CINTA SEORANG PANGERAN

Seharusnya Pangeran Abbash Yang Menikahi Zarina



Seharusnya Pangeran Abbash Yang Menikahi Zarina

"Matamu begitu sembab, kau pasti menangis karena sedih dan kesal. Kau sedih kehilangan Zarina dan kau kesal karena Aku tidak bisa menjaga istriku dengan baik. Bahkan kalau seandainya waktu itu Aku membiarkan dia menikah dengan Pangeran Abbash mungkin nasibnya tidak akan setragis ini" Kata Amar semakin kacau balau.     

Ali menyuruh Amar untuk berdiri, pangkat dia berada di bawah Amar. Ia hanya pengawal pribadi Nizam sedangkan Amar adalah jendral. Ali menjadi begitu iba melihat Amar yang sangat terpukul. Walaupun sebenarnya Ia juga merasa apa yang dipikirkan oleh Amar adalah benar. Amar adalah jendral besar bagaimana bisa Ia begitu ceroboh melakukan suatu gerakan yang mengakibatkan Imran memang terpancing untuk membunuh Zarina.     

Ali memang berpikiran kalau saja Zarina menikah dengannya mungkin Zarina akan selamat. Dan Ali juga memang berpikir kalau tidak dia, Zarina akan tetap masih hidup jika menikah dengan Pangeran Abbash. Ali berpikir kalau Pangeran Abbash jadi menikahi Zarina minimal saat ini Ia masih bisa menatap wajahnya.     

Ali sama terguncangnya dengan Amar. Ia begitu terpukul tetapi Ia berusaha menyembunyikannya dalam - dalam karena Ia memang merasa tidak berhak untuk memperlihatkan rasa berdukanya kepada yang lain. Ia bukanlah siapa - siapa Zarina, istri bukan teman juga bukan. Ia hanyalah seseorang yang tersesat di dalam lautan cinta terlarang.     

Ali hanyalah orang yang memang tidak berhak sedikitpun untuk meneteskan air mata. Ia hanya debu di hati Zarina. Tetapi bagi Ali, Zarina adalah permata yang sangat berharga. Cinta Ali kepada Zarina adalah cinta yang begitu tulus. Ali lebih rela melihat Zarina hidup berbahagia daripada melihat Zarina meninggal seperti ini.     

Penderitaan Zarina adalah penderitaannya juga. Ali seperti fans Zarina yang begitu menderita melihat idolanya telah pergi selamanya. Tetapi sekarang melihat betapa menderitanya Amar yang pastinya mungkin lebih menderita dibandingkan dirinya. Kemarahan Ali berkurang bahkan hilang makanya Ia segera meminta Amar untuk berdiri.     

"Ini sudah takdir, jadi hadapilah dengan tegar. Aku doakan semoga Kau akan mendapatkan gantinya yang lebih baik" Kata Ali sambil menepuk punggung Amar. Wajah Ali yang tadinya muram, sekarang berusaha ditegarkan. Ia tidak ingin terlihat sedih. Nizam lalu menghampiri mereka dan berkata ikut menenangkan Amar.     

"Sudahlah Amar, Kami paham penderitaanmu. Aku sebenarnya tidak berani melarangmu untuk bersedih karena Aku tidak merasakan apa yang sedang kau rasakan saat ini jadi memang seberapa kesedihanmu Aku berusaha merasakan sendiri. Tetapi perlu kau ketahui kalau kita menghadapi masalah yang mungkin akan mendatangkan kesedihan yang lain bagi banyak orang " Kata Nizam kepada Amar.     

Amar, Ali dan Fuad seketika menatap wajah Nizam. Kesedihan Amar kembali berkurang karena dia memang tidak boleh larut dengan kesedihan. Kematian Imran telah menyebabkan Nizam kehilangan salah satu tangan kanannya ditambah dengan Arani yang sedang tidak ada juga membuat kekuatan Nizam berkurang.     

Musuh nyata yang sekarang sedang Nizam hadapi adalah Pangeran Bary. Kegagalan penyerangan kali ini akan membuat Pangeran Barry semakin waspada. Dan mereka masih belum tahu tindakan apa yang akan Nizam lakukan untuk menghadapi Pangeran Barry.     

