukan kepalanya sambil heran tumben Alena jadi cerdas.
"Nah... sekalian saya dan suami saya mohon pamit. Karena ada sesuatu hal yang harus kami kerjakan" Alena lalu berdiri menarik tangan Nizam mengajaknya untuk pergi. Nizam yang sama herannya dengan Edward hanya menurut saja. Ia menganggukkan kepalanya lalu mohon pamit dan pergi meninggalkan Aula.