CINTA SEORANG PANGERAN

Siasat Alena



Siasat Alena

Melihat Alena terancam, pangeran Thalal langsung berdiri setelah menidurkan Cynthia. Ia tidak bisa mengandalkan Amar yang terus menerus memeluk mayat istrinya sambil menangis. Dan Ia juga takut kalau kakaknya akan melakukan suatu tindakan yang akan mencelakakan Alena. Pangeran Thalal tahu persis kalau otak kakaknya sering hilang kendali kalau sudah dihadapkan dengan persoalan Alena.     

"Imran.. tolong tahan senjatamu. Aku mohon. Aku bersedia menjadi gantinya untuk kau sandera. Lepaskan Kakak iparku. Bukankah Kau ingin senjata, kau hanya ingin senjata. Akan Aku perintahkan sekarang juga pilot pesawat militer untuk mendarat dimanapun Kau mau.     

Jangan sampai kau membunuh Kakak iparku. Kau harus ingat Kakakku Nizam akan menjadi gila kalau sampai kehilangan Kakak putri Alena. Dan kalau Kakakku menjadi gila, kau sama sekali tidak akan mendapatkan apa yang kau inginkan " Pangeran Thalal mengangkat tangannya dan mencoba mendekati Imran.     

"Berhenti mendekat Yang Mulia.. Dan segera kau perintahkan kepada pilot pesawat militer untuk mendaratkan pesawatnya di pulau Jabari dan bukan itu saja. Aku juga ingin pesawat ini ikut mendarat di pulau Jabari. Kalian harus ada disana sampai Yang Mulia Pangeran Barry naik tahta" Kata Imran.     

Nizam tidak mampu berkata apa – apa. Ia tidak memegang senjata apapun. Dan ada lima orang penjaga yang mengelilingi mereka sambil menodongkan senjata. Ada Alena dalam pelukan Imran yang sedang menodongkan senjatanya ke kepala Alena. Bagaimana Nizam mampu berpikir. Tetapi kemudian Nizam melihat Alena memberikan isyarat dengan kedipan matanya. Dan melihat Alena mulai berbicara kepada Imran dengan ketenangan yang luar biasa.     

"Aku sama sekali tidak mengira kalau Kau jendral yang sangat bodoh, Imran. Aku bersyukur kau membelot dari suamiku. Karena kalau kau tetap disampingnya maka kau malah akan menyebabkan Azura menjadi hancur" Kata Alena sambil mendecih melecehkan Imran.     

Imran menjadi tertegun mendengar perkataan Alena yang diluar dugaannya.     

"Yang Mulia Jangan main – main. Senjata ini siap untuk menembak" Kata Imran dengan perasaan marah karena perkataan Alena. Ia sudah bersiap akan menarik pelatuknya ketika Alena berkata lagi.     

'Pangeran Barry itu sangat jahat. Kalau kau berhasil membawa kami ke pulau itu beserta senjata Aku sangat yakin Kau akan langsung ditembaknya sampai mati sebelum dia menepati janjinya untuk menjadikanmu perdana mentri" Kata Alena sambil tertawa.     

"Aku tidak suka dengan perkataan Yang Mulia. Pangeran Barry tidak mungkin seperti itu " kata Imran semakin marah tetapi menjadi sedikit penasaran dengan analisa dari Alena yang suka nyeleneh.     

'Pangeran Barry itu gila.. dia mau membunuh Pangeran Abbash adiknya sendiri lalu dia juga mau menurunkan ayahnya secara paksa apalagi membunuh kamu seorang pengkhianat kacangan. Kau tembak saja Aku kalau berani.. dan Kau akan mati dibunuh suamiku. Tembak.. Tembak !! CEPAT!! " Kata Alena sambil berteriak membuat Imran jadi sedikit terpecah konsentrasinya dan begitu Imran terpecah konsentrasinya Nizam segera bergerak.     

Alena memberikan isyarat agar Nizam segera bergerak untuk menendang Imran. Dan Imran tidak menyangka kalau Alena akan melakukan suatu gerakan yang membuatnya panik sehingga dengan mudah Nizam menendang kepalanya ketika Nizam menendang, Alena memiringkan kepalanya dan segera melepaskan tangan Imran dari lehernya.     

Darah langsung tersembur dari mulut Imran dan membuat penjaga lainnya langsung bergerak menembak. Pangeran Thalal membungkukkan tubuhnya sambil menyapukan kakinya ke arah tubuh para pengawal yang berkhianat itu. Sekali sapu maka dua tubuh langsung melayang menabrak kursi pesawat. Ada senjata yang melayang jatuh dan langsung diambil oleh Amar yang sedari tadi mengawasi gerakan Imran.     

Begitu Amar berhasil menangkap pistol yang melayang jatuh Ia segera menembakkan ke arah tiga orang pengawal lainnya dan tiga orang pengawal itu langsung tewas ambruk.     

Alena segera tiarap melihat baku hantam itu. Ia sebenarnya sangat takut tetapi rasa khawatir terhadap anak – anaknya mengalahkan ketakutannya. Ia melihat Imran sedang terkapar dan Ia segera berdiri kemudian berlari ke arah ruangan tempat para bayi berada, sebelum Imran balas menyerang Nizam dan yang lainnya.     