Terutama Amar, Ia menjadi sangat mendendam kepada Pangeran Barry. Imran berkhianat karena bujukan Pangeran Barry walaupun Amar tidak tahu seperti apa persisnya tetapi kesedihannya kini berganti dengan api kemarahan. Ia teramat marah, teramat sangat.     

Melihat muka Amar yang menjadi tegang, Nizam kemedian berkata lagi. " Marilah kita duduk di aula sebelah sana agar kita bisa berdiskusi secara leluasa karena Aku sebenarnya memiliki suatu pemikiran yang terus terang sangat menggangu pikiranku." Kata Nizam sambil berjalan menuju aula.     

Sebuah ruangan rapat yang didalamnya terdapat sebuah meja persegi yang hanya berisi sepuluh kursi yang mengelilingi meja itu. Nizam duduk dikursi paling depan. disebelahnya Amar kemudian disebelahnya lagi Ali lalu Fuad.     

Nizam melambaikan tangannya kepada pelayan yang sedang berdiri sambil membawa baki berisi minuman ringan yang menyegarkan. Dua orang pelayan itu langsung memahami maksud dari Nizam. Mereka segera menghidangkan minuman. Dan sialnya yang terhidang adalah kopi berempah kesukaan dari Amar dan Amar tahu persis kalau kopi rempah yang terhidang adalah resep dari Zarina.     

Jadi ketika Amar mencium bau jahe dari kopinya itu, matanya langsung berkaca - kaca. Si pelayan engga nyadar juga. Mereka malah menghidangkan ladu yang kemarin sempat dibuat Zarina di dapur rumah Nizam di Amerika untuk dihidangkan di atas pesawat.     

Wajah Amar kembali memelas menatap ladu yang sempat di buat semua istrinya, matanya memancarkan kesedihan yang mendalam. Dan bukan hanya Amar yang bersedih bahkan Ali dan Fuad juga menatap kopi dan ladu itu dengan pandangan berkaca - kaca.     

"Ladu itu.. " Kata Nizam seakan ingin memastikan apa yang ada di benak mereka karena Nizam tidak tahu persis siapa yang membuat ladu itu. Nizam baru menebak - nebak kalau yang membuat Ladu itu adalah Zarina karena Amar menatap ladu itu dengan sedih. Sedangkan Amar sendiri tahu persis kalau itu adalah ladu buatan Zarina.     

Pagi itu sebelum keberangkatan ke Azura, ketika Amar sudah memastikan semua penjaga, pelayan dan binatang peliharaan mendapatkan tempat yang sesuai dengan mereka, Amar pergi ke dapur untuk mencari Zarina. Ia ingin memastikan bahwa semua barang - barang mereka sudah terpak dengan baik.     

Di dapur waktu itu Amar melihat Zarina begitu sibuk memerintahkan semua pelayan bagian dapur untuk membawa bahan makanan sebagai konsumsi di atas pesawat. Dan Ia sendiri sibuk membuat ladu besan, ladu kelapa, ladu susu, ladu oatmeal dan ladu gom arab. Semua dibuat dalam jumlah yang sangat banyak membuat Amar keheranan.     

"Kita hanya 14 jam di pesawat tetapi mengapa kau membuat ladu seperti untuk pesta setahun ?" Kata Amar sambil memeluk pinggang Zarina. Para pelayan tampak tersipu - sipu malu melihat kemersaran mereka.     

"Aku tahu kau sangat menyukai ladu, suamiku. Aku ingin membuat banyak ladu untukmu" Kata Zarina sambil tidak terpengaruh walaupun Amir mendekatkan mukanya ke leher Zarina yang jenjang.     

"Aku memang menyukai Ladu tetapi Aku tidak akan kuat memakan semuanya. Apakah kau akan membagikan semua ladu ini untuk semua orang?" Kata Amar keheranan.     

"Tidak yang ini khusus untukmu. Untuk yang lain semua sudah dibuat oleh apa pelayan. Aku ingin kau kenyang makan ladu" Kata Zarina sambil membalikkan tubuhnya dan kini mereka saling berhadapan.     

"Tapi tidak sebanyak itu. Itu terlalu banyak.. mengapa kau membuatnya sekaligus ?" Kata Amar sambil menyentuhkan kening mereka.     

"Aku takut tidak sempat lagi" Kata Zarina dengan sendu.     

"Apanya yang tidak sempat ? Kau kan bisa membuatnya nanti di Azura" Kata Amar dengan kening berkerut. "     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.