Pernikahan Tersembunyi: My Imperfect CEO

Liburan Panjang



Liburan Panjang

Ivan menepuk pundak Raka. Ia sangat tersentuh melihat ada seseorang yang sangat peduli padanya seperti Raka.     

"Jangan khawatir, Raka. Aku baik-baik saja," kata Ivan sambil tersenyum. "Bagaimana pun juga, aku dan Aiden adalah saudara. Asalkan aku tidak berniat untuk melawannya, Aiden tidak akan melakukan apa pun padaku."     

"Tetapi hal-hal yang ibumu lakukan, baik Aiden atau pun Anya, tidak akan memaafkannya. Aku khawatir mereka akan melampiaskan semuanya kepadamu," Raka mengungkapkan kekhawatirannya.     

"Satu-satunya yang bisa aku lakukan saat ini adalah menebus kesalahan ibuku. Aku akan melakukan apa pun yang aku bisa untuk Keluarga Atmajaya. Raka, aku tidak berniat untuk melawan Aiden. Kalau suatu hari nanti Raisa menemukan pria yang ia cintai, aku akan membantunya," kata Ivan.     

Walaupun saat ini ia terlihat seperti sedang mengambil alih posisi Aiden, sebenarnya itu hanyalah sementara. Ia tidak ingin mengambil posisi Aiden sekarang, atau pun nanti. Ia hanya berniat untuk membantu Aiden. Dan ia harus memberitahu Keluarga Mahendra agar mereka tidak salah paham.     

Kalau suatu hari nanti kondisi Aiden sudah membaik dan ia mau kembali ke perusahaan, Ivan akan mengembalikan semuanya pada Aiden.     

Kalau Aiden tidak mau kembali bekerja lagi, Ivan akan berusaha untuk mendidik Nico agar mampu menjadi pemimpin Atmajaya Group. Dan suatu hari nanti, Atmajaya Group akan ia serahkan ke tangan Nico.     

"Ayahku memikirkan ide itu. Ia ingin membantumu untuk menstabilkan posisimu di Atmajaya Group agar Aiden tidak bisa kembali lagi. Kalau kamu tidak mau bersaing dengan Aiden, aku akan mendukungmu dan tidak menuruti kata ayahku," kata Raka.     

"Terima kasih, Raka," Ivan benar-benar berterima kasih pada Raka.     

"Tidak perlu berterima kasih padaku. Sudah malam. Pulanglah dan beristirahatlah," Raka membukakan pintu untuk Ivan.     

Setelah itu, Ivan meninggalkan kediaman Keluarga Mahendra.     

…     

Keesokan paginya, berita mengenai Raisa yang tidak tinggal di rumah Keluarga Atmajaya tersebar. Kabarnya, Raisa memutuskan untuk kembali ke rumah keluarganya setelah hari pertunangannya.     

Namun, baik Keluarga Atmajaya maupun Keluarga Mahendra sama sekali tidak buka suara karena apa yang dikatakan oleh para wartawan itu benar.     

Lagi pula, ini bukan hal yang buruk untuk Raisa. Walaupun ia sudah bertunangan, mereka kan tidak harus tinggal bersama.     

Mereka masih belum suami istri.     

Anya membaca berita itu pada saat sedang sarapan.     

"Aiden, kemarin malam Kak Ivan mengantar Raisa kembali ke rumahnya. Apa artinya itu?" Anya tidak memahami arti berita itu. Bukankah itu hal yang sangat wajar?     

"Itu artinya mereka hanya bertunangan. Tidak tinggal bersama untuk sementara ini," jawab Aiden dengan tenang.     

Anya mengaduk bubur di mangkuknya dan berkata, "Apakah mereka akan menikah?"     

"Bibi, mengapa kamu bodoh sekali? Kalau mereka menikah, Paman Ivan akan mendapatkan dukungan dari Keluarga Mahendra. Itu bukanlah hal yang bagus untukku dan paman," Nico dan Tara datang bersamaan untuk numpang makan.     

"Selamat pagi, Anya, Aiden," Tara menyapa mereka sambil tersenyum.     

Saat makan, Anya bisa melihat kemiripan Nico dan Tara. Mereka benar-benar pasangan yang serasi. Mereka makan dengan penuh semangat hingga wajah mereka membengkak, seakan tidak takut tersedak.     

"Tara, aku ingin bicara denganmu," kata Anya sambil mengajak Tara menuju ke sofa.     

Tara mengikuti Anya dan duduk di sampingnya. Mereka saling membisikkan sesuatu.     

Sementara itu, Aiden sedang memberitahu Nico mengenai Heru dan mengatur agar Ivan bisa bertemu dengan Heru siang ini.     

"Paman, apakah kamu percaya bahwa Heru yang melakukan semua ini? Apa benar ia yang membunuh nenek dan menculikmu sendiri, tanpa bantuan Imel? Entah mengapa, aku merasa kata-katanya tidak bisa dipercaya," Nico masih meragukan kata-kata dari Heru. Kemungkinan besar, Heru hanya berusaha untuk menutupi kesalahan Imel dan menanggungnya seorang diri.     

"Aku masih akan menyelidikinya lagi," kata Aiden sambil menghela napas.     