Untungnya tempat para bayi berada cukup jauh sehingga suara tembakan tidak terdengar. Para penjaga tampak berjaga – jaga di dalam ruangan itu. Para pengasuh bayi tampak tidak menyadari kalau mereka sedang disandera. Hanya saja mereka sedikit heran melihat para penjaga itu memegang senjata.     

Para bayi juga tampak terlelap tidur, Alena menarik nafas dan menenangkan wajahnya sebelum masuk ke dalam. Melihat Alena masuk para penjaga yang berjumlah tiga orang itu langsung menegakkan wajahnya dengan penuh ketegangan. Mereka heran karena Alena masuk ke ruangan ini. Seharusnya Alena disandera bersama Nizam dan yang lainnya.     

Wajah Alena tampak polos dan pura – pura bego. " Lho.. mengapa kalian pada ada disini ? Bukannya ikut minum – minum di ruangan bersama yang lainnya "     

Tiga orang penjaga itu saling berpandangan dan menatap Alena dengan tatapan tajam tetapi wajah polos Alena malah membuat mereka bertanya – tanya. Mengapa jadi seperti ini. Apakah penyanderaan itu jadi atau tidak.     

Bukankah rencananya mereka di sini berjaga ditempat para bayi dan siap membunuh bayi – bayi ini jika diperlukan. Tetapi mengapa Alena kelihatan berwajah sangat tenang seakan tidak terjadi apa – apa. Harusnya kalau benar terjadi penyanderaan wajah Alena harus terlihat panik dan ketakutan.     

"Mengapa kalian malah bengong ? Ayo sana ikut minum – minum. Bukankah pesawat akan mendarat di pulau Jabari ? " Kata Alena lagi dengan santai     

"Yang Mulia sudah tahu ? Kita akan ke pulau Jabari ?" Seorang penjaga berkata kepada Alena.     

"Tentu saja.. Imran mengatakan rencananya kepada Suamiku dan entahlah Suamiku menyetujui permintaan Imran dan akan membantu Pangeran Barry merebut tahta. Kata suamiku lebih baik Pangeran Barry yang jadi raja daripada Pangeran Abbash" Kata Alena lagi sambil mengangkat bahunya dan berjalan mendekati box bayi dimana Axel mulai menggeliat bangun mendengar suara ibunya.     

Ketiga penjaga itu benar – benar kaget dan kebingungan. Sungguh mereka kini mempercayai perkataan Alena yang sangat masuk di akal. Sudah menjadi rahasia umum kalau Pangeran Mereka pencemburu dan sangat membenci orang yang mencoba merebut Alena dari sisinya. Jadi mereka kemudian meyakini kata – kata Alena dan mulai menurunkan senjatanya.     

"Apakah di luar sana tidak ada perkelahian ?" Tanya penjaga itu sambil tetap waspada ketika melihat Alena yang mengambil Axel kemudian menimangnya dengan santai seakan tidak ada kejadian apapun.     

"Perkelahian apa ? Kau gila apa ? Bagaimana bisa ada perkelahian kalau mereka sekarang sedang minum – minum kopi dan tertawa – tawa membicarakan masa depan Azura dan Zamron " Kata Alena sambil kemudian mulai membuka kancing pakaiannya. Para penjaga masih menatapnya dengan pandangan tidak percaya. Tetapi kemudian Alena menghardiknya,     

"Kenapa kalian masih di sini ? Sana pergi cepat ikut makan – makan. Suamiku sedang senang dan Ia sekarang sedang bagi – bagi uang. Kau malah melongo melihatku. Apa kau mau melihat Aku menyusui anak – anakku. Ingin mata kalian dicongkel suamiku ?" Kata Alena dengan pongah membuat para penjaga itu serentak berhamburan keluar. Hilang sudah kecurigaan mereka terhadap perkataan Alena dan ketika mereka berhamburan keluar Alena segera berkata dengan nada gemetar.     

"Tutup pintunya dan kunci segera !! " Kata Alena kepada para pelayan. Para pelayan malah terdiam bengong melihat wajah Alena yang berubah dari tenang menjadi panik dan pucat.     

"Cepat!! " Alena mendesis seakan takut terdengar oleh para penjaga itu. Para pelayan segera berlari menutup pintu dan menguncinya. Begitu pintu ditutup Alena langsung menangis bagaikan orang gila sambil berlutut dan mendekap Axel ke dadanya.     

Tidak lama kemudian terdengar suara tembakan dari luar dan tiga kali letusan diiringi tiga sosok tubuh yang terjatuh ambruk ke lantai pesawat dan itu membuat para pengasuh bayi langsung menjerit ketakutan sambil mengambil Alexa dan Atha mereka mendekati Alena dan ikut berlutut sambil mengigil ketakutan.     

Suara tembakan diluar dan suara tubuh yang ambruk sudah menunjukkan bahwa ada kejadian mengerikan diluar. Pantas saja dari tadi mereka keheranan dengan tingkah laku penjaga yang ngotot berjaga di dalam ruangan bayi dengan senjata lengkap. Mereka hanya heran tetapi tidak berani bertanya apapun karena tadi Imran yang mengatakan kalau mereka hanya berjaga - jaga saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.