CINTA SEORANG PANGERAN

Ikhlaskan Amar !!



Ikhlaskan Amar !!

Nizam termangu mendengar pertanyaan Alena. Pikirannya kembali melayang ke beberapa saat sebelum Ia berlari ke arah ruangan para bayi. Nizam menendang Imran hingga terpental ke arah tembok dan Amar serta Pangeran Thalal langsung menghajar para penjaga.     

Ketika Alena berlari ke arah ruangan bayi, Nizam kemudian memerintahkan Pangeran Thalal untuk segera mengejar Alena yang Nizam perkirakan berlari ke arah ruangan para bayi. Nizam tidak berani meninggalkan Imran di bawah penanganan Amar yang sedang kalap dan emosi. Ia harus memastikan Imran mati atau memang tidak berdaya di bawah pengawasannya.     

Nizam juga tidak ingin meninggalkan Cynthia bersama Imran karena takut di jadikan sandera juga. Imran adalah kepalanya sedangkan pengawal lain adalah ekor dan badannya. Biasanya kalau kepalanya sudah kena maka yang lainnya akan kehilangan kekuatannya walaupun tidak seluruhnya jadi Nizam mengandalkan kecerdasan Alena agar Alena mampun mengelabui para penjaga lain.     

Amar sudah menangani tiga orang penjaga dengan beberapa gebrakan. Dan ketika Amar melihat Imran terhempas ke dinding lalu terjatuh ke bawah Amar langsung meloncat ke arah Imran dan hendak menginjak dada Imran. Tetapi Imran langsung mengelak dengan menggulingkan tubuhnya sendiri ke kanan menjauhi Nizam juga. Kaki Amar jadi mengenai tempat kosong.     

Amar semakin murka karena Imran berhasil menghindar dari injakan kakinya. Wajah Amar semakin gelap karena emosi. Sementara itu Nizam mundur ke belakang, Ia berusaha tidak campur tangan kepada Amar karena ini adalah pembalasan dari seorang suami untuk istrinya. Tetapi Nizam juga tidak ingin meninggalkan Amar ketika berkelahi dengan Imran.     

Amar terlihat sangat emosi dan itu bisa jadi bumerang baginya. Ketika orang emosi kadang gerakannya sangat ngawur dan gelap mata. Ia tidak melihat lagi mana yang membahayakan nyawanya atau tidak tetapi Ia hanya ingin meluapkan dendam saja.     

Nizam berdiri agak jauh setelah mengamankan Cynthia yang masih tergeletak pingsan. Nizam mengambil semua senjata api yang ada di dekatnya dan melemparkannya ke tempat aman. Nizam juga memegang dua senjata di tangannya. Ia terus memperhatikan Amar yang melancarkan serangan bertubi – tubi tetapi Imran selalu dapat membaca setiap gerakannya. Sehingga pukulan dan tendangannya jadi semakin ngawur.     

Nizam menggelengkan kepalanya melihat kegagalan Amar yang berkali – kali di dalam menyerang Imran. Nizam melihat mata Amar yang acap kali berkaca – kaca dan kabur oleh air mata. Teriakan Amar yang terkadang histeris saat Ia melakukan tendangan atau pukulan membuat Imran menarik keuntungan sehingga ketika Amar Menendang ke depan, Imran berkelit lalu Ia balas menendang ke punggung Amar dan Amar langsung terdorong ke depan akan menabrak sandaran besi kursi pesawat.     

Nizam melihat kejadian itu sehingga sebelum muka Amar menghantam sandaran kursi Nizam, segera menahan dengan tubuhnya sekaligus memegang bahu Amar agar Amar juga tidak menghantam dada Nizam.     

Amar menengadah menatap Nizam dengan hati yang begitu terluka, bibirnya gemetar dan air mata meleleh. Nizam menatap Amar sesaaat. Lalu berbisik di telinga Amar sambil memegang tekuk Amar dengan kuat.     

"Kalau kau berkelahi dengan emosi seperti itu maka sampai kapanpun kau tidak akan pernah menang melawannya. Ingat "Kullu nafsin dzaiqutol maut" Setiap yang bernyawa pasti mati. Terima kematian istrimu dengan Ikhlas. Niatkan hatimu untuk membalas perbuatannya karena Alloh. Jiwa dibalas dengan jiwa. Mata dengan mata. Hidung dengan hidung dan gigi dengan gigi.     