Nico mengangguk dan kemudian mengalihkan pembicaraan "Paman, apakah kamu benar-benar akan mengambil liburan panjang? Apakah kamu dan bibi akan pergi keliling dunia?"     

"Kenapa memangnya?" tanya Aiden sambil tersenyum.     

"Aku benar-benar iri padamu," kata Nico sambil mengeluh. Ia juga ingin liburan.     

Aiden menoleh dan memandang Anya yang sedang mengobrol dengan Tara di sofa. Ia hanya ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk bersama dengan Anya, menemaninya dan melihatnya sampai puas. Kalau suatu hari nanti ia tidak bisa melihat lagi, setidaknya ia bisa mengenang Anya di dalam benaknya …     

Anya bertanya pada Tara dengan suara pelan. "Bagaimana? Apakah aku hamil?"     

"Aku tidak tahu, kamu harus memeriksakannya ke dokter. Coba berikan tanganmu yang lain," kata Tara dengan gugup.     

"Menstruasiku terlambat satu minggu, padahal biasanya selalu tepat waktu. Beberapa hari lalu aku juga memimpikan anak kecil," kata Anya dengan bersemangat.     

Wajah Tara sedikit berubah menjadi canggung. "Kondisi kesehatanmu saat ini membuatmu sulit untuk hamil. Kalau benar kamu hamil, maka itu adalah berita yang baik. Tetapi kalau kamu belum hamil, jangan menyerah. Bagaimana pun juga, kamu baru mulai perawatanmu selama dua bulan."     

"Itu sebabnya aku tidak berani bilang pada Aiden. Aku khawatir menstruasiku terlambat karena vitamin dan obat-obatan yang aku minum. Aku takut Aiden akan terlalu berharap dan kecewa nantinya," kata Anya.     

Tara melepaskan tangan Anya dan berkata, "Coba tunggu satu minggu lagi. Saat ini, aku rasa kamu masih belum hamil. Mungkin kamu hanya terlambat menstruasi."     

"Kalau bukan karena hamil, mengapa menstruasiku terlambat?" tanya Anya.     

"Mungkin karena obat-obatan yang kamu konsumsi, atau mungkin karena kamu kelelahan dan kurang tidur," kata Tara.     

"Rahasiakan ini ya. Jangan bilang pada Nico juga," kata Anya, meminta Tara untuk menyembunyikan semua ini.     

Tara langsung mengangguk dan tersenyum. "Jangan khawatir."     

...     

Sekitar jam 10 pagi, Anya sedang berada di ruang parfumnya dan mempersiapkan dirinya untuk kompetisi yang akan datang. Tiba-tiba pandangannya menjadi gelap dan ia terjatuh dari kursinya.     

Aiden sedang berada di ruang kerjanya ketika ia mendengar suara terjatuh yang sangat keras dari ruang parfum Anya. Aiden langsung bangkit berdiri dan berlari menuju ke ruang parfum untuk mencari Anya.     

"Anya …" Aiden membuka pintu ruangan itu dan melihat Anya terjatuh di lantai. Kursi yang Anya duduki pun tergeletak miring.     

Mendengar suara Aiden, perlahan Anya membuka matanya dan berusaha keras untuk bangkit berdiri dari tanah.     

Aiden langsung membantunya dan memegangnya. "Ada apa?"     

"Tidak apa-apa. Mungkin aku terlalu lelah jadi kepalaku pusing," Anya baru saja mengatakannya ketika ia merasa tubuhnya tidak nyaman. Tiba-tiba ia merasakan firasat buruk. "Tolong bantu aku ke kamar. Mungkin menstruasiku datang."     

"Biar aku menggendongmu," kata Aiden.     

"Jangan, nanti bajumu ikut kotor," kata Anya dengan panik.     

Tetapi Aiden bersikeras untuk menggendong Anya ke kamar mandi dan mengambilkan baju ganti untuk Anya. Ia khawatir Anya akan pingsan lagi kalau jalan sendiri.     

Setelah menutup pintu kamar mandi, Anya tidak tahu kalau Aiden masih menunggunya di luar. Ia menangis dengan sangat sedih karena menstruasinya datang bulan ini. Ia benar-benar berharap bisa mengandung anak Aiden, tetapi sepertinya anugerah masih belum turun untuk keluarga kecil mereka.     

…     

Satu jam sebelumnya ...     

Setelah Tara pergi dari rumah Aiden, ia langsung mengirimkan pesan pada Aiden.     

Tara : Aiden, tolong segera hubungi aku. Jangan bilang pada Anya.     

Setelah Anya masuk ke dalam ruang parfum, Aiden langsung menelepon Tara.     

"Aiden, biar aku menceritakannya dengan singkat padamu. Saat ini Anya sedang hamil. Kamu harus segera memutuskan apakah kamu mau mempertahankan anak ini atau tidak," kata Tara dari telepon.     

Aiden merasa sangat senang ketika mendengar kabar kehamilan Anya, tetapi yang lebih ia khawatirkan adalah kesehatan Anya.     

"Apakah kehamilan ini akan mempengaruhi kesehatannya?" tanya Aiden.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.