Jangan kau melawannya karena nafsu pribadimu. Majulah !! Lawan dia dengan ke-ikhlasan hatimu" Kata Nizam sambil membalikkan tubuh Amar menghadap ke arah Imran dan mendorongnya.     

Amar menoleh ke belakang ke wajah Nizam. Nizam menganggukan kepalanya. Muka gelap Amar berubah menjadi sedikit terang. Ia menghapus air mata yang masih meleleh dan menelan semua kesedihan dalam keikhlasan hatinya. Benar kata Nizam. Setiap yang bernyawa pasti mati, ini hanyalah salah satu jalan kematian yang dijalani istrinya. Tidak ada seorangpun yang dapat menghindar dari takdir kematiannya sendiri walaupun dia berlindung di sebuah benteng yang kokoh.     

Amar menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya dengan kuat. Ia berjalan dengan langkah pasti ke arah Imran. Imran tidak mendengar apa yang dibisikkan oleh Nizam kepada Amar tetapi Imran melihat perubahan besar pada wajah dan gerakan tubuh Amar.     

Wajah Amar yang begitu emosi kini terlihat tenang. Dan itu bukan pertanda baik bagi Imran. Dan memang benar saja ketika kemudian Kaki Amar kembali menendang ke arahnya Imran kembali berkelit tetapi luar biasa gerakan dari kaki Amar.     

Amar menendang Imran dari arah kiri tetapi ketika Imran berkelit ke kanan, secepat kilat Amar merubah arah tendangannya sehingga " Buk... Ho..akh.. " Imran langsung terpental ke belakang dan kembali muntah darah.     

Imran lalu segera bangkit dan balas menendang tetapi Amar menghindar sambil melayangkan pukulan ke kepala Imran. Lagi – lagi Imran terjatuh. Ketika Nizam menendangnnya sebenarnya Ia sudah terluka parah. Karena tendangan Nizam bukanlah tendangan sembarangan. Seorang prajurit biasa mungkin sudah mati dengan dada remuk tetapi Imran masih bisa menahannya dengan mengerahkan tenaga dalamnya.     

Tetapi kini Amar menendang lagi tepat di tempat yang sama akibatnya Imran tidak bisa bertahan lama ketika Imran kemudian ambruk ke bawah. Amar sudah berjongkok di atas tubuh Imran dengan tangan memegang kepala dan dagu Imran siap memelintir kepala Imran. Hanya sebelum melakukannya Amar meminta izin dulu kepada Nizam.     

Nizam menganggukkan kepalanya sambil berlalu pergi meninggalkan Amar yang kemudian memelintir kepala Imran dengan sekali gerakan. "Kraak !! " Nizam masih mendengar suara tulang leher Imran yang patah dan teriakan Amar yang kembali meluapkan emosinya. Nizam tidak perduli lagi ketika Ia mendengar suara tangisan Amar lagi. Nizam malah berlari ke arah ruangan bayi.     

Ketika Nizam sampai ke lorong pesawat penghubung antara ruangan bayi dan ruangan makan, Ia melihat para penjaga yang hendak menembak adiknya yang sudah terkapar sehingga kemudian Ia menembaknya dengan beberapa tembakan. Dan begitulah sampai akhirnya Ia berdiri dan menjawab pertanyaan Alena.     

"Imran sudah mati " Kata Nizam menjawab pertanyaan Alena. Nizam menunggu Alena bereaksi karena selama ini Imran seringkali berada di samping Nizam dan Alena. Entahlah Nizam jadi takut Alena akan marah karena tidak mengampuni Imran     

Alena membuang wajahnya ke bawah dengan berlinang air mata, tetapi Alena tidak berkata apapun kali ini. Sifat belas kasihnya tidak berlaku untuk Imran yang begitu tega menembak kepala Zarina.     

"Pergillah.. untuk membunuh semua penjaga. Jangan sisakan satupun karena mereka semua pengkhianat " Kata Alena dengan dingin. Nizam menganggukan kepalanya,     

"Ya.. kali ini kita berpikiran sama " Kata Nizam sambil menghela nafas lega. Tadinya Ia takut Alena akan meminta dia untuk tidak menghabisi siapapun karena Alena yang sangat baik hati. Tetapi sekarang agaknya Alena sudah mulai berpikir proporsional.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